Bangun Dari Mimpi

981 89 25
                                    

Kampus terlihat ramai dengan mahasiswa di akhir pekan kali ini. Beberapa mahasiswa tengah menghias koridor dan pinggir lapangan dengan pita berwarna ungu dan beberapa banner. Sementara sebagian dari smereka terlihat tengah mengangkat meja ke pinggir jalan menuju gedung utama.

Bukan hanya para mahasiwa namun beberapa pekerja terlihat tengah membangun stage kecil di tengah-tengah lapangan gedung utama. Hari ini adalah H-1 menuju acara charity yang akan berlangsung di kampus tercinta.

Semua perlengkapan dan kebutuhan sudah ceklis hanya tinggal mereka menghias kampus mereka untuk menyambut tamu dari kampus lain yang akan meramaikan event charity ini. Masing-masing mahasiswa per jurusan juga mempersiapkan stand yang akan dibuka pada acara tersebut. Ada yang menjual makanan ringan seperti bakso aci, ada yang menjual barang handmade. Ada juga yang membuka sesi ramalan. Sangat bermacam-macam stand yang akan dibuka saat acara nanti.

Tidak lupa dengan penampilan band dari kampusnya yang dipimpin oleh Adrian, Faresta, Jeremy dan Arjuna. Ya, walaupun mereka bukan anggota band yang profesional tapi mereka sudah berlatih selama kurang lebih 2 minggu ini. Karena keahlian masing-masing anggota, latihan mereka terasa lebih cepat dan sempurna.

Bahkan Faresta dan Jeremy tidak menyangka kalau Adrian mempunyai suara yang bagus. Karena sampai saat ini mereka tidak pernah mendengar Adrian bernyanyi secara langsung dan jelas. Sampai-sampai Arjuna si Maba yang memegang bass dari fakultas Bisnis itu terpana melihat Adrian.

Adrian menyeka keringatnya dengan lengan kemeja yang ia pakai saat itu. Ia menatap bengis kedua temannya yang asik bercengkrama dengan mahasiswi di seberang sana. Sementara dia mengangkat meja sendiri dari Aula ke pinggir jalan ini.

"Woii!"

Faresta dan Jeremy menoleh bersamaan. "Apaan Ian?" Tanya Faresta dengan wajah tanpa dosanya itu.

"Gue capek nih angkat meja sendirian! Gak peka banget sih!" Gerutu Adrian yang tengah berkacak pinggang menatap mereka.

Jeremy terkekeh. "Yaudah kita mau lanjut kerja lagi nih. See you tomorrow ya." Jeremy mengedipkan sebelah matanya kepada mahasiswi itu. Lalu menarik Faresta untuk menghampiri Adrian.

"Santai dikit kenapa Ian."

Adrian memutar bola matanya mendengar ucapan dari bibir Jeremy.

"Santai dikit santai dikit. Ini udah jam berapa woi? Udah sore nih. Gercep dong! Malah godain cewek yang lewat mulu lo."

"Ian ian, pantes aja sampai saat ini lo jomblo ya."

Faresta tertawa mendengar ejekan dari Jeremy. .

"Ngaca dong! Emangnya lo gak jomblo? Orang sih ngegebet mantan orang."

Faresta tertawa lebih keras. Gila si Adrian nusuk banget sindirannya.

"Sialan lo!" Jeremy meninju lengan Adrian dengan keras. "Namanya juga sayang."

Adrian menggeleng-geleng kepalanya tidak tahu lagi bagaimana menghadapi Jeremy yang mau saja dipermainkan oleh wanita.

"Yo guys."

Mereka bertiga serentak menoleh ke sumber suara. Siapa lagi kalau bukan Arvin. Sekarang Jeremy's buddies sudah lengkap.

Air muka Adrian berubah menjadi tidak nyaman dengan kehadiran Arvin. Sejak pengakuannya kepada Arvin, Adrian lebih sering menghindari Arvin. Ia terus beralasan punya banyak tugas ketika geng mereka mengajak dirinya nongkrong bersama.

Arvin melihat Adrian yang tengah menyibukkan dirinya merapihkan meja. Sebenarnya ia merasa tidak nyaman, ia tahu Adrian sering menghindarinya. Tapi ia tidak tahu harus berbicara mulai darimana. Toh, itu salah Adrian yang menyimpulkan apa yang ia lihat. Jadi, itu bukan salah dia kan?

Shoot Me StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang