Setelah perjalanan singkat menyusuri jalanan kota ini, Bu Warsih memarkir mobil di depan gedung kantor pos. Bu Warsih pun memintaku mengangkat kardus cokelat di bangku belakang mobil. Kardus itu lumayan besar dan dibungkus rapi oleh Bu Warsih sendiri. Beliau memintaku hati-hati waktu membawanya. Isinya adalah perlengkapan dapur dan barang-barang pecah belah.
Kami berdua berjalan ke bangunan itu. Bu Warsih mengantri sendiri di loket dan beliau memintaku di luar sambil beli makanan ringan. Aku memilih membeli patat alias kentang goreng. Di sini, kentang goreng sepertinya merupakan makanan wajid ada dan selalu tersedia di mana-mana. Selain ada di daftar menu restoran, patat juga banyak dijual di kios makanan.
Aku berjalan menuju penjual patat di dalam mobil. Patat di tempat itu di goreng dua kali, jadi membuatnya lebih berlemak dan entah kenapa orang-orang lebih suka membeli makanan tak sehat begitu. Mungkin lebih gurih.
"Patat satu bungkus"ujarku pada perempuan penjual yang bercelemek hitam.
Patat yang dijual belanda sepertinya halnya di Belgia, negara sebelah, disajikan dalam wadah berbentuk kerucut, namanya driehoekzakje. Konon yang menemukan wadah itu adalah orang flemings yang asalnya dari negara sebelah pula, orang Belgia.
Aku membeli sebungkus patat oorlog, kentang goreng dengan saus mayones dan saus sate. Saus sate itu memang terinspirasi dari saus kacang buatan Indonesia. Karena Belanda dan Indonesia adalah dua negara yang pernah berperang, patat bersaus sate itu pun dinamakan patat oorlog. Ternyata bisa juga negara-negara ini berduet membuat makanan kombinasi.
Setelah membayar, aku pun melongok Bu warsih yang tampak menunggu di depan pagar. Beliau siap mengajakku makanan di resto kecil di sebelah kantor pos. Disana, Bu warsih memesankan makanan yang menurut beliau enak. Beliau berani jamin aku akan suka dengan makanan khas Belanda yang beliau pesan itu. Ada stamppot, ikan herring, dan panenkoeken. Semuanya Bu Warsih yang mentraktir. Saat pelayan tiba mengantar makanan, ada makanan yang membuatku lega dan ada pula yang membuatku cukup kaget.
"Ini namanya stamppot. Ini dia makanan khas Belanda, Nak"
Bu Warsih menunjuk makanan dengan bahan dasar mashed potatoes dengan sayur wortel dan boerenkool. Makanan itu kami santap bersama sosis besar yang biasa di sebut rookworst disini. Oke, untuk makanan itu, aku setuju sekali kalau rasanya enak. Sama seperti makanan kedua panenkoeken.
"Panen artinya wajan. Koeken artinya kue"begitu kata Bu Warsih memberi clue
Dan dengan mudah, aku pun bisa menebak makanan apa itu. "Aku tahu! Artinya pancake kan Buk! "
Benar tebakanku, panenkoeken adalah pancakenya orang Belanda. Kalau lidahku tak salah merasakan, mungkin perbedaanny adalah tidak menggunakan gula sebagai bahan dasar. Cara memakannya yang lazim ditaburi terlebih dahulu dengan suiker poeder atau gula halus. Tapi, sore ini, Bu Warsih meminta lumuran suiker stroop atau sirup gula yang terbuat dari bit dan rasanya sedikit pahit. Perbedaan pancake disini dengan Amerika mungkin sirup yang mereka pakai. Di Amerika terutama Kanada, pancake dilumuri sirup maple yang warnanya mirip madu.
"Buk, kalau ini apa? "Tanya aku keheranan
Aku menunjuk ikan mentah di atas wadah. Menurutku seperti sushi yang ada di Jepang pada umumnya. Namun perbedaan warna ikan dan cara potongannya. Bu Warsih hanya tersenyum sebentar kemudian menyantap ikan herring penuh dengan potongan bawang bombai.
"Buk, makasih ya, sudah mau mentraktir aku. Ibu kenapa baik sekali sama aku, bikin benar-benar heran"candaku.
Aku meneguk segelas cocktail dengan ukuran yang sewajarnya. Minuman itu cukup membantu menghangatkan tubuh di musim gugur.
"Sama-sama, Nak. Yah, Ibu lihat kamu gadis yang baik. Kamu gak segan-segan menemani Ibu mengobrol sampai berjam-jam. Padahal setahu Ibu, anak muda zaman sekarang ini selalu sibuk sama urusan mereka sendiri. Dan mereka paling malas mengobrol sama orang tua karena mereka anggap kolot"cerita Bu Warsih
Aku menggeleng tak setuju. "Bu, sepertinya Ibu salah, aku ini bukan anak baik. Dulu sebelum aku melanjutkan sekolah disini. Aku adalah murid nakal bahkan sering kali terlibat dalam tawuran. Gak kok, Bu. Justru aku suka mengobrol sama orang tua karena bisa mendengar cerita macam-macam, cerita zaman dahulu.seru,seperti mendengar dongeng
.jadi sedikit membantu menambah ilmu sejarah. Lagi pula pemikiran Ibu tidak kolot kok. Bahkan Ibu mau mengajari aku bahasa Belanda. Dan aku sudah menggangap Ibu itu sebagai Ibu kandung aku"UjarkuBu Warsih terseyum. "Ya syukurlah. Ibu harap kamu betah tinggal di rumah, Nak"
Pengalaman menikmati makanan khas Belanda hari ini benar-benar menyenangkan. Hari itu kami masih melanjutkan perjalanan dengan jalan-jalan mengelilingi kota. Kami pulang agak malam dengan membawa sebuah sepeda. Batavus yang Bagus. Sepeda kami ikat di atas atas mobil. Sepeda itulah yang kemudian menemani perjalananku menuju kampus di hari-hari selanjutnya.
🦂🦂🦂
Gak nyangka udah bisa Sampe sejauh ini.
Thank you all
KAMU SEDANG MEMBACA
ALETHA √
Teen FictionFinish Aku cemburu Aku ingin memilikinya kembali Aku menyayangi dia " Ya, itulah yang sebenarnya aku rasakan. Aku tak mungkin bisa berpura-pura lagi. Aku tak bisa berbohong lagi. Aku tak bisa berpura-pura tak membutuhkannya. Sudah sekian lama kami...