Sudah hampir tiga tahun sejak bersatunya kembali Kerajaan Manggala pimpinan Baginda Raja Bayu Anggadya Parmesta dengan Kerajaan Acalapati milik adiknya Raja Jati Arga. Kedua kerajaan itu saling membantu. Tetapi entah mengapa kedamaian yang sudah terjalin dengan baik diganggu oleh sebuah kejadian yang bertujuan agar perang antara dua kerajaan itu terjadi kembali.
***"Ini sudah kedua kalinya prajurit kita yang menjaga di perbatasan mati terbunuh!" ujar Raja Jati Arga dengan amarah kepada Patih Gandareja.
"Mohon maaf Yang Mulia. Saat ini kami sedang menyelidiki kejadian ini. Ada beberapa bukti yang baru terkumpul. Hamba mohon kesabaran Yang Mulia akan permasalahan ini," ucap Patih Gandareja.
"Baiklah. Aku akan menunggu kabar darimu Patih. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut!" ujar Raja Jati Arga dengan lantang.
"Sendika dawuh. Kalau begitu hamba pamit dahulu Yang Mulia," kata Patih Gandareja sambil berjalan meninggalkan ruang tahta.
Setelah Patih Gandareja pergi, Yang Mulia Jati Arga memanggil Penasehat Kerajaan untuk membicarakan masalah ini.
"Paman Bratajaya, bagaimana menurutmu tentang masalah ini?" tanya Yang Mulia.
"Menurut hamba masalah ini dilakukan agar persatuan dan juga perdamaian antara Kerajaan Manggala dan Kerajaan Acalapati tidak ada lagi dan akhirnya memutuskan untuk berperang lagi," jawab Penasehat.
"Aku juga berpikir seperti itu Paman. Tetapi aku belum bisa menemukan pelakunya. Berdasarkan laporan Patih Gandareja ini sudah kejadian yang kedua kalinya. Aku tidak mau ada korban lagi, Penasehat."
"Hamba juga berharap seperti itu Yang Mulia. Tapi hamba harap jangan sampai kita salah dalam mengambil langkah."
"Benar sekali, Paman. Kalau begitu aku akan mengunjungi Kangmas Bayu untuk membicarakan masalah ini."
"Ide yang bagus, Yang Mulia. Hamba juga akan mencari informasi dan bukti bersama Patih Gandareja."
"Silahkan Paman. Aku akan berangkat besok menuju Kerajaan Manggala."
Penasehat Kerajaan pun akhirnya juga pergi meninggalkan Yang Mulia Jati Arga.
***"Kangmas Bayu, apa kabar? Lama tidak berjumpa," ucap Jati Arga kepada Kakaknya.
"Dimas Jati, kabar kami baik. Ayo silahkan masuk," jawab Bayu Anggadya
Jati Arga langsung memasuki ruangan khusus untuk keluarga yang telah disediakan oleh sang Kangmas. Di sana mereka menyempatkan untuk bersenda gurau. Membicarakan tentang keluarga masing-masing. Hingga akhirnya Bayu Anggadya bertanya langsung kepada Jati Arga.
"Dimas Jati, ada apa gerangan?"
"Begini Kangmas, ada permasalahan yang menggangguku beberapa hari ini."
"Permasalahan apa Dimas? Mungkin aku bisa membantu."
"Telah terjadi pembunuhan di perbatasan kerajaan kita Kangmas."
"Pembunuhan? Berapa orang yang telah terbunuh Dimas?"
"Jumlah korbannya sebanyak sepuluh orang Kangmas. Semuanya adalah prajurit penjaga perbatasan kerajaan kita."
"A-apa! Sepuluh orang? Apakah tidak ada saksi atas kejadian itu Dimas?"
"Tidak ada Kangmas. Pembunuhan ini sudah yang kedua kalinya. Dan yang mencurigakan ditemukannya lencana ini pada saat ditemukannya jasad-jasad itu," ujar Jati Arga sambil menyerahkan lencana yang dimaksud.
"I-ini kan lencana Kerajaan Manggala, Dimas," ujar Bayu Anggadya sambil memegang lencana itu.
"Maka dari itu Kangmas, kedatanganku kemari ingin membicarakan tentang masalah ini."
"Ada yang mencurigakan Dimas. Karena tiga hari yang lalu ada penyusup masuk kedalam Keraton. Tetapi ketahuan oleh Patih Rawedeng. Penyusup itu melarikan diri. Tetapi dia menjatuhkan lencana ini pada saat itu," kata Bayu Anggadya sambil menyerahkan lencana yang dipegangnya.
"Lho ini kan lencana Kerajaan Acalapati. Benar kata Kangmas. Sepertinya memang ada yang tidak beres."
"Sepertinya ada yang ingin mengadu domba antara Kerajaan Manggala dengan Kerajaan Acalapati."
"Benar sekali Kangmas. Ada yang tidak senang dengan perdamaian antara kerajaan kita. Kita harus menyelidikinya, Kangmas."
Bayu Anggadya mengelus dagunya, "Sepertinya kita harus bertemu juga dengan Patih Rawedeng."
"Aku setuju Kangmas. Kita harus berbagi informasi. Agar jangan sampai kita salah sasaran. Oh iya Kangmas, Keponakanku kok tidak terlihat dari tadi?"
"Andra sudah dua hari ini pergi ke Kerajaan Rahapalaya. Ada beberapa hal yang ingin dilakukannya," jawab Bayu Anggadya.
"Wah Keponakanku ingin belajar politik ya?"
"Sepertinya begitu. Andra ingin membangun relasi yang baik dengan kerajaan-kerajaan lain."
"Aku berharap Andra bisa membawa kedamaian di tanah Jawa ini Kangmas," ujar Jati Arga.
"Mudah-mudahan Dimas," jawab Bayu Anggadya bangga.
Pada saat Jati Arga dan Bayu Anggadya sedang berbicara. Datanglah Patih Rawedeng dengan tergesa-gesa.
"Mohon maaf Baginda Raja. Hamba kemari ingin memberitahukan bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap prajurit penjaga perbatasan," kata Patih Rawedeng.
"Apa?? Ayo cepat kita kesana," jawab Bayu Anggadya dan Raja Jati Arga bersamaan.
Ketiga orang itu langsung berangkat menuju ke perbatasan. Ketika mereka sudah sampai diperbatasan, mereka langsung melihat kondisi jasad prajurit itu.
"Ini sangat kejam!! Benar-benar binatang!!" ucap Bayu Anggadya dengan suara keras.
"Mohon maaf Baginda Raja. Ini ada lencana yang ditemukan di dekat jasad," kata Patih Rawedeng sambil menyerahkan lencana yang dipegangnya.
Bayu Anggadya menerima lencana itu dan melihatnya dengan seksama, "Dimas Jati, cobalah lihat ini."
"Kangmas, ini adalah lencana Kerajaanku. Kita harus secepatnya mencari pelakunya," ujar Jati Arga dengan panik.
"Iya Dimas," jawab Bayu Anggadya.
"Patih, tolong jasad para prajurit diurus dengan baik ya. Aku dengan Dimas Jati akan membicarakan masalah ini lagi di Keraton."
"Sendika dawuh Baginda Raja," jawab Patih Rawedeng.
***Ini sudah hari ketiga sejak terjadinya pembunuhan di Kerajaan Manggala. Tetapi sampai sekarang pembunuhnya belum tertangkap. Penyelidikan yang dilakukan oleh Patih Rawedeng ataupun Patih Gandareja belum membuahkan hasil. Sejak kejadian itu terungkap kedua kerajaan saling memberikan informasi yang mereka dapatkan.
"Bagaimana Kakang? Apakah Kajineman yang Kakang kirim sudah ada kabar berita?" tanya Patih Gandareja.
"Belum Ganda. Sampai sekarang belum ada kabar berita dari mereka," jawab Patih Rawedeng.
"Aish... Kenapa sulit sekali. Sepertinya semua sudah direncanakan matang-matang oleh pelaku," ujar Patih Gandareja.
"Itu sudah pasti Ganda. Pelakunya pasti memiliki kepentingan pribadi. Ya sudah Ganda, nanti aku kabari lagi kalau sudah ada kemajuan masalah ini. Aku harus menjemput Pangeran Andra di gerbang kota."
"Baiklah Kakang, aku pamit dahulu. Sampaikan salamku kepada Baginda Raja."
"Pasti aku sampaikan salam darimu Ganda."
Setelah Patih Gandareja pergi, Patih Rawedeng menaiki kudanya secepat mungkin ke arah gerbang kota. Dia tidak ingin terlambat menjemput Pangeran Andra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Fajar (Tersedia E-Book)
FantasyRiandra, seorang remaja ber-IQ tinggi, diculik ke masa lampau melewati celah dimensi. Saat di sana Riandra terkejut setelah mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya. Siapa yang membawa Riandra? Apa misi Riandra di sana dan apakah Riandra bisa kemba...