Pengakuan

863 82 16
                                    

Suasana kampus hari ini terlihat begitu ramai. Banyak dari mahasiswa yang sedang menyiapkan acara charity yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Mengingat ternyata banyak mahasiswa dari beberapa jurusan, junior maupun senior yang bersedia membuka stand di event charity tersebut.

Adrian mengecek sekumpulan proposal untuk membuka stand yang ia dapatkan dari mahasiswa arsitektur. Ia mengecek tumpukan kertas itu selagi berjalan menuju ruangan BEM. Karena ia harus menyerahkan itu kepada Damian, sang ketua.

"Adrian." sebuah suara memanggil namanya. Adrian menoleh dan mendapatkan Feyya berlari kecil kearahnya lalu menyamai langkah Adrian. Kini gadis itu berjalan berdampingan dengannya.

Seketika Adrian merasakan penyesalan karena tidur lebih awal. Siapa sangka gadis di sampingnya ini mengirim chat kepadanya di jam 10 malam. Biasanya Adrian selalu tertidur diatas jam 12. Tapi entah mengapa semalam ia tertidur lebih cepat.

Ketika mengetahui tadi pagi. Ia ingin sekali membalas chat tersebut namun ia pikir chat itu sudah basi jika ia balas di pagi hari. Jadi dia hanya membiarkannya terbaca tanpa membalasnya.

"eh fey.." sapa Adrian kepada gadis yang ia sukai itu.

Feyya hanya tersenyum simpul. "Mau ke ruangan BEM?" tanya Feyya yang melihat Adrian membawa setumpuk kertas.

"Iya nih. Mau ngasih ini ke Kak Damian." jawabnya. Setelah beberapa detik tidak ada dari mereka yang membuka suara. Mereka hanya berjalan dengan diam.

"Fey."

"Ian."

Mereka terkekeh pelan ketika mereka saling memanggil nama dengan bersamaan.

"Kamu duluan," ucap Feyya.

Sekarang Adrian merasa kikuk dan canggung. Bagaimana dia menanyakan perihal chat itu.

"Anuㅡitu, lo ada apa ya chat gue?" Tanya Adrian pelan. "Soal ya gue semalam udah ketiduran" Adrian tertawa pelan berusaha mencairkan suasana.

"Ahㅡaku cuma mau berterima kasih aja soal kemarin."

Feyya memainkan jari-jarinya. "Makasih ya Ian udah bantu tenangin aku kemarin." ujarnya.

Telinga Adrian terasa panas. Mungkin kini bisa dilihat telinganya memerah malu.

"Ohh soal itu. Gak apa-apa kok Feyㅡits not big problem." Adrian tersenyum kepada Feyya yang dibalas oleh senyuman manis milik gadis itu.

"Tapi sekarang lo gak apa-apa kan?"

"Iya, gak apa-apa kok."

"Syukurlah kalo lo udah merasa baikkan."

"Iya. Berkat kamu."

Sial. Fey stop dong senyum-senyumnya

Adrian bergumam dalam hati. Ia sebisa mungkin mengontrol wajahnya yang semakin lama terasa panas.

Feyya masih tersenyum kecil berjalan berdampingan dengan Adrian. Sesekali jarinya membenarkan kaca mata yang bertengger di hidungnya.

Adrian melirik Feyya sekilas. "Lo keliatan lucu pake kacamata."

Shit. Ngomong apa sih adriannn. Gak bisa ngontrol amat itu mulut.

Adrian terlihat memukul mulutnya pelan namun yang baru saja dipuji olehnya terlihat sedikit malu.

Feyya membuka kacamatanya lalu menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal.

"Ah iniㅡsebenarnya mata aku memang gak bagus dan kayaknya minusnya nambah lagi jadi belum beli contact lenses yang baru. Jadi sementara pakai kacamata dulu deh." jelas Feyya yang kembali memakai kacamatanya.

Shoot Me StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang