Ini Rio's side ya gaes..
.
.
.
."Suami di atas kertas, remember?". Darah gue mendidih mendengar nya. Gue tau dan sangat tau. Tapi gue gak suka ketika dia mengatakan hal tersebut.
"Kenapa lo terus ungkit itu Fy?".
" Emang kenyataan nya kan? Kalau lo sama gue nikah cuma diatas kertas. Realnya apa? No action, kita layaknya orang asing yang tinggal satu atap. Menghirup udara yang sama tapi gak mengenal satu sama lain. Apa lagi? Oh ya, lupa, gue cuma babu lo saat dirumah. Finish". Kata nya santai seolah tak ada beban berbicara. Gue menarik dia hingga terhempas di kasur. Gue menatap nyalang pada perempuan itu.
"Persetan dengan pernikahan atau suami istri diatas kertas! Gue gak suka lihat lo pergi dengan laki-laki lain! Istri macam apa yang pelukan dengan laki-laki yang bukan suaminya? Mau jadi jalang lo?!". Bentak gue berapi-api. Sejak kemarin gue ngikutin dia pergi dengan seorang pria dan itu membuat darah gue naik hingga ke ubun-ubun. Gue gak suka milik gue di bawa kemana pun oleh orang lain.
"Trus kalau gue jalang, lo apa? Peternak jalang dong?". Gila, Ify bener-bener sarkas melebihi gue. Pilihan kata nya gak ada yang benar. Dia ikut emosi.
" Gue ingetin sama lo ya! Gue gak pernah ngusik kehidupan lo! Gue gak pernah ngelarang lo jalan bahkan menjalin suatu hubungan dengan pacar lo itu setelah kita menikah. Gue gak pernah larang, demi Tuhan. Meskipun gue ingin, tapi gue tau porsi gue sebatas apa--". Gue mengeryit bingung ketika Ify menyebutkan kata 'ingin', maknanya berarti dia ingin melarang kan? How damn it!
"Jangan usik hidup gue! Cukup dengan terikat nya kita di pernikahan ini, Bang. Gak lebih. Bahkan ketika--". Gue lihat dia menarik nafas seperti menahan sesuatu. Dada gue ngilu lihatnya. Dia seperti kesakitan
"Ketika apa?!". Dia menggeleng lemah dan beranjak dari ranjang, wajahnya pucat dan dia berjalan menuju pintu.
"Gue buatin lo makan malam. Lo pasti belum makan". Katanya pelan. Meskipun gue selalu bersikap acuh padanya, tapi tetap semua apa yang dibuat oleh Ify, gue selalu makan. Karena mama pernah bilang, apapun yang istri masak harus dimakan, apapun yang istri kerjakan harus di hargai. Dan gue menerapkan ucapan mama.
Tapi ketika akan membuka pintu, Ify terjatuh. Gue terkejut lalu membawanya ke ranjang. "Fy, bangun Fy! Lo kenapa?". Gue menepuk pelan pipinya yang sangat panas. Gue panik dan seketika blank. Gue gak pernah seperti ini sebelumnya. Kenapa gue? Kenapa gue panikan gini?
Lebih baik gue hubungi mama dan bertanya apa yang harus gue lakukan.
" Hallo mama".
"Kenapa Rio? Kok panik kedengarannya? Kamu kenapa?". Gue menarik nafas dalam - dalam sebelum ngomong.
" Ify panas, Ma. Rio bingung harus ngapain. Tolong jangan kasih tau ke Papa, Ma. Aku gak mau papa jadi syock lagi". Kata gue lirih.
"Kamu ambil air dingin, kompres Ify pake handuk. Abis itu kamu buatkan makanan dan kasih obat penurun panas". Perintah mama dari sana.
" Jangan panik sayang! Mama yakin Ify cuma demam". Sambungnya. Gue menutup mata sejenak lalu menatap Ify yang ada di pangkuan gue.
"Ify lelah, Ma". Kata gue seolah mengatakan bahwa Ify lelah dengan pernikahan ini. Namun, bukan itu yang mama tangkap.
" Kamu harus ingetin Ify, supaya jangan kecapekan, Nak. Kasihan dia, ngurus kamu ngurus rumah sama kuliah. Gimana kalian mau punya anak kalau Ify gak jaga kesehatan!". Hati gue bergemuruh hebat ketika mama menyebutkan anak, apakah Ify memikirkan itu juga? Gue merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposite
ChickLitKepulangan akhir tahun menjadi hal yang dinantikan oleh mahasiswa perantauan, hal itu yang dirasakan oleh Saifyla Tanjung. Ia memutuskan pulang sejenak untuk merehatkan bathin dan fisiknya selama satu bulan. Tapi belum sampai satu minggu, ia harus d...