Chapter 10 | Demang Codya

730 47 0
                                    

"Berhenti!!!"

Kedua prajurit itu menoleh kearah  kami sambil menatap tajam.

"Ora usah melu-melu. Ini bukan urusanmu kisanak!!!" ujar salah satu prajurit.

"Ini akan menjadi urusanku kalau kalian tetap berprilaku kasar kepada mereka!!!" ucap Sang Pangeran dengan lantang.

"Huh... Dasar sok jagoan," Seorang prajurit menyerang Andra dengan tombaknya.

Andra menggeserkan langkahnya ke kiri dan memukul kepala prajurit itu dengan punggung tangannya.

Buuaak

Prajurit itu terlempar sejauh tiga tombak dan terhempas ke tanah, setelah kepalanya terpukul oleh Andra.

Prajurit yang satunya hanya tersenyum pahit melihat temannya mengalami cidera akibat menyerang Sang Pangeran.

"Itulah yang kamu dapatkan kalau tidak bisa diajak bicara baik-baik."
***

"Sopo sing wani ngelarang prajuritku untuk melaksanakan perintahku!!!"

Sang Pangeran pun menoleh kearah suara itu. Dan Dia melihat seorang laki-laki berbadan tambun yang ditandu dan dikawal oleh beberapa prajurit.

"Jawab sopo kowe!!! Berani-beraninya mengganggu pekerjaan prajuritku."

"Hahahaha..."

"Aku bukan siapa-siapa. Tetapi aku tidak bisa melihat ketidakadilan didepan mataku!!!" ucap Sang Pangeran dengan nada lebih keras.

"Kurang ajar!!! Prajurit penggal kepalanya!!! Biar kepalanya aku serahkan kepada Baginda Raja," perintah pria tambun itu.

Andra menundukkan kepalanya ketika salah satu prajuritnya mengarahkan pedangnya untuk menebas lehernya. Lalu Andra pukul prajurit itu menggunakan tangan kanannya.

Buuaakk

Kraaakk

Terdengar suara tulang yang patah pada prajurit itu.

Melihat temannya terlempar dan tulangnya yang patah akibat pukulan Sang Pangeran, membuat sisa prajurit menjadi berpikir dua kali untuk menyerangnya. Tetapi karena desakan Demang Codya mereka akhirnya menyerang Andra bersamaan.

"Cepat serang dia!!!!" perintah Demang Codya.

"Jangan salahkan aku kalau kalian semua aku buat cidera," ancam Andra sambil menunjuk mereka satu per satu.

"Ajian Bayu Aji."

Seketika saja mereka semua terlempar sejauh sepuluh tombak dari hadapan Sang Pangeran, termasuk Demang Codya.

Buaakk... Buaakk...

Brak... Brak...

Walaupun sudah terlempar masih saja Demang Codya bertingkah keras kepala. Akhirnya Paman Rawedeng memerintahkan Pangeran Andra untuk mengalah. Maksud dari perintah Paman Rawedeng adalah agar tidak ada korban dari rakyat ataupun prajurit. Akhirnya Pangeran Andra memilih mengikuti rencana yang dimiliki Paman Rawedeng. Melihat Pangeran Andra diam saja maka dengan cepat para prajurit menangkapnya beserta Paman Rawedeng, dan juga mengikat tangan mereka dengan tali yang sudah mereka persiapkan. Lalu setelah itu, mereka membawa Pangeran Andra dan Paman Rawedeng menuju alun-alun desa untuk mengeksekusi mereka dengan memenggal kepalanya. Sebenarnya banyak rakyat melihat kejadian itu dan tidak setuju dengan keputusan tersebut, tetapi mereka tidak berani mengambil tindakan dikarenakan takut akan hukuman yang akan mereka terima apabila membela Pangeran Andra dan Paman Rawedeng. Kemudian ketika Sang Pangeran dan Paman Rawedeng beserta rombongan Demang Codya telah sampai di alun-alun desa, Demang Codya pun berkata dengan lantang dan sombong.

"Dua orang ini adalah pengganggu keamanan. Terutama anak laki-laki ini, dia telah mengganggu tugas prajurit untuk mengambil pajak. Barang siapa yang berani membantu atau mengganggu tugas prajurit maka nasibnya akan sama dengan mereka, yaitu dipenggal!!"

Pada saat Sang Pangeran akan di eksekusi tiba-tiba datang rombongan prajurit Keraton yang sedang berpatroli.

"Ada apa ini?" tanya seorang Komandan yang berada di atas kuda.

"Ini ada pengacau yang mengganggu tugas prajurit saya saat memungut pajak dari rakyat, Komandan" ujar Demang Codya.

Kemudian Komandan prajurit itu turun dari kudanya dan menghampiri Pangeran Andra dan Paman Rawedeng. Dia lalu membuka penutup kepala yang menutupi wajah Pangeran Andra dan Paman Rawedeng untuk melihat wajah kami. Pada saat dia telah melihat wajah kami terkejutlah dia.

"Lepaskan ikatannya! Cepat! Dasar Demang bodoh!" perintah Komandan prajurit tersebut. Apa kamu tidak tahu siapa mereka ini, hah!"

"Memangnya siapa mereka? Hanya pengganggu keamanan saja," kata Demang Codya masih dengan sombongnya.

"Dasar bodoh! Dia ini adalah Gusti Pangeran Riandra Arya Bima! Putra Mahkota Kerajaan Manggala! Sedangkan yang satu lagi adalah Patih Rawedeng Balin! Paham kamu Demang goblok?!"

"Deg... mati aku," batin Demang Codya.

Terlihat wajah Demang Codya pucat pasi setelah mengetahui siapa kami sebenarnya. Dengan wajah ketakutan dan tertunduk malu, Demang Codya turun dari tandunya dan menghampiri Sang Pangeran.

"Maafkanlah hamba, Gusti Pangeran. Hamba mengaku salah, karena tidak mengenali Gusti Pangeran serta juga Patih Rawedeng Balin," ucap Demang Codya dengan badan gemetar.

"Humph.... Aku maafkan engkau hari ini Demang Codya, tapi dengan satu syarat kembalikanlah harta yang menjadi hak rakyat. Dan aku mau mulai hari engkau harus adil dalam memimpin. Apabila aku dengar engkau berlaku tidak adil lagi maka hukuman yang engkau dapatkan adalah pancung," ujar Sang Pangeran dengan lantang.

"Terima kasih, Gusti Pangeran. Hamba akan melaksanakan titah Gusti Pangeran dengan seksama. Sebagai permintaan maaf dari hamba kiranya sudi Gusti Pangeran untuk makan malam di kediaman hamba."

"Terima kasih, tetapi tidak perlu. Aku memilih meneruskan perjalananku bersama Paman Rawedeng.

Akhirnya Pangeran Andra meneruskan perjalanannya menuju penginapan bersama Paman Rawedeng. Dalam perjalanan para rakyat yang akhirnya tahu siapa Pangeran Andra sebenarnya ikut membungkukkan badannya saat dia melewatinya, sedangkan Paman Rawedeng hanya tersenyum melihat keadaan itu.

Note :
Nyuwun : Minta/mohon
Pangapunten : maaf
Ora : tidak
Usah : jangan
Melu : ikut
Sopo : siapa
Sing : yang
Wani : berani
Kowe : kamu

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang