SEQUEL

3.4K 208 32
                                    

2 Tahun kemudian

Senja kian merajai langit bak tirai yang mulai menggelung menutup hari. Seorang pemuda nampak asik dengan dunianya sendiri, hirau akan suara burung yang berseru bersama kawanannya untuk segera pulang ketempat di mana mereka beristirahat. Ah ... seharusnya pemuda itu pun melakukan demikian.

Ia lepas salah satu benda kecil yang menyumpal telinganya saat samar-samar suara yang amat ia kenali masuk ke dalam celah telinganya.

"Ada apa?" Pemuda itu bertanya dengan nada datarnya. Sedang pemuda lain yang tadi memanggilnya hanya memasang cengiran bodohnya.

"Hehehe, aku lapar, ayo kita beli makanan. Kudengar di ujung jalan sana ada kedai ramyun yang baru buka," timpalnya.

Jungkook, pemuda yang diajak itupun hanya mendengus lalu mau tak mau mulai beranjak dari duduknya. Tak ada guna pula menolak ajakan sahabat yang baru menyandang gelar itu setahun belakangan, karena ia tahu sekeras apapun menolak, Yeonjun akan tetap punya berbagai cara untuk membujuknya.

"Bwagaimwana, enwak tidwak?" tanya Yeonjun dengan mulut penuh mie berkuah pedas itu.

"Aish ... telan dulu makananmu, ini perih, arggghhh." Jungkook segera meraih tisu di atas meja, menggosok matanya yang tadi terciprat sedikit kuah ramyun dari mulut sahabatnya.

"Maafkan aku Kook, sini biar ku bantu." Jungkook menepis tangan Yeonjun yang mencoba meraih tisu di tangannya. Ia segera beranjak pergi ke toilet, rasa perihnya sungguh menyiksa.

Jungkook berjalan sedikit terburu sambil menutup satu matanya yang masih terasa sangat perih.

Brukk


"A-ah ... maafkan aku." Jungkook membungkuk beberapa kali karena tak sengaja telah menabrak seseorang yang baru saja keluar dari dalam toilet.

"Tidak masalah." Jungkook mendongak untuk melihat orang yang sudah ditabraknya. Tiba-tiba saja jantungnya seperti dipacu lebih cepat, ia merasakan sesak  yang menghimpit dadanya.

'Tidak, ini tidak mungkin, aku harus segera mencuci mataku, ini pasti salah' Batinnya berseru karena sungguh apa yang dilihatnya tak mampu ia nalar sama sekali.

Jungkook segera bergegas menuju westafel, mencuci wajahnya terutama di bagian mata dengan cepat, berharap setelah ini matanya sudah bisa berfungsi dengan normal dan ia masih bisa mengejar orang yang ia tabrak tadi.









.....

Tubuhnya mematung, melihat seseorang yang duduk dengan atensi penuh pada semangkuk ramyun di hadapannya.

"Aku merindukanmu Yeonjun." Satu titik air bening meleleh dari ujung mata sipitnya, ia segera menyapunya dan segera bertolak dari sana, ia tak ingin Yeonjun menyadari keberadaannya.

"Haah hah, dimana dia?" Mata Jungkook berpendar, menyapu setiap sudut berharap seseorang yang ia cari tadi masih berada disini.

"HEY KOOK!" Yeonjun melambai-lambaikan tangannya seperti menunjukkan posisinya pada Jungkook. Jungkook kembali berdecak, sahabatnya itu memang sungguh memalukan, baru tujuh menit ia tinggal mana mungkin ia lupa posisi.

"Hey ada apa dengan wajahmu? Oh astaga apa jangan-jangan kuah yang tadi mengenai wajahmu itu beracun ya sampai wajahmu jadi jelek begitu?"

Pletakk

"Aww,  kenapa kau memukulku?"

"Kau bisa dituntut atas pencemaran nama baik." Lagi, sahabatnya itu hanya akan memberinya cengiran bodoh andalannya. Ia jadi ragu untuk bercerita akan apa yang baru saja ia lihat beberapa menit yang lalu.




.....





"Aku pulang." Tidak ada sahutan, Jungkook melangkahkan kakinya dengan malas menuju kamar, jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Mobil Geumjae belum ada di garasi, itu artinya ia belum pulang dari restoran.

Sejak kepergian Yoongi, Geumjae yang mengambil alih kepemimpinan di restoran, mimpinya untuk menjadi musisi atau produser seperti yang disarankan Yoongi dulu harus kembali ia telan karena suatu hal.

Jungkook berhenti sejenak di depan pintu kamar orang tuanya, sayup-sayup ia bisa mendengar ibunya yang tengah berbicara pada sang ayah, dengan gerakan pelan ia menyentuh gagang pintu itu, memutarnya pelan dan mendorong sedikit pintu itu agar memberinya sedikit celah untuk melihat apa yang tengah terjadi didalam sana.

"Yeobo, ambilkan minyak telon di dalam laci, sepertinya mereka kedinginan, yang ini sudah habis." Hana menggoyang-goyangkan botol minyak telon yang sudah habis isinya.

Jungho hanya bergeming, bukan tak mau melaksanakan perintah istrinya, hanya saja ia bingung apakah akan terus ia ikuti kemauan istrinya itu atau bertindak lebih tegas lagi.

"Jungho, kau tak memdengarku?" Jika sudah memanggil nama seperti itu artinya Hana sudah kesal dibuatnya, Jungho sedikit tersentak dan dengan berat hati membuka laci di sampingnya untuk mengambil sebuah botol minyak telon baru dan diberikannya pada Hana.

"Yeobo,  berhentilah. Mereka itu bukan--" Belum sempat ia selesai bicara, Hana segera memotongnya dengan ucapan yang sarat akan emosi walau tanpa berteriak sekalipun.

"Sekali lagi kau katakan hal itu, aku tak segan untuk membawa mereka pergi dari sini." Bungkam, Jungho telak tak punya jawaban lebih untuk menentang istrinya, ia tak ingin jika Hana benar-benar melakukan apa yang ia ancamkan selama ini.

Jungkook yang menyaksikan semua itu dari balik pintu yang sedikit terbuka itu tak lagi mampu membendung tangis. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menutup mulutnya agar isakan itu tak keluar sekarang.








"Eomma kembilah."

[ END ] Just Minute ( MinYoongi  X JeonJungkook Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang