Tiga tahun kemudian...
Praesidium libertis. Bastion of freedom.
Motto itulah yang diperkenalkan Universitas Leiden sejak hari pertama Aku menginjakkan kaki di kampus ini.
Aku beruntung karena bisa melanjutkan pendidikan di salah satu universitas tertua di Eropa. Ya ini Universitas tertua yang ada di Belanda, persembahan dari pangeran William of Orange kepada penduduk Leiden yang bertahan selama dua tahun dalam pengepungan dan menyelamatkan seluruh area dari penjajahan asing dimasa lampau.
Minggu pertama, Aku mulai belajar teori-teori merancang bangunan yang baik. Minggu kedua, ada beberapa mata kuliah yang sudah memberi tugas menggambar.
Aku kembali harus menenteng drafting tube berisi gulungan kertas gambar. Aku juga mulai di kejar deadline menggambar yang cukup memusingkan. Penggaris dan pensil gambar kembali menjadi teman baikku di tiap malam.
Minggu selanjutnya, aku mendapat tugas merancang bangunan rumah. Bangunan rumah lengkap. Teras dan beranda. Interior dan eksterior. Bagian luar dan bagian dalam. Dosenku profesor winstonstijn, memberi sedikit bocoran bangunan rumahnya. Pria setengah baya itu memperlihatkan desain yang pernah dibuat dan sudah direalisasikannya. Desain itu unik sekali. Perpaduan dedaunan yang serbahijau, kemegahan Eropa yang klasik, dengan dipadupadankan kayu-kayu yang hangat.
"What do you think about the design? "Tanya Profesor winstontijn
"That's great, that's a perfect combination. You should need much time to draw the design"komentar seorang mahasiswi di bangku depan
Dosenku mengganguk-angguk.
"Tahukah kalian, darimana saya mendapatkan inspirasi desain ini? "Tanya profesor itu
"Iklim Belanda"
"Bangunan-bangunan museum klasik di Amsterdam? "
"Dari mata kuliah ini "
Dosenku terus menggeleng mendengar semua jawaban yang dilontarkan. Dia tersenyum penuh rahasia. Dia kemudian duduk di ujung bangku sambil melepas blazernya.
"Saya mendapat inspirasi dari suami saya"kenanganya.
Seisi kelas sontak mengulum senyum, ada pula yang masih heran dengan jawabannya itu. Tapi, kami bisa melihat ekspresi beliau menjadi lebih cerah saat mengenangnya. Dia kemudian memberi tahu rahasianya.
"Saat saya mengambil master, saya memang sudah menikah. Kami pasangan pengantin baru. Kami tinggal di apartemen sempit di daerah Delft. Kemudian, tugas menggambar pun muncul, Bangunan rumah impian. Suami sayalah yang menginspirasi. Setiap garis yang saya buat adalah inspirasi darinya. Semua karena keinginan kuat saya untuk tinggal dengannya di sebuah rumah impian, bukan di sebuah apartemen sempit. Karena itulah tercipta desain ini. Dan sekarang Desain itu sudah tercipta menjadi bangunan nyata. Kalau kalian ingin tahu, bisa di cek ke Delft."ucap Pefesor winstontijn
Kami tertawa kecil, sebagian bersorak dan bertepuk tangan. Begitulah mata kuliah itu menginspirasi. Sebuah gambar membutuhkan dedikasi. Dipersembahkan buat siapakah gambar yang kita kerjakan? Anehnya, cuma ada satu sosok yang mendadak selalu Muncul memenuhi otakku tiap kali aku Melontarkan pertanyaan dedikasi itu.
Dia Angga, ya sebulan yang lalu memang hubungan kita sudah membaik. Walaupun masih belum memperbaiki masa status. Sosok itu kini melanjutkan pendidikannya di Leiden juga. Namun kita berbeda Universitas bahkan agak berjauhan. Angga saat ini tengah mengambil study bidang Astronomi.
Mengapa sosok itu yang selalu terbayang. Ya, kenapa justru wajahnya yang melintas ? Angga yang selalu serius menggambar berbagai jenis pesawat. Angga dengan sebuah binokular dan sebuah cangkir kopi. Atau Angga yang sedang mengintip Bintang lewat teleskop portabelnya.
"Gambar yang kalian buat butuh dedikasi. Tentukan dahulu, untuk siapakah kalian menggambar? Orang tua kalian? Teman kalian? Kekasih kalian? Jika kalian sudah menemukan jawabannya, jangan ragu-ragu lagi. Gambarlah sesuai kata hati kalian"begitu pesan Porfesor winstontijn.
Sejak mata kuliah itu berakhir, berbagai ide rancangan telah muncul di otakku. Rumah untuk Angga. Sebenarnya pertanyaan terbesar adalah mengapa harus Angga? Pertanyaan itulah yang masih belum bisa kujawab.
Aku tahu alasannya, kenapa aku harus memilih Angga. Tapi, satu hal yang pasti, aku kemudian benar-benar mewujudkan ide itu.
~~~ A L E T H A ~~~Angga on side
Flashback onTeleskop, kertas sketsa. Pensil berbagai macam ukuran. Kertas-kertas berisi hitungan. Penggaris. Dan dua cangkir kopi.
Benda-benda itu berada lekat dengan jangkauan kami. jendela besar yang sangat lebar kini dalam posisi terbuka. Nampak angin yang mulai menyapa. Teleskop saya menghadap ke luar, berusaha mengintip pemandangan langit di balik sana.
Itulah yang sering kami lakukan. Duduk di depan Jendela, melakukan pekerjaan masing-masing. Saya dengan penelitian saya tentang cincin saturnus, sedangkan Aletha dengan sketsa gambarnya. Dia harus mengulang dan terus karena gambarnya yang rusak karena terkena hujan.
Beberapa hari berlalu seperti ini. Aletha dengan deadline menggambar yang semakin dekat. Sebab deadline itu harus segera dikirim secara online sebagai persyaratan masuk kuliahnya di jurusan Arsitektur.
Malam itu kami kembali terdiam larut dengan pekerjaan kami. Saya masih sibuk mengintip langit lewat teleskop. Di langit timur ada bintang-bintang dan planet berserakan. Itu pemandangan yang sangat fantastis. Saya bisa melihat titik-titik cemerlang itu membuat sebuah bentuk unik, yaitu segi enam terbalik. Garis paling atas dibentuk oleh Bintang Rigel dari rasi Orion dan Planet Jupiter.
Jika menarik garis lurus dengan Jupiter, saya bisa melihat Bintang Capella yang Sangat cerah. Dan jika menarik garis lurus dengan Rigel, saya bisa melihat Bintang Sirius bersinar biru. Titik Puncak dari segi enam terbalik itu adalah Planet Venus yang bersinar kemerahan.
Mahakarya malam itu begitu sempurna.
Saya menoleh ke Arah Aletha yang masih sibuk. Seandainya mengerti keajaiban malam ini, dia pasti takjub. Saya yakin dia pasti akan tahu kalau astronomi begitu mengagumkan. Aletha pasti tahu kalau yang dikerjakan dalam belajar astronomi tak cuma mencari planet-planet baru dan mengantisipasi kalau-kalau ada benda luar angkasa yang menabrak planet bumi.
🦂🦂🦂
Yeah update
KAMU SEDANG MEMBACA
ALETHA √
Teen FictionFinish Aku cemburu Aku ingin memilikinya kembali Aku menyayangi dia " Ya, itulah yang sebenarnya aku rasakan. Aku tak mungkin bisa berpura-pura lagi. Aku tak bisa berbohong lagi. Aku tak bisa berpura-pura tak membutuhkannya. Sudah sekian lama kami...