tiga puluh enam

325 13 0
                                    

Angga pov

Dua sepeda itu kami kayuh pelan menyusuri jalanan kampus yang juga dipadati pengguna sepeda lain. Saya meminjam sepeda milik Oki, sedangkan Lieve menggunakan sepeda miliknya. Kami menyusuri kampus saya, kampus terbesar di Leiden. Saat ini Lieve mengambil sekolah kejuruan tentang sastra dan baru masuk tahun pertama.

"I'm glad you're cute! "Serunya, membuat saya mengerutkan kening heran.

"Apa maksudmu Lieve? "Tanya saya keheranan

"Yah, Oki bilang ke saya kalau kaka saat ini sudah berubah. Kaka adalah pemuda obesitas dan berbadan pendek. Dia juga suka bilang kalau kamu sangat menyebalkan, kalau kamu suka melakukan hal-hal jorok di depan umum. Hahaha, ternyata Oki membohongi saya. Bahkan kaka saat ini tidak pernah berubah dan selalu tampan"ujar Lieve

Saya tertawa mendengarnya. Kami kemudian berhenti dan memarkir sepeda di pinggir jalan.

Kami berhenti di sebuah taman kecil dengan beberapa tempat duduk. Di sampingnya banyak bunga tulip yang layu bahkan mati akibat musim salju. Kami duduk di salah satu bangku. Menikmati udara pagi di kampus saya.

"Bagaimana keadaanmu kak disana? "Tanyanya

"Apa maksudmu?"saya balik bertanya

"I mean, you had lived alone, without parent for many years"ucap Lieve sambil menangis

"Hey, I'm okay. Don't cry Lieve"ujar saya sambil mengusap air matanya.

"I was wondering if I could go to Bandung, It seemed great. I wanted to meet our relatives there But, I couldn't leave Mom here"ucap Lieve

Saya mengangguk-angguk. "Makasih sudah menjaga mama selama ini, Lieve. Kamu adalah gadis yang kuat. Kamu bahkan bisa bertahan disini, menjaga keadaan mama dengan kondisi buruk seperti itu. Kamu mengingatkan saya pada seseorang sahabat saya"ujar saya kepada Lieve

"Oh, ya? Siapa Dia ?"tanyanya

"Dia sama sepertimu, Di Bandung dulu, dia juga sangat sabar merawat Ayahnya yang kondisinya lebih buruk dari mama. Bahkan dia sempat tidak di anggap anak Oleh ayahnya. Sekarang dia belajar di sini juga. Dia belajar arsitektur"balas saya

Kami berdua kemudian melanjutkan perjalanan menyusuri Kota Leiden dengan bersepeda. Kami melewati gedung-gedung pencakar langit yanh sangat Indah. Bahkan kami melihat banyak pohon yang sudah tidak di tumbuhi dedaunan. Namun, pohon itu malah lebih terkesan unik dan cantik. Saat matahari mulai tinggi, kami mampir di cafeteria.

Kami mengambil tempat di sisi jendela kaca yang lebar. Dari sini, kami bisa mengamati pemandangan di luar dengan jelas. Para pesepeda yang memadati jalanan, pohon-pohon yang serangga oleh musim, dan wajah-wajah bersemangat mahasiswa dari berbagai belahan penjuru dunia.

Kami memesan sandwich dan teh hangat. Saya menikmati makanan itu sambil mendengar omelan Lieve tentang cuaca buruk. Suara Lieve hanya terdengar samar-samar. Mata saya memandang jauh ke suasana di luar. Saat itulah, saya melihat seorang gadis dengan sebuah drafting tube menggantung di lengannya, tengah melintas dengan sepeda Batavus. Saya mengulum senyum kecil.

Untunglah dia baik-baik saja. Kami belum pernah bertemu lagi sejak terakhir kali berpisah di apartement Tante warsih. Tapi, justru di saat yang tidak terduga dan aneh seperti siang ini, dia kemudian muncul kembali.

Saya Dan Lieve akhirnya memutuskan untuk segera pulang, Di karenakan matahari sudah mulai membenamkan dirinya. Lagi pula, tidak baik bila malam-malam kami masih berada di luar. Bahkan suhu saat ini sudah mulai mencapai empat minus derajat celcius!.

🦂🦂🦂













Yeshh bisa update nih..

Btw maaf ya chapternya cuma dikit doang isinya.

Siapa si gadis yang tadi naik sepeda?

Oh iyaa buat kalian semua silahkan berbuka puasa. Semoga besok puasanya bisa lancar yaaa...


Thank you

17:50

ALETHA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang