Jumat pagi, sedikit berbeda dari biasa di lantai dasar perusahan Faeza Group.
Banyak karyawan karyawati berkumpul di depan meja resepsionis. Dengan ragu-ragu namun penuh keingin tahuan, Nisa melangkah mendekati arah kerumunan."Assalamualaykum, Sal!" Sapa Nisa sambil merapihkan kerudung.
"Waalaykumussalam, Nis. Tumben baru dateng?"
"Iya, ngomong-ngomong ini ada apa kok ndak pada langsung kerja?" Nisa mengernyitkan dahi menatap Salma serius.
"Sekretaris Pak Ray tadi pesen, katanya pagi ini ada yang mau disampein sama bos."
"Pak Rayhan mau nyampein sesuatu maksudnya?"
Salma mengangguk. Nisa mengangguk paham.
Tidak lama kemudian, mobil Rayhan tiba tepat di depan halaman kantor. Spontan mereka merapihkan baju dan dandanan masing-masing juga posisi berdiri.Ketika Rayhan mulai memasukki ruangan, "Selamat pagi, Pak!" sapa mereka serempak.
Rayhan hanya tersenyum tipis tanpa membalas sapaan.
"Huh, bos yang ini tuh Nis aku ampe lupa lho suaranya kayak apa. Pelit suara." Bisik Salma.
Tanpa menjawab, Nisa memberi kode dengan menempelkan jari telunjuk di bibir agar Salma diam.
"Hmm kamu juga sama aja kayak dia, diajak ngomong ga mau-
Nisa mengulangi kodenya lagi sebelum Salma selesai berbicara.
"Assalamualaykum, selamat pagi semua!" Sapa Rayhan tanpa ekspresi.
"Waalaykumussalam, selamat pagi Pak." Mereka serempak.
"To the piont aja ya, mulai hari Senin besok, khusus untuk karyawati muslim wajib mengenakan pakaian muslimahnya, berhijab. Tidak ada rok mini, tidak ada rambut pirang, tidak ada heels, tidak ada alasan protes, dan tidak menerima pertanyaan. Sekian. Wassalamualaykum warohmatullah."
"Waalaykumussalam warohmatulloh." Nisa satu-satunya yang menjawab salam Rayhan karena yang lain sibuk berbisik pelan dengan teman yang berdiri di sebelahnya mempertanyakan peraturan baru Faeza Group yang dibuat oleh Rayhan.
Rayhan berlalu setelah beberapa detik menatap Nisa datar.
***Arloji di tangan Nisa menunjukkan pukul 16:30, setengah jam lagi menunggu waktu pulang tapi kerjaannya sudah beres. Ia mematikan komputer, menyandarkan punggung ke kursi, memeluk tas jinjing di pangkuan. Tersenyum mengingat lantunan surah pendek imam sholat maghrib, teringat candaan ibunya tentang calon menantu, lalu teringat kembali pada pemuda Masjid Agung Kiai Ma'sum.
"Hayoo, ngelamunin apa?" Nada bicara Salma sedikit keras sehingga mengagetkan Nisa, refleks ia memukulkan tas ke arah salma duduk.
"Eh Nis, Pak Ray itu pemaksaan banget sih. Apa coba maksudnya peraturan baru itu?" Salma merapatkan kursinya dekat Nisa.
"Alhamdulillah dong Sal, pemimpin kita peduli sama kita."
"Ya kamu mah enak udah dari bayi pake kerudung, kalo yang ga biasa gimana? Suka aneh deh sama pemikiran anak pak dirut."
"Ya menurutku Pak Rayhan sudah bener Sal. Dia menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Kalo dalam islam, pemimpin itu kan bakalan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak atas apa yang dipimpin. Jadi karena Pak Rayhan muslim, dia harus memastikan orang-orang yang dia pimpin mentaati perintah Allah. Ya, salah satunya hijab ini. Ini kan perintah Allah untuk perempuan muslim yang sudah baligh. Bukanya, itu kebijakan yang sangat baik?"
Prok prok prok Salma bertepuk tangan mendengar jawaban Nisa seraya berkata, "betuul Ustadzah Nisa. Pemimpin rumah tangga idaman ini mah."
"Ngawur!" Nisa memukul lengan Salma pelan.
![](https://img.wattpad.com/cover/188085543-288-k639722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Masjid Agung Kiai Ma'sum
General Fiction"Jatuh cinta adalah fitrah, menikah adalah taqdir. Jodoh sudah ditentukan. Tapi bisakah diubah? Menjadi jatuh cinta kepada jodoh, atau berjodoh dengan yang kita jatuh cintai. Bisakah?"