Seminggu lalu aku pulang dari rumah sakit. Kondisiku belum pulih total. Tapi, paling tidak, aku sudah bebas dari bau rumah sakit.
Tak ada lagi bau obat menyengat, orang-orang berpakaian serba hijau mint, dan juga tetesan suara infus. Mickho sudah pulang ke Singapura, bersama dengan paman yang pulang ke Jakarta.
Angga juga sudah pulang ke asramanya. Kini, cuma tinggal aku dan Bu Warsih saja. Bu Warsih yang sama sekali tak memiliki hubungan darah denganku, sangat menyayangiku seperti menyayangi anaknya sendiri.
Siang itu, aku sedang menggambar di ruang tamu. Tanganku yang kaku, kupaksa beradaptasi kembali dengan kertas sketsa dan pensil.
Terdengar suara ketukan pintu. Saat kugerakkan kursi roda ke arah pintu, aku menemukan Angga berdiri di sana. Dia tak sendiri. Bersama seorang gadis. Lieve. Gadis itu tersenyum padaku. Gaya berpakaiannya masih semodis saat kami bertemu di restoran dulu. Lieve mengenakan ballon dress dan motorcycle jacket. Paduan boyish sekaligus feminin yang membuat penampilannya menarik.
"Ayo ikut kami jalan keluar," ujar Angga bersemangat.
Aku tercengang, jalan bersama Angga dan Lieve? Buat apa jalan bertiga? Hal itu mungkin akan membuatku jadi pengganggu untuk mereka berdua. Dan sepanjang jalan nanti, mereka akan bicara bahasa Inggris karena Lieve tak bisa berbahasa Indonesia. Atau mereka berdua akan ngobrol pakai bahasa Belanda dan aku akan bengong saja seperti patung.
"Kalian berdua saja. Aku nggak ikut" jawabku
"Nggak boleh menolak. Kita mau merayakan kepulangan kamu, Leth. Ayolah jalan-jalan sebentar, " paksa Angga
"Siapa di bawah, Leth" Bu Warsih berseru dari lantai dua.
"Temanku, Angga. Dia mengajakku pergi" ucapku
"Pakai saja mobil Ibu, Leth!" seru Bu Warsih kemudian. Lalu, Angga meringis.
Aku masih tak setuju ketika Angga mulai mendorong kursi roda menuju teras. Dia mengambil kunci mobil milik Bu Warsih yang ada di atas laci. Dia seolah sudah mengenal Bu Warsih. Dengan lancang, diambilnya kontak mobil itu dan kami benar-benar akan pakai chevrolet milik Bu Warsih.
"Hei, jangan pakai mobil Bu Warsih. Nggak enak sama beliau. Kamu kan nggak kenal beliau" seruku.
Angga membalas dengan senyum jahil. Dia tampak tak peduli. Beberapa detik kemudian Angga sudah membawaku naik ke dalam mobil. Lieve melipat kursi roda dan meletakkannya di dalam.
"Mau ke mana kita?"tanyaku
"Jalan-jalan saja menikmati awal musim semi" balasnya.
Aku cuma bisa menurut. Mobil berjalan membelah siang yang panas, menuju ke Utara. Sepanjang perjalanan, Angga justru mengajakku mengobrol memakai bahasa Indonesia. Sedangkan Lieve tampak tak terlalu peduli. Gadis muda itu sibuk sendiri dengan setting kamera di tangannya.
Beberapa jam kemudian mobil membelah jalan-jalan yang cukup ku kenal. Jalanan ibu kota yang penuh kanal. Amsterdam. Aku tak tahu untuk apa Angga membawaku pergi sampai ke luar kota begini.
"Saya pernah janji untuk mengajakmu liburan ke Amsterdam. Sekarang, saya penuhi janji. Sekaligus untuk mengganti liburan kamu ke Den Haag yang gagal kemarin. Lieve nanti yang akan menunjukkan kita tempat-tempat yang Bagus" ujar Angga
Lieve mendongak karena mendegar namanya disebut.
"Tell us some good place to visit, Lieve" pinta Angga
Lieve mengangguk. Di menyebutkan beberapa nama tempat. Dia berbicara dalam bahasa Belanda yang cepat tentang tempat-tempat itu.
Angga menanggapinya sambil mengangguk-angguk. Angga tak mempedulikanku yang masih merasa ganjil dengan rencana liburan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALETHA √
Teen FictionFinish Aku cemburu Aku ingin memilikinya kembali Aku menyayangi dia " Ya, itulah yang sebenarnya aku rasakan. Aku tak mungkin bisa berpura-pura lagi. Aku tak bisa berbohong lagi. Aku tak bisa berpura-pura tak membutuhkannya. Sudah sekian lama kami...