chap 17

2.7K 222 26
                                    

Tanpa pikir panjang Jungkook langsung lari tunggang langgang menghiraukan teriakan kasir dan melupakan belanjaannya yang belum diambil juga dibayar.
.
.
.

Happy reading

"Ambil sampel darahnya dan bawa ke laboratorium." Dokter itu mentitah salah satu perawat setelah berhasil mengembalikan detak jantung Yoongi setelah satu jam berjuang.

.
.
.

Pemuda itu hanya terdiam menunduk, sudah tak terhitung lagi berapa tetes kristal bening yang jatuh membasahi lantai dingin koridor itu.

Hatinya sakit. Sakit karena gagal menjaga apa yang sudah dipercayakan padanya juga sakit karena sedari tadi yang ia dengar hanya makian, tuduhan juga kata-kata yang tepat menghujam hatinya.

"Kau ini bodoh atau apa huh, kau meninggalkan hyung mu sendirian? Kalau terjadi sesuatu yang buruk bagaimana, Eomma tak akan sanggup hidup lagi Jungkook hiks ... hiks ... hiks aaaarrggghh." Hana meraung kesetanan setelah memaki putra bungsunya.

Jungkook langsung mengangkat wajahnya saat kalimat terakhir keluar dari mulut ibunya. Sebegitunya kah ibunya takut kehilangan kakaknya? Sampai ia tega memaki dan mengatainya, bodoh?

Oh tolong jangan ingatkan padanya berapa kali ia mendapat makian serupa saat sesuatu terjadi pada kakaknya sejak dulu. Jungkook memang yang paling dekat dengan Yoongi, jadi hampir sepertiga hidup Yoongi dilalui bersama Jungkook. Di mana ada Yoongi besar kemungkinan ada Jungkook pula.

Jadi saat sesuatu terjadi pada Yoongi tentulah Jungkook ada di sekitarnya dan ya, Jungkook selalu menjadi yang disalahkan. Selama ini Jungkook diam karena ia juga merasa bersalah. Apa yang terjadi pada Yoongi selama ini memang imbas dari perbuatannya di masa lampau. Tapi perlukah semua orang menyalahkannya? Jungkook bukan malaikat yang tak pernah berbuat kesalahan juga tak mengetahui jalan cerita yang Tuhan tulis, bahkan malaikat saja tak tahu skenarionya.

"Nyonya, putra anda sudah berhasil melewati masa kritisnya, tadi ia sempat henti jantung." Hana lunglai, rasanya kakinya lemas seperti jelly. Apa yang dokter itu katakan, putra kesayangannya hampir mati? Hana sudah tak sanggup mengeluarkan suaranya lagi.

Jungkook yang mendengarnya pun mundur dengan perlahan. Tak menyangka hanya karena sedikit kecerobohannya meninggalkan Yoongi, kakaknya itu sampai nyaris merenggang nyawa. Lantas ia balikkan badanya dan berlari cepat. Ia sungguh takut, rasanya ingin pergi sejauh-jauhnya agar tak diadili nantinya. Pengecut, begitu pikirnya, Jungkook seorang pengecut.

Geumjae tak ambil pusing dengan adik bungsunya, sekarang fokusnya hanya pada kondisi Yoongi.

"Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"

"Kita hanya perlu menunggunya sadar entah sampai kapan saya belum bisa memastikan. Saya mencurigai ada sesuatu yang terjadi pada tubuh adik anda, saya sudah mengambil sampel darahnya dan nanti akan saya beri tahu hasilnya. Saya permisi."

.....

Batu itu memantul beberapa kali di permukaan sampai akhirnya tenggelam tertelan arus sungai.

Pelaku pelemparan itu--Jungkook-- tengah duduk di tepi sungai bergelung dalam pikirannya sendiri. Satu kesalahan yang ia buat tapi kenapa ia harus menanggung selama hidupnya.

"Mereka tak adil," gumamnya. Batu-batu kecil di sekitarnya sudah mulai habis hanya tinggal satu buah batu dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan batu-batu yang ia lempar tadi.

Jungkook berdiri menggenggam erat batu itu, ia angkat tangannya kebelakang bersiap untuk melemparnya lebih jauh lagi.

"Aaaarrrghgh aku benci Yoongi hyung," teriaknya lantang. Dadanya naik turun merasakan nafasnya yang entah sangat sulit untuk menembus paru-parunya. Ia sesak, sakit sungguh sakit. Entah mengapa bersamaan dengan ucapannya itu sepasang netranya berlomba-lomba mengusir cairan bening yang bersarang di sana hingga berjatuhan.

[ END ] Just Minute ( MinYoongi  X JeonJungkook Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang