Sabtu pagi, lalu lintas kota Semarang terlihat lengang. Polusi udara belum terlalu menyesakkan dada.
Nisa dan Salma berjalan beriringan memasuki konter-konter pakaian wanita dan jilbab di pasar yang terletak di pusat kota. Tidak terlalu padat, namun pembeli masih terlihat berdatangan, juga saling mengunjungi konter silih berganti.
"Nis, lima pasang dulu cukup kali ya? Senin Selasa Rabu Kamis Jumat, pas." sambil mengibaskan poni yang mengganggu mata.
"Sabtu Minggu?" Nisa mengernyitkan dahi?
"Kan libur ukhty Nisa!" berjalan menuju pintu keluar.
"Berarti pakai hijabnya hari kerja aja?"
"Mmm ya kan belajar dulu, nanti kalo nyaman aku pake terus."
"Ya Allah semoga Salma nyaman pakai hijab agar bisa istiqomah mentaati perintahMu, aamiin." Nisa menengadahkan tangan berdoa.
"Apaan coba?" Salma menyenggol lengan Nisa kesal.
"Didoakan baik bukannya diaamiinin malah kesel." Timpal Nisa.
"Oh iya, aamiin aamiin."
"Aku mau mampir konter buku bekas di sana, mau ikut apa pulang duluan?" Nisa menunjuk ke arah stand buku yang cukup besar. Dikerumuni banyak pelajar dan juga orang-orang dewasa.
"Afwan ya Nisa, aku mesti cepet-cepet pulang." Salma memasang muka melas.
"Ndak masalah Sal. Yaudah hati-hati pulangnya."
"Ashiiaap, assalamualaykum." Salma berpamitan.
"Waalaykumussalam warohmatulloh." Nisa menjawab.
***Ruangan persegi empat bercat cream, standing rak menutupi setiap sudut dinding. Berbagai jenis buku tertata rapih, dipisahkan setiap genre nya. Di flooran yang terletak tepat di tengah ruangan terpajang buku-buku dengan potongan harga. Tak lupa, ada meja kasir di sudut ruangan dekat jalan masuk.
Nisa menghampiri salah satu rak kumpulan buku islam yang selfing keduanya bertema pernikahan.
Menentukan Jodoh dengan Istikhoroh
Buku bersampul coklat, tak terlalu tebal tapi cukup menyita perhatian Nisa. Dia mengambil lalu membaca sinopsisnya. Merasa tertarik, Nisa langsung ke kasir, melakukan pembayaran lalu meninggalkan konter buku hendak pulang.
Jarak pasar dengan rumah Nisa lumayan jauh, ia membutuhkan kendaraan umum untuk sampai lebih cepat.
Nisa celingukan harap-harap cemas agar segera melintas di hadapannya angkutan umum menuju rumah. Beberapa menit menunggu tak kunjung bertemu angkutan umum, Nisa memilih berjalan menuju pangkalan ojek yang ada di ujung jalan."Assalamualaykum."
Nisa kaget ketika menoleh ke arah kanan, ia dapati pemuda Masjid Agung turun dari sepeda onthelnya untuk menyapa."Wa-waalaykumussalam warohmarulloh." Sambil merapihkan jilbabnya yang tidak berantakan sama sekali. Gugup.
Pemuda di sampingnya mempersilakan Nisa melanjutkan perjalanan, ia mengikut berjalan di samping Nisa sambil menuntun sepeda.
"Afwan, kalo ndak salah sampeyan sering berkunjung sholat maghrib ke Masjid Kiai Ma'sum?" Menatap Nisa sejenak lalu beralih kembali menatap jalanan.
"I-iya, ndak salah kok." Nisa masih gugup.
"Seharusnya memang ndak salah." Tersenyum simpul dengan pandangan lurus ke depan.
"Ha?" Nisa menatap ke arah pemuda di sampingnya. Hanya sekejab karena beberapa detik kemudian pandangan pemuda itu beralih ke Nisa.
Sambil tersenyum, "karena jamaah perempuan di sana tidak seberapa. Bisa dihitung jari, sampeyan termasuk yang rutin."
![](https://img.wattpad.com/cover/188085543-288-k639722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Masjid Agung Kiai Ma'sum
General Fiction"Jatuh cinta adalah fitrah, menikah adalah taqdir. Jodoh sudah ditentukan. Tapi bisakah diubah? Menjadi jatuh cinta kepada jodoh, atau berjodoh dengan yang kita jatuh cintai. Bisakah?"