Restu

767 105 15
                                        

"Aku ada salah ya?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir gadis yang tengah menatap dirinya dengan tasa takut.

Adrian yang melihat itu hanya mengehela napasnya, ia tidak tahu harus dari mana ia berbicara tentang ini. Adrian membasahi bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Iya, lo ada salah." Jawabnya.

Feyya terlihat tidak begitu terkejut, karena ia tahu dia lah alasan kenapa pria itu terlihat kesal seperti sekarang.

"Aku ada salah apa Ian?" Tanya Feyya dengan suara yang lebih pelan.

Tatapan Adrian melembut pada gadisnya itu. Adrian tidak menjawab pertanyaan Feyya, melainkan menyodorkan tangannya pada gadis itu.

Feyya melihat tangan Adrian lalu mendongak menatap pria itu. Adrian hanya memberikan sinyal untuk Feyya agar menggenggam tangannya. Tanpa ragu Feyya menggenggam tangan Adrian.

Pria itu mengeratkan genggamanya pada tangan Feyya. "Kita pulang dulu aja, udah malam." Adrian menarik gadisnya menuju mobil yang terparkir 30 meter dari tempat Feyya berdiri.

Seperti rutinitas pada umumnya. Adrian membukakan pintu untuk Feyya, memasang seatbelt pada gadis itu juga. Sebenarnya banyak pertanyaan yang menumpuk di kepala gadis itu.

Seperti, kenapa Adrian masih berada di kampus padahal tadi dia pulang lebih awal. Lalu, perbuatan apa yang dilakukannya sehingga membuat pria itu kesal, dan banyak lagi.

"Kak Gilang minta tolong gue tadi pagi."

Feyya menoleh melihat Adrian yang tengah memfokuskan penglihatannya pada jalanan.

"Tadi pagi?"

"Iya. Dia bilang gak bisa jemput lo. Jadi, dia minta tolong buat anterin lo."

"Tapi kenapa Kak Gilang gak bilang sama aku?"

"Katanya takut lo kecewa. Dia ikut Papi lo meeting, takut meetingnya belum selesai, jadi dia minta tolong ke gue."

"Dasar Kak Gilang, tinggal bilang aja kok repot." Gumam Feyya. Kening gadis itu berkerut, bibirnya terlihat mengerucut lucu. Feyya tengah merajuk.

Adrian tersenyum melihat itu. Namun, sedetik kemudian ia kembali memasang wajah datar. Tidak seharusnya ia tersenyum dalam keadaan kesal kepada gadis itu.

Jalan Jakarta sore itu sangat macet, terutama jalan menuju rumah Wijaya. Adrian mengetuk-ngetukan jari-jarinya pada setir. Ia tidak memutar lagu apapun atau sekedar menyalakan radio, karena takut Feyya terganggu akan itu.

Adrian melirik Feyya yang tengah memandang keluar jalanan yang macet. Ia ingin sekali menyeplos tentang apa yang ada di hati dan pikirannya. Tetapi, membuka topik itu sangat sulit sekali.

"Jadi, aku ada salah apa?"

"Y-ya?"

Adrian terkejut oleh pertanyaan tiba-tiba dari gadis itu.

"Kalau aku memang ada salah sama kamu, tolong beri tahu aku. Aku gak mau kita berantem karena itu." Feyya terlihat menunduk memainkan jari-jarinya.

Kini Adrian merasa bersalah, walau niat hati marah karena gadis itu mengkhinatinya di belakang. Tetapi, gadis itu selalu bisa meluluhkan emosinya dengan cepat.

"Kenapa lo gak jujur sama gue kalau lo sebenarnya jadian sama Arvin?"

"Hah?" Begitulah reaksi Feyya. Ia menatap Adrian dengan bingung.

Adrian hanya menatap Feyya clueless.

"Jadi, kamu masih berpikir aku sama Arvin pacaran." Ini bukan pertanyaan tapi Adrian menjawab itu dengan anggukan pelan.

Shoot Me StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang