Dave berusaha menghubungi Cika, namun tak dibalas oleh Cika. Cika masih tak suka dengan tingkah Dave.
Di pagi harinya Dave melihat Cika sedang berlari kecil menelusuri komplek rumah. Dave tak menghentikan motornya, balik dia mengeraskan suara motornya tepat ketika melewati Cika. Dengan sigap Cika melihat pelaku yang mengganggunya itu. Cika mengenali sosok itu dan segera memalingkan wajahnya. Dave kesal dengan usaha untuk menghubungi Cika yang tak dibalas.
"Hallo cewe cantik." Seorang lelaki yang bodynya jauh lebih besar dari Cika tiba-tiba berbicara seperti itu dan memandang Cika.
Cika mulai merasa takut dengan tatapan lelaki yang tak dikenalinya itu.
Lelaki itu mulai mendekati Cika. Cika selalu berusaha menghindar dan berdoa agar ada seseorang yang membantunya. Cika merasa takut, lelaki itu tetap berusaha menggoda Cika. Dan semakin dekat dengan tubuh Cika. Cika ingin berlari dari tempat itu, namun dia merasa takut.
"Kok sendirian sih?" ucap lelaki yang sepertinya seorang preman.
Cika hanya diam dan mulai melangkah mundur menjahui lelaki itu, tapi lelaki itu semakin mendekati Cika.
Jauh dari kejadian itu, Dave menghentikan motornya. Setelah melintas begitu saja melewati Cika, perasaannya tiba-tiba tidak karuan. Dave melihat kebelakang dan memutar balik motornya.
Dave melihat sosok Cika yang hendak didekati oleh seorang preman. Dave segera mematikan motornya dan berlari kearah Cika.
Brukk...
Tubuh preman itu menubruk tanah berkat tendangan dadakan dari Dave. Cika sangat terkejut akan kehadiran Dave. Cika segera menepi dari trotoar. Preman itu berdiri dan mulai memukul Dave. Pukulan itu belum meluncur mengenai tubuh Dave tetapi sudah ditangkis cepat oleh Dave. Dan disusul pukulan balik oleh Dave yang tepat mengenai rahang preman. Preman itu menyerah dan meninggalkan Dave.
Dave menatap Cika, Cika balik menatap Dave.
Dave mengalah mendekati Cika.
"Lu gak papa?" ucap Dave.
"Ngapain lu disini?" Cika balik tanya.
"Lu tuh aneh, ditanya malah balik nanya."
"Gue gak papa." Jawab Cika singkat dan hendak meninggalkan Dave.
Langkah Cika terhenti, Dave menarik tangan Cika. Cika menatap Dave tanpa ekspresi.
"Lu kenapa sih?" tanya Dave.
Cika hanya terdiam.
"Lu bisu lagi sekarang?" tanya Dave.
Cika membulatkan matanya, tak percaya Dave akan mengatakan dirinya bisu lagi.
"Gue mau pulang." Cika melepas tangan Dave yang menggenggam tangannya.
"Gue anter." Ucap Dave.
Dengan terpaksa, Cika menuruti kemauan Dave.
Cika takut barang kali ada preman menggodanya lagi.
Dave mengendarai motornya dengan santai.
Namun Dave tak langsung mengantar Cika ke rumah, dia berhenti di suatu warung makan di pinggir jalan.
"Ngapain?" tanya Cika.
"Laper" jawab Dave yang kemudian duduk di dalam warung makan.
Cika mengikuti tingkah Dave. Sebenarnya Cika juga lapar. Sebelum jogging tadi, Cika tidak mengisi perutnya.
Di sela-sela makannya, Cika terkadang menatap Dave yang sangat serius menikmati makanan. Cika merasa bersalah tidak menjawab pertanyaan Dave tadi. Cika rindu bergurau dengan Dave. Sungguh, satu minggu tak bertemu Dave seakan satu tahun. Hari-harinya terasa berputar sangat lambat. Dan saat ini, Cika benar-benar berada dekat dengan Dave. Puas menatap Dave, namun hatinya belum puas melupakan kejadian Dave memukuli teman kelasnya.
"Cika." Panggil Dave yang menyadari tatapan Cika.
"I... iya..." jawab Cika gagap.
"Lu gak papa kan?" tanya Dave.
"Gue? Gak papa." Jawab Cika.
"Kok natap gue gitu banget?" tanya Dave.
"Natap lu? Sejak kapan?" Cika tak mengakuinya.
"Lu kangen kan?" lagi-lagi Dave bertanya.
"Kenapa kemarin berantem?" tanya Cika berhati-hati.
"Kemarin?" Dave berpura-pura mengingat kejadian kemarin yang sebenarnya kejadian itu masih diingatnya dengan jelas.
Cika menunggu lanjutan ucapan Dave.
"Oh itu, dia Roy nyuri lembar jawab gue, dan ketika waktu udah habis, dia baru ngasih lembar jawab itu ke gue. Dan keadaan lembar jawab itu basah. Al hasil gue gak ada nilai buat pelajaran itu." Terang Dave.
Kini Cika mengerti akan alasan Dave berantem kemarin. Alasan yang masuk akal.
"Ngga ada cara lain selain berantem?" ucap Cika.
Dave terdiam. Setelah beberapa detik kemudian, Dave mengulurkan tangannya. Cika merasa heran sebelum akhirnya Cika membalas uluran tangan itu.
"Selamat." Ucap Dave setelah telapak tangan Cika benar-benar menyatu dengan telapak tangannya.
Cika tak mengerti.
"Selamat? Buat apa?" tanya Cika.
"Lu yang akan menang." Jawab Dave.
"Menang apa?"
"Perjanjian kala itu."
Cika terlihat memikirkan sesuatu.
"Oh iya, Hore!" Cika terlihat senang.
"Jadi kalo bener gue yang pararel satu, gue yang sambutan?" ucap Cika.
Dave mengangguk.
"Bicara di depan anak-anak?"
Dave mengangguk.
"ngga.. mau ah."
"Bukannya hal itu menjadi perjanjian awal?" ucap Dave.
"Iya sih, tapi gue belum siap." Ucap Cika.
"Sampai kapan lu mau pura-pura bisu? Gak cape lu?"
"Gue gak bisu."
"Tapi orang lain nganggap lu bisu."
Cika terdiam, benar ucapan Dave. Cika memang tak bisu tetapi orang-orang menganggap Cika bisu.
"Oke, gue akan sambutan." Ucap Cika setelah memikirkan apa yang terjadi jika dirinya benar-benar berbicara di depan teman-temannya.
"Sip." Dave mengacungkan jempolnya.
"Yuk pulang. Belum mandi kan lu." Ucap Dave asal.
"Ih apaan, lu kali tuh yang belum mandi." Cika balik menuduh.
"Gue belum mandi juga tetep ganteng." Bela Dave.
"Ganteng dari mana? Dilihat dari tiang listrik?"
"Enak aja. Emang lu, crumut! Belum mandi." Ledek Dave.
"Cewe cantik kaya gini dibilang crumut."
"Cantik? Coba mana lihat!" Dave berusaha menatap tepat di wajah Cika.
Cika merasa risih dilihat oleh Dave.
"Oh iya." ucap Dave.
"Iya apa?" tanya Cika.
"Iya cantik, pantes gue suka." Ucap Dave santai.
Pipi Cika seketika memerah. Namun Cika tetap berusaha menutupi semu merah di pipinya itu.
"Iih apaan sih. Ayo ah pulang, udah siang."
🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam Tak Bisu (END)
Teen FictionDijamin BEDA FOLLOW SEBELUM BACA YA KAKAK🙏 "Pura-pura bisu itu susah, pura-pura ngga ada rasa itu jauh dari kata mudah" "Namaku Cika Karmelia, saat ini aku tak bisa bercanda gurau, bernyanyi merdu seperti kalian, namun ingatlah aku TIDAK BISU" ~Cik...