Di salah satu SMA terkenal di Singapura, Dave dan Wulan mengikuti arahan guru untuk mengelilingi sekolah. Tidak jauh berbeda dengan sekolah Indonesia, di Singapura pun banyak siswi yang menatap kagum seorang Daveed Marga Saputra yang berjalan dengan gagahnya menggunakan jas almamater SMA tercintanya. Kenapa tercinta? Karena ada seseorang yang dicintainya. Dengan tampang serius, Dave mencatat program-program yang dijelaskan oleh guru tersebut. Walau sebenarnya dia sangat malas, tapi dirinya tak ingin pergi sia-sia. Beda halnya dengan Wulan, dirinya lebih sering menatap Dave disbanding mendengarkan arahan. Apa mungkin Wulan masih menyukai Dave? Sedangkan untuk membuat laporan study banding dirinya memilih menghidupkan perekam di handphonenya agar dapat diulang saat di Indonesia.
"Dave makan siang yuk" ucap Wulan.
"..." Dave tak menjawab. Dirinya sibuk memainkan handphone.
"Dave" panggilnya lagi.
Dave tak menghiraukan sama sekali.
"Dave, gue bicara sama lo bukan sama tembok. Kasih gue jawaban kek" Wulan mulai kesal.
"..."
"Daveed Marga Saputra!" Wulan benar-benar kesal diabaikan.
"Jangan sebut nama lengkap gue!!" Ucap Dave dengan penuh penekanan.
Wulan sangat terkejut dengan jawaban Dave. Padahal dirinya semanis mungkin mengajak makan siang. Tapi Dave tak merespon, sekali buka mulut hawa seram mendadak menusuk diri Wulan. "Apa gue salah ngomong yah? Padahal gue cuman manggil nama lengkapnya. Salah kah?" Batin Wulan.
"Ke..kenapa?" Tanya Wulan takut.
"Lo ngga berhak!" ucap Dave sebelum dirinya melangkah meninggalkan Wulan sendirian karena guru pembimbing study mereka telah kembali ke kantor.
"Dave!" Seru Wulan setelah sadar ditinggal.
🌸🌸🌸
Sore ini, sesuai ucapan Cika. Dirinya mengerjakan kerja kelompok sepulang sekolah. Buka di rumah teman. Tapi kelompok Cika mengerjakannya di lingkungan sekolah. Dengan begitu, dipastikan selesai sampai sore.
Cika duduk di halte dekat gerbang sekolah. Jalanan mulai sepi mungkin sebab matahari yang hampir meninggalkan hari. Senja, satu kata yang sering sekali disukai manusia. Sebuah keindahan sesaat tuk menjeput kegelapan yang kini tak segelap masalalu. Ada ribuan, jutaan, milyaran, triliunan, ah bahkan tak bisa dihitung lampu-lampu yang membantu bulan dan bintang menerangi malam. Cika memeluk dirinya sendiri, angin sore memang cukup dingin.
"Mana sih taksinya, kok ngga ada yang lewat yah" Cika mulai gelisah.
"Mau gojek, tapi batrenya habis"
"Andai ada Dave, dia ngga bakal biarin aku pulang sendiri. Selama apapun urusan gue. Dia pasti nunggu."
"lah kok jadi inget Dave lagi sih" Cika menggeleng-gelengkan kepalanya berharap apa yang dipikirnya hilang sesaat.
Tin...tiiin...
"Lah kok ada suara tlakson motor sih? Ngga mungkin kalo itu Dave" batin Cika sebelum menghadap ke jalan memastikan siapa pemilik motor yang diketahui dari bunyi mesinnya itu berhenti tepat di depan halte.
Sebuah motor sport dengan gagah berhenti dengan sang pengendara yang menggunakan helm full face. Detik berikutnya pengendara itu membuka kaca helmnya.
"Cika" seru pengendara itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam Tak Bisu (END)
Novela JuvenilDijamin BEDA FOLLOW SEBELUM BACA YA KAKAK🙏 "Pura-pura bisu itu susah, pura-pura ngga ada rasa itu jauh dari kata mudah" "Namaku Cika Karmelia, saat ini aku tak bisa bercanda gurau, bernyanyi merdu seperti kalian, namun ingatlah aku TIDAK BISU" ~Cik...