Epilog

2.6K 81 11
                                    

Ify's side ya gaes..
.
.
.
.
.
.
.
Februari 2019..

**

Usia pernikahan gue sudah memasuki bulan kedua dan kehidupan rumah tangga kami seperti tembok rumah yang sangat dingin.  Gue selalu menguatkan diri untuk tak memaki dan berbicara kepada Rio perihal sikapnya yang tak pernah baik kepada gue.

Dia dingin tak tersentuh mengalahkan kehangatan yang gue coba taburkan untuk suasana rumah.  Senyum miris gue selalu ada tanpa di minta.  Cinta sepihak ini membebankan gue, jujur aja.  Perempuan mana yang tak sedih ketika menaruh rasa kepada laki-laki yang dicintainya namun dia tak menoleh sama sekali.  Dan gue bego,  bego termasuk didalamnya.

Gue melangkah gontai ke arah kelas dimana mata kuliah siang hari ini diadakan. Tadi saat dikantin gue melihat perempuan penghuni hati Rio masih bergelayut manja di lengan kokoh nya. Gue cuma bisa menghela nafas berat melihat mereka.  Gue gak ada hak,  sepertinya. Karena pernikahan ini sangat sangat terpaksa di lakukan. Tapi gue gak mungkin bercerai gitu aja. Apa kata keluarga di kampung nanti. Nama baik mereka yang gue pertaruhkan.  Gue bukan gadis Melayu yang dengan suka rela mencampakkan kotoran ke wajah seluruh keluarga.

"Ify!". Gue menoleh dan mendapati Viana dan Agni yang masuk ke kelas.

"Lo kenapa sih? Murung gitu keliatan nya". Kata Agni. Kemudian Shilla memasuki kelas bersama tentengan nya. Sahabat gue yang satu itu membeli makanan rupanya.

"Rio lagi ya?". Tebak Viana. Gue mendeliki lalu mengangguk acuh.

"Gak heran sih,  tadi gue lihat dia di kantin sama Alista". Sambung Shilla.  Gue semakin sesak mendengarnya.  Gue cuma bisa bungkam.

"Fy,  pernah gak sih kalian udah seatap gini dia sedikit aja berubah jadi baik atau hangat ke elo?". Tanya Agni.  Gue menatap mereka satu persatu.

"No. Gak pernah sama sekali, Ag. Kami berbagi tempat bahkan udara disini tapi dia gak pernah sedikit pun noleh ke gue,  gue dan dia dua orang yang gak saling kenal. Hubungan ini hanya diatas kertas". Kata gue sendu.

"Elo yang jelas - jelas status hubungannya dengan Rio udah sah aja masih kayak gini,  gimana Viana ya?". Sontak Viana yang disebut namanya pun mendelik tak suka.

"Kok bawa-bawa gue sih?". Katanya sewot.  Kami terkekeh pelan.

"Iya elo kan gitu.  Hubungan lo sama Gabriel aja gak tau ujung pangkalnya gimana". Kata Agni telak. Viana merenggut sedih.

"Lo bener sih--".

"Nah itu,  kalau dia cuek dan lo ikutan cuek mana pernah ketemu.  Lo tau sifat dia kayak tembok, tapi lo malah diem aja.  Ketemu nya di mana coba? Jomplang yang ada!". Lanjut Agni.  Perkataan Agni sukses menyentil hati kecil gue.  Selama ini,  sebelum menikah pun Rio memang tak pernah bersahabat dengan gue.  Sifatnya yang bossy dan selalu jutek serta dingin kepada orang-orang yang tak disukainya membuat Rio disegani di lintas angkatan generasi Kimia.

Gue,  gue adalah orang yang tak disukai Rio. Saat tahun pertama gue kuliah dan bertemu dia,  gue selalu membantah apa yang di ucapkan nya, menjawab apa yang menjadi ocehan nya. Menurut gue,  gue udah bener.  Karena gue gak butuh takut kepada siapa pun di kimia kecuali petingginya.

Sebagai junior waktu itu,  gue termasuk junior yang sering dinyinyirin sama senior.  Gak heran sih,  meskipun gue juga banyak kenal sama senior yang lain.  Gue biasa - biasa aja.  Gue gak ambil pusing,  toh gue kuliah disini bayar dan gak mikirin apa kata mereka selagi gue bener.  It's my life,  right?

OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang