Kesalahan Fatal

958 88 23
                                    

Feyya masih terdiam memegangi bibirnya. Sementara sang pelaku yang mencuri ciuman pertamanya menatap Feyya dengan takut. Feyya benar-benar shock akan kejadian yang barusan terjadi. Adrian memukul kepalanya seraya menggerutu kebodohannya.

Feyya melirik Adrian yang tengah memukul kepalanya sendiri. Tanpa suara apapun Feyya mendorong kursinya kebelakang dan beranjak dari duduknya. Adrian terkesiap menatap Feyya dengan khawatir. Takut-takut gadis itu menampar pipinya atau menendangnya. Namun, semua pikiran Adrian meleset melainkan Feyya berlari keluar ruangan klub saat itu.

"Fey...," panggil Adrian dengan lirih melihat punggung Feyya yang semakin menjauh.

Adrian menghela napasnya. Menundukkan kepalanya, terduduk dengan lesuh. Berniat ingin mendekati gadis kesukaannya itu, tapi karena kebodohan dirinya itu membuat gadis kesukaannya menjauhi dirinya. Sekarang apa yang harus ia lakukan?

Untuk menampakkan wajah di hadapannya saja mungkin Adrian tidak bisa. Memang terdengar cupu.. tapi kesalahan itu adalah kesalahan yang fatal.

*****

Gilang memutar setirnya keluar dari perkarangan kampusnya. Dengan tiba-tiba sahabat adiknya itu menelponnya untuk menjemput adiknya itu, karena mereka tidak bisa pulang bersama. Ghina sudah menelpon Feyya berkali-kali namun tidak diangkat. Begitu juga Gilang, maka dari itu Ghina mengabarkan itu kepada Gilang, khawatir jika adiknya itu kenapa-kenapa seperti waktu itu.

Sebenarnya hari ini ia sibuk di perpustakaan nasional mengerjakan skripsinya. Bagi dia sehari saja tidak mengerjakan skripsinya terasa ada yang aneh entah itu apa. Ia juga merasa sangat lelah dan stress karena Papi mendesaknya untuk segera menyelesaikan kuliahnya itu untuk magang di perusahaan dan mengambil S2 secepatnya.

Gilang melirik adiknya yang tengah termenung menatap jalanan memegang bibirnya. Tadipun Feyya terlihat banyak melamun, diajak berbicarapun hanya menjawab seadanya. Ia khawatir dengan adiknya. Masa iya, adiknya itu kesurupan hantu kampus?

"Ya? Eya?"

Tidak ada jawaban dari Feyya. Gilang menyentuh pundak adiknya itu. Feyya menoleh ke Gilang, matanya terlihat kosong.

"Ya kak?"

"Kamu kenapa? Jangan bikin kakak khawatir."

"Ya kak?"

"Tuh kan!"

Gilang meminggirkan mobilnya lalu memutar tubuhnya menghadap adiknya itu.

"Kamu kenapa? Sakit?"

Feyya yang sepenuhnya tersadar menggelengkan kepalanya. "Gak kok kak.."

"Kok jawabnya gitu? Kenapa? Cerita sama kakak."

Feyya masih menggelengkan kepalanya. Hembusan napas keluar dari bibir Gilang. Ia mengusap kepala Feyya dengan lembut. Sementara adiknya itu menundukkan kepalanya malu. Malu karena kejadian itu terus berputar dikepalanya. Terlebih lagi Gilang yang menyadari ada yang aneh dengan dirinya.

"Yaudah kalau kamu gak apa-apa.. kita dengar lagu aja ya biar kamunya gak ngelamun terus." Gilang menyalakan radio. Melirik adiknya itu yang masih terdiam. Sebenarnya ia masih khawatir namun adiknya ini terlihat tidak ingin diganggu.

Gilang harap adiknya tidak kenapa-kenapa. Semoga tidak ada hal serius yang terjadi.

----------

Adrian berguling-guling di kasurnya seraya menutup wajahnya dengan bantal untuk meredupkan suara teriakannya. Ia terdengar frustasi, kejadian sore itu benar-benar tidak terprediksi. Bukan tidak terprediksi
melainkan sebuah murni sebuah kesalahan.

Shoot Me StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang