22

1.4K 84 30
                                    

Ify's side ya gaes...
.
.
.
.
.
.

***

"Aku marah dan kecewa itu wajar dan hak aku,  Bang.  Tapi kamu udah berusaha untuk menjelaskan semuanya.  Aku hargai itu.  Dan selamat ulang tahun suami ku!".

Setelah gue mengucapkan itu ke Rio.  Dia terdiam tak bergeming.  Gue memilih ke dapur untuk menyiapkan makan malam kami.  Namun tangan gue ditarik kembali olehnya.  Heran kenapa suka banget narik-narik gue sih?!

"Kamu beneran udah maafin aku,  kan Fy?". Gue mengangguk santai.  Toh,  Rio sudah berusaha untuk menjelaskan semuanya.  Dia hanya membantu.  Rasa cemburu dan kecewa pasti ada karena dari awal dia tidak cerita ke gue.  Kalau cerita,  gue pun bisa memaklumi nya.  Baik nya gue.  Kok gue terlalu baik sih?  Kayak di sinetron hidayah aja.  Ehe.

"Maafin aku sekali lagi, Fy! Aku janji--".

" Jangan janji,  Bang!  Cukup buktikan.  Laki-laki yang di percaya adalah dia yang membuktikan ucapannya. Bukan sekedar janji semata!". Kata gue memotong ucapan nya.

Rio tersenyum kecil lalu memeluk gue dengan erat.  Menghujani kepala gue dengan sentuhan lembutnya,  sentuhan yang gue rindukan.

"Kita makan malam dulu ya,  Bang. Biar aku masak--".

" Kita makan di luar aja ya! Kamu gak perlu masak malam ini,  besok aja!". Kata nya.  Gue hanya bisa menuruti keinginan Rio. Gue juga sedikit capek kalau di paksa kan.  Untunglah Rio bisa mengerti.

Gue bersyukur kehidupan rumah tangga kami sampai sekarang walaupun tersandung percekcokan tetap rukun dan harmonis.  Gue gak mau curiga di awal lantaran belum menemukan bukti dan penjelasan yang jelas dari siapapun,  termasuk Rio. 

Satu yang gue percaya dari sebuah hubungan adalah saling percaya satu sama lain.  Menurut gue,  rumah tangga akan lebih kuat pondasinya jika saling percaya dan gak menuntut banyak dari pasangan kita.  Gue selalu menerapkan hal itu dalam keluarga kecil ini. 

Jika ada masalah,  gue akan meminta penjelasan. Menunggu penjelasan selesai dan menarik kesimpulan agar bisa menemukan penyelesaian.  Ketahuilah,  hal itu lebih baik dibandingkan kita marah-marah gak jelas.  Selain membuat diri semakin stress,  bisa mengakibatkan penuaan dini juga. 

Jadi buat lo pada,  carilah pasangan yang bisa saling memahami.  Jangan hanya menuntut untuk dipahami,  tapi gak mau memahami dia.  Itu gak adil. 

**

Malam ini Rio membawa gue ke kafe.  Kafe milik Alfian tentunya.  Kafe cabang yang Rio pegang kini sudah memiliki sepuluh karyawan yang mana sebelumnya hanya ada tiga karyawan saja.  Kafe tersebut berkembang pesat,  gak heran kalau Alfian cuma memberikan jatah libur tiga minggu ke Rio.  Ya walaupun Rio akhirnya pulang kampung hanya tiga hari dirumah.

"Ehh bu bos!". Sapa salah seorang karyawan.  Rata-rata mereka adalah mahasiswa dan ada yang sudah berkeluarga. 

Gue tersenyum membalas sapaan hangat mereka "Hai semua! Apa kabar?".

"Baik bu bos!  Bu bos apa kabar nih?  Baby nya juga?".Praktis gue mengelus perut buncit ini.

" Alhamdulillah baik-baik aja.  Oh iya,  ini ada oleh - oleh sedikit untuk kalian.  Maaf ya gak banyak". Kata gue sembari memberikan buah tangan. Mereka menerima dengan wajah ceria.

"Wahh makasih banyak bu bos!  Baek bener dah bu bos kita ini!". Gue hanya terkekeh pelan lalu permisi ke ruangan Rio.

Gue membuka pintu ruangan tersebut dan melihat Rio sedang sibuk menulis sesuatu di secarik kertas.

OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang