tiga puluh tiga

426 23 0
                                    

Jangan lupa vote dan koment



























Angga Pov

Saya masih ingat hari pertama datang ke rumah Tante warsih malam itu. Hampir menjelang tengah malam. Untungnya Tante Warsih bersedia menunggu kedatangan saya sampai larut. Beliau tidak sabar bertemu dengan ponakan yang telah lama tidak bertemu karena saya dan keluarga menetap di Bandung. Saya naik tram menuju alamat yang di berikan Oka.

Alamat rumah yang mudah ditemukan karena tak jauh dari Centraal Station. Kalau ada yang tersesat mencari alamat rumah ini, pasti dia kelewat karena tak teliti saja.

Rumah berdinding bata merah itu tak berpagar. Seperti pesan yang sudah saya sampaikan sebelumnya pada Tante Warsih, saya akan tiba malam hari.

Dan benar saja, malam itu saya menemukan seorang perempuan setengah baya duduk dibangku teras, menunggu, perempuan itu mengenakan jaket hitam dan mengenakan selembar syal berwarna merah untuk membalut lehernya.

"Tante Warsih? "Tanya saya dengan bibir gemetar kedinginan

Perempuan itu mengangguk sambil menyongsong kehadiran saya. Beliau tak bertanya siapa saya Tak menanyakan nama saya. Beliau tiba-tiba saja memeluk tubuh saya.

"Kenalkan,Tante. Namaku Angga, ponakan Tante"

Tante Warsih mengangguk-angguk dan mengajak duduk dibangku kayu yang membeku itu.Tanpa disadari air matanya mengalir dan membuat matanya memerah. Rasanya hal ini pun susah saya percaya. Saya tak mau menangis di depan Tante Warsih. Dan memang, hanya kebahagiaan yang saya rasakan saat ini.

"Nak, tante masih ingat. Terakhir kali Tante bertemu denganmu waktu umurmu masih dua tahun. Kamu datang ke Bandung bersama papamu. Sekarang kamu sudah sedewasa ini. Kamu mirip sekali dengan papamu"ujar Tante Warsih

Aku mengangguk walaupun wajah papa tak bisa ku rekam dengan baik. Semenjak kejadian kecelakaan dua tahun lalu kini keluarga saya benar-benar sudah berubah. Tapi, mungkin cuma wajahku yang mirip beliau. Tubuhku lebih diturunkan dari sifat mongoloid daripada kaukasoid.

"Tante menyesal karena nggak bisa merawat kamu dan menjagamu dengan baik"

Saya menggeleng. "Jangan berfikir begitu, Tante. Yang terpenting Tante dan saya bisa menjalani hidup dengan baik. Disini Tante bisa memberi manfaat buat orang lain. Saya senang dan saya sama sekali tidak menyesali masa lalu"

Tante menepuk-nepuk punggung saya. "Masa lalu, sekarang, dan masa depan sudah digariskan oleh yang kuasa. Manusia cukup menjalaninya saja"

"Ya, Tante. Biarlah yang sudah berlalu. Lagi pula, saya ikhlas menerima kenyataan"

"Tante tak pernah sanggup berfikir kalau kamu bisa bertahan sendiri. Tanpa orang tua, tanpa Tante dan Paman! Ujar Tante Warsih sambil meneteskan air mata.

Saya menggeleng. "Nggak masalah tante. Lagi pula di Indonesia saya tinggal bersama teman saya.dan Orang tua beliau juga sangat menyayangi saya"

Hingga larut, saya dan Tante Warsih berbicara berdua di teras depan. Kami berdua berbicara tentang banyak hal yang sudah lewat tanpa bisa kami putar untuk dijalani kembali. Tentu saja, kami harus menahan dingin di teras karena diruang tamu ada seorang gadis Bandung yang meringkuk kedinginan dengan lelapnya.

"Kamu tinggallah di rumah Tante, Nak"pinta Tante Warsih

Saya menggeleng. "Biar temanku saja, Tante. Berikan kamarku buat dia"ujarku sambil menunjuk Aletha yang sedang tertidur

"Tante turut menggeleng pula. "Tante ingin memulai semuanya kembali Nak. Tinggallah bersamaku. Lagi pula, kamu akan tinggal dimana? Besok Rino akan pindah. Kamarnya sudah Tante siapkan untuk kamu tempati"ujar Tante Warsih

"Saya tinggal di asrama yang di fasilitasi fakultas" Terpaksa saya berbohong pada tante. "Kamar yang sudah Tante siapkan itu biarkan ditempati Aletha. Dia belum punya tempat tinggal"

Dengan terpaksa, Tante setuju juga. Beliau mengantarku ke rumah Oki dengan menyetir mobil Chevrolet tuanya. Tenyata Tante bukan seperti orang tua lemah seperti yang saya bayangkan. Beliau bahkan bisa mengebut dan open minded dengan hal-hal Baru. Ataukah mungkin karena terpengaruh budaya Eropa ?Entahlah, yang jelas saya benar-benar tak menyangka memiliki Tante sebaik beliau.

Kami berhenti di depan rumah kontrakan milik Oki, rumah berpagar rendah dan bertaman tulip. Penghuni rumah ini memang sebagian wanita dari berbagai macam negara. Beberapa lagi laki-laki dominasi Asia. Tentu saja, para wanita yang merawat tulip itu, bukan para yang lebih suka tidur atau keluyuran.

Sebelum keluar dari mobil, saya cepat-cepat melepas mantel.

"Tante tolong berikan ini untuk Aletha. Sepertinya dia belum menyiapkan pakaian musim dingin"saya tahu, cuaca di luar sedang tidak bersahabat.

Tante menerima mantel cokelat itu. "Kamu punya yang lain memangnya? Tanya Tante Warsih

Saya asal mengangguk. Saya peluk Tante sekilas seraya melangkahkan kaki memasuki pagar. Sebelum pergi, Tante melongokkan kepala lewat jendela mobil.

"Sampaikan salam Tante sama Oki"ujar Tante Warsih

Saya mengangguk. Mobil tua Tante mulai menghilang di persimpangan jalan.

🦂🦂🦂








Makasih buat kalian semua yang masih terus pantengin cerita Aletha. Pokoknya buat kalian semua



Thank youu♥♥♥♥

Btw update malem ada yang baca gak sih?
Koment dong yang masih baca cerita ini

ALETHA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang