Rio's side ya gaes..
.
.
.
.
.
.***
"Aku mau pulang". Jantung gue berdenyut sakit rasanya ketika Ify tak menganggapi ucapan gue, dia terkesan berjarak dan itu membuat gue gak kuat.
"Fy, dengerin aku dulu--".
"Aku mau pulang, Bang. Aku kedinginan". Ujarnya pelan. Sorot matanya teduh seperti biasa, tapi seolah tak bernyawa. Gue pun memeluknya dengan erat, menyalurkan kehangatan yang gue punya walaupun gue juga sedikit basah.
"I love you, honey. And i miss you".
"Pulang, Bang". Pinta nya. Tak memerintah, tapi cukup buat gue paham untuk tak menulikan permintaannya. Hah, istri ku.
Gue mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, agar cepat sampai dirumah. Ify masih bungkam tak membuka pembicaraan begitu juga dengan gue. Kami kembali seperti di awal-awal pernikahan. Dingin tak tersentuh.
Gue akui gue salah, harusnya gue yang jemput Ify bukan Navia yang gue tugaskan. Ini semua karena rasa iba gue terhadap Alista yang merengek minta dibelikan batagor di cafe gue. Dia gak mau kalau bukan gue yang belikan. Hah, apa sih dia tu!
Tadi gue mikir gini, kalau gue pergi belikan bisa sebentar doang, tapi nyatanya gue terjebak macet. Alhasil, gue minta tolong ke Via untuk menjemput Ify. Dan meminta sahabat istri gue itu untuk gak memberi tahu kan alasannya kenapa. Ya, Via sempat bertanya alasannya. Gue gak bisa bohong menyangkut Ify, sayangnya.
Tapi sepertinya Ify sudah tau semuanya. Gue gak marah sama Via kalau dia membocorkan rahasia tadi. Biarlah. Salah gue juga. Harus nya gue bisa menolak Alista, harusnya dan sekarang semua sudah terlanjur terjadi.
**
Kami pun tiba dirumah, hari semakin sore dan semakin dingin. Gue membawa Ify masuk untuk bertukar baju. Rasa bersalah gue semakin menggunung kala Ify tak menyambut uluran tangan gue. Dia berjalan sendiri ke kamar mendahului gue. Lagi, gue menghela nafas panjang. Kesalahan gue terlalu fatal.
Lebih baik gue susul Ify.
Gue buka pintu kamar, Ify sama sekali tak terusik, dia hanya mengenakan celana dalam dan bra saja. Sembari mencari baju-baju di lemari, gue memeluknya dari belakang. Menekan di sela-sela pangkal pahanya, berusaha untuk menggoda.
"Lepas, Bang". Katanya pelan. Gue tetap memeluk erat tubuh seksi itu. Tubuhnya hangat dan gue membalikkan arahnya menatap gue.
"Biar aku yang pakai kan". Gue mengambil daster tidur nya dan memakaikan dengan cepat. Gue gak mau dia lari lagi, semua harus selesai hari ini juga.
Ify tak terusik dengan apa yang gue lakukan, dia masih menurut dan tak membantah. Gue lebih suka dia marah dan melampiaskan semuanya dengan kata-kata sarkasme nya.
"Fy--". Gue mengambil nafas terlebih dahulu.
"Abang lapar? Biar aku siapkan makan malam". Gue menggeleng tegas. Persetan dengan makan malam sebelum semuanya selesai.
"Dengarin aku dulu! Aku mau semuanya terbuka--".
"Tapi kamu gak terbuka dengan ku, Bang". Tandasnya. Gue menggeleng lagi dan menangkup wajahnya.
"Aku minta maaf sayang! Biarkan aku cerita dulu, paham?". Ify mengangguk patuh. Akhirnya gue bisa sedikit lega.
"Saat aku datang ke kampus, siang itu Alista menyusul ku ke ruangan Pak Bandar. Dia bilang kalau dia sedang hamil. Hamil anak Jeno, teman seangkatan mu--". Ify menutup mulutnya tak percaya. Gue mengangguk santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposite
ChickLitKepulangan akhir tahun menjadi hal yang dinantikan oleh mahasiswa perantauan, hal itu yang dirasakan oleh Saifyla Tanjung. Ia memutuskan pulang sejenak untuk merehatkan bathin dan fisiknya selama satu bulan. Tapi belum sampai satu minggu, ia harus d...