Trauma

817 85 11
                                    

Sudah 2 hari sejak Adrian melihat adegan di ruangan BEM yang menggores hatinya. Bahkan kini Adrian berusaha untuk menghindari Feyya. Berusaha untuk tidak berpapasan dengan gadis itu. Karena setiap ia melihat gadis itu. Kepalanya kembali memutar adegan itu kembali.

Walaupun begitu rasa yang ia miliki kepada Feyya tidaklah berkurang. Hanya saja kepercayaan dirinya menurun dengan drastis. Jika saja ia mempunyai sifat Arvin yang bisa approach siapapun tanpa merasa malu. Jika menyebut nama itu rasanya ingin sekali ia meninju wajahnya. Setelah hari itu ia jarang sekali melihat Arvin berada di dekat Feyya. Tidak seperti hari-hari sebelumnya dimana Arvin kerap kali membuntuti Feyya dimanapun Feyya berada.

Itu juga membuat Adrian bertanya-tanya apakah hubungan mereka tidak berjalan lancar atau bahkan semakin lancar setelah hari itu.

Adrian baru saja selesai dengan mata kuliahnya. Tepat dosen keluar dari kelasnya, ia dengan segera pergi menuju lapangan, ia enggan untuk berpas-pasan dengan Feyya lagipula hari ini ada latihan basket dan juga klub melukis.

Klub melukis mengadakan pertemuan seminggu 2 kali. Sementara klub basket seminggu 3 kali. Dari jadwal pertemuan itu ada dimana hari yang berbentrokkan yaitu hari ini. Mengingat kejadian hari sabtu kemarin Adrian sedang berpikir apakah ia harus keluar dari klub melukis. Karena menurutnya itu percuma saja....

Adrian memasuki ruangan klub basket untuk mengganti pakaiannya. Disana ia melihat Arvin yang sudah memakai seragam basketnya.

"Yo Ian." sapa Arvin sambil mengikat tali sepatunya. Adrian hanya membalasnya dengan gumaman.

"Hmm."

"Kenapa lo? Lagi gak mood?"

"Ah engga kok. Gak apa-apa."

Arvin mengangkat kepalanya dan menatap Adrian yang kini tengah membuka bajunya dan memakai seragam basketnya. Ia mengambil bola basket sebelum beranjak dari duduknya.

"Yaudah.. gue duluan ya bro." Arvin menepuk pundak Adrian. "Oh iya, pas rapat lo kenapa pulang tiba-tiba?"

Adrian menghentikan aktivitas mengikat sepatunya. Ia sebentar berpikir alasan apa yang cocok untuk itu. "Gue gak enak badan." bohongnya.

Arvin menganggukkan kepalanya. "Ohh gue kira kenapa. Bang Damian juga bingung soalnya tiba-tiba lo ngasih minuman ke dia."

"Ya gue gak enak badan. Jadi pengen cepet-cepet pulang."

"Sekarang lo gak apa-apa buat latihan?"

"Udah gak apa-apa kok."

"Ok lah."

"Hm."

Adrian menatap punggung Arvin yang menjauh. Rasanya ia ingin menanyakan sesuatu yang sangat membuatnya penasaran.

Gimana hubungan lo sama Feyya?

Namun, bibirnya kelu untuk mengeluarkan pertanyaan itu. Adrian menghela napasnya dan beranjak dari duduknya. Semoga dengan dia mengikuti latihan basket, dia bisa melupakan Feyya sejenak dari kepalanya. Setelah tidak bertatap muka dengan gadis itu selama 2 hari. Dengan berharap dia bisa perlahan melupakan perasaannya kepada gadis itu. Semogaㅡ..

****

Feyya menatap sekeliling ruangan klub melukis. Ia lagi-lagi tidak melihat pria itu. Feyya sempat melihat pria itu di kelas. Tetapi ketika ia ingin mengajaknya pergi ke klub bersama, ia sudah tidak menemukan pria itu. Begitupula dengan hari sabtu yang lalu ketika rapat BEM. Dengan tiba-tiba pria itu pulang begitu saja.

Feyya mulai mengambil pensilnya. Hari ini Kak Wina sebagai ketua klub hadir dalam pertemuan kali ini. Kak Wina memulai kegiatan klub dengan menggambar sketch sebuah patung yang berada diatas meja tengah.

Shoot Me StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang