Waktu demi waktu berlalu, hari demi hari berganti tak mempedulikan seberapa hancurnya batin Nisa, bumi tetap terus berputar, ia masih harus melanjutkan hidup. Masa bergulir maju, tak mungkin bisa mundur ke belakang.
Setiap pagi ia membuka mata, berjalan cepat menuruni tangga membuka pintu utama. Tak ada apapun yang menyambutnya, selain beberapa bunga menghiasi halaman rumah yang begitu luas. Enam bulan berlalu semenjak kepergian Rayhan, mana mungkin dia akan tiba-tiba datang.
Nisa melenguh, mengusap wajah, membatin dalam hati, "sampeyan benar-benar ndak kembali Mas. Udah bahagia di sana ya?"
Selama enam bulan, Nisa disibukkan dengan bekerja keras bersama Pak Rama untuk melanjutkan projek besar Rayhan di Faeza. Projek saffron kashmir yang saat ini sudah maju pesat dan menjadi icon di perusahaan. Faeza juga telah melebarkan sayap, mendistribusikan produknya ke beberapa negara seperti Malaysia, Brunei, Singapore, Turki, Pakistan, Mesir.
Dengan ilmu-ilmu dasar yang ia peroleh dari hasil rajin menemani Rayhan bekerja, Nisa berhasil menjadi penerus yang cukup disegani oleh karyawan-karyawannya. Tapi karena Pak Rama tak ingin membebani Nisa seberat ia membebankan perkembangan Faeza di pundak Rayhan, maka Pak Rama pun meminta Wira untuk selalu siaga membantu pekerjaan Nisa.
Tak lupa, Nisa juga minta Pak Rama mengajarinya menyetir mobil sendiri, karena tidak ingin membuat Pak Rama repot dengan mengantar jemput tiap hari.
Keluarga besar mereka mengira kesibukan yang mengalihkan dunia Nisa selama ini sudah membuat kesedihan hatinya tentang kepergian Rayhan mulai sirna. Padahal kenyataannya, jauh dalam hati Nisa ia masih menganggap bahwa kejadian memilukan itu hanya mimpi, dan suatu hari Rayhan akan kembali, mengetuk pintu, lalu menawarkan pelukan hangat pelepas rindu.
Hanya ilusi itulah alasannya selama ini dia masih tetap tersenyum dan terus menjalani hari. Sampai ketika sinar di matanya meredup, ketika ia mengusap perutnya. Menyadari bahwa kehamilannya nyata. Dan itu berarti kepergian Rayhan bukan sekedar mimpi. Bukan sekedar mimpi. Bukan sekedar mimpi.
"Nisa!"
"Iya Bu!" Ia pasang senyum terindah menjawab sapaan Bu Marni.
"Sarapan dulu!"
Nisa mengangguk, menurut perintah Bu Marni."Ndak usah ngantor hari ini, kan jadwal cek kandungan."
"Ndak bisa Bu, lagi banyak pertemuan penting. Ibu ndak usah khawatir, nanti Nisa bikin janji sama dokter agak sorean setelah kerjaan beres."
"Kamu ndak boleh cape-cape Nduk!" Mengusap-usap kepala Nisa lembut.
"Masalah itu juga ibu tenang aja. Ada Mas Wira yang bantuin Nisa."
Bu Marni mengangguk-angguk. Ia tak mau lagi membantah keinginan Nisa.
"Ya udah, Nisa berangkat dulu ya, Bu. Jangan lupa minum saffronnya, kalo ada apa-apa minta bantuan simbok aja!"
"Iya."
"Assalamu'alaykum warohmatullah, Buk!"
"Wa'alaykumussalam. Hati-hati bawa mobilnya."
"Iya. Nisa udah jago kok!"
***Di ruang kerja, Nisa melamun menatapi lukisan dirinya dan Rayhan yang masih terletak di tempat pertama ia berada sambil mengusap-usap perutnya yang mulai membesar. Usia kandungannya sudah tujuh bulan. Matanya berkaca-kaca.
"Kalau sudah besar nanti, kamu yang harus duduk di sini ya, Nak!" Air matanya menetes perlahan.
***"Nisa belum sepenuhnya sembuh dari trauma dan luka kehilangan, Bah! Kalaupun banyak orang melihat dia selalu tersenyum, itu hanya pura-pura aja. Banyak kesedihan menggenang di matanya. Sedih yang teramat dalam."
![](https://img.wattpad.com/cover/188085543-288-k639722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Masjid Agung Kiai Ma'sum
Художественная проза"Jatuh cinta adalah fitrah, menikah adalah taqdir. Jodoh sudah ditentukan. Tapi bisakah diubah? Menjadi jatuh cinta kepada jodoh, atau berjodoh dengan yang kita jatuh cintai. Bisakah?"