Chapter 34 | Persiapan Strategi 2

395 15 1
                                    

Mereka yang mendengar penjelasan dari Panglima Driyakarya sangatlah terkejut.

"Seperti yang sudah di sebutkan oleh Panglima Driyakarya. Saya adalah Pangeran Andra, putra dari Baginda Raja Bayu Anggadya Parmesta dan Baginda Ratu Dewi Kusuma. Tetapi saya harap kemunculan saya di sini tidak dikaitkan dengan Ayahanda saya. Saya memiliki strategi sendiri untuk menghadapi pasukan Raja Jitendra," jelas Sang Pangeran tanpa gentar sedikitpun.

"Aku perkenalkan kepadamu Pangeran," Sang Paman, Raja Jati Arga maju menghampiri. "Dia adalah Raja dari Kerajaan Gedawang, Raja Pandu Wijaya. Dia bersama patihnya, Patih Arya Wiguna. Di sebelah mereka adalah Raja Jatayana, Raja dari Kerajaan Blandareja. Dua orang disebelah sana adalah Patih dan Panglima utusan dari Kerajaan Danureta, Patih Gandayuwana dan Panglima Artareja. Yang disebelah sana adalah Raja Kumbaran dari Kerajaan Kelocari. Yang pria sepuh sambil memegang tongkat panjang adalah Mpu Supana. Beliau adalah utusan dari Kerajaan Laranjaya. Di sebelahnya adalah utusan dari Kerajaan Pringgading. Pangeran Jaya Indra dan Pangeran Jaya Giri. Dan yang terakhir. Satu-satunya wanita, dia adalah seorang Ratu dari Kerajaan Malwapati, Ratu Kencana Mayang.

Pangeran Andra menangkupkan kedua tangannya. "Sugeng Rahayu." Lalu dia menghampiri sebuah meja yang terdapat peta yang terbentang di atasnya. Sang Pangeran menatap peta itu sambil berpikir.

"Kami sudah menyusun rencana untuk menghalau pasukan Raja Jitendra. Kami harap Pangeran Andra tidak keberatan untuk ikut rencana tersebut," ujar Raja Jatajaya.

Sang Pangeran menggelengkan kepalanya. "Nyuwun pangapunten. Kula mboten saget."

"Kenapa keponakanku?" tanya Raja Jati Arga.

"Rencana ini hanya untuk menghalau, Paman. Hanya menghalau. Saya beritahukan kepada kalian semua. Bahwa saya memiliki pasukan yang saya pimpin untuk menghancurkan pasukan Raja Jitendra," jawab Pangeran Andra tegas. Sedangkan Raja Jati Arga hanya terdiam tak bersuara.

"Omong kosong!" seru Pangeran Jaya Indra.

"Saya tidak membutuhkan pasukan yang dapat mengacaukan rencana saya," ujar Pangeran Andra dingin.

"Kowe!" bentak Raja Kumbaran.

Mpu Supana yang dari tadi hanya melihat saja akhirnya angkat bicara.

"Kowe iki... Aku menantangmu bertarung," ujar Mpu Supana menunjuk Pangeran Andra.

"Aku ora duwe wektu kanggo nuduhake kekuwatan. Tapi..." Pangeran Andra lalu melakukan sebuah gerakan memotong menggunakan tangannya. Dan yang yang terjadi adalah terpotongnya tongkat milik Mpu Supana.

Semua yang berada di situ terkejut dan terdiam. Mereka tidak menyangka kalau ilmu milik Pangeran Andra akan setinggi itu.

Mpu Supana menatap Pangeran Andra. "Kowe... Opo hubunganmu karo Ki Damar Sentanu?"

Sang Pangeran tidak menjawab, namun semua mata menatapnya.
***

"Kanaya, sudah dua hari ini kamu berada di kamar saja. Ada apa cah ayu?" tanya Ibu Kanaya.

Kanaya yang ditanya oleh Ibunya tidak menjawab. Dia hanya membenamkan wajahnya ke bantal. Karena merasa tidak ada jawaban dari Kanaya, akhirnya Ibunya Kanaya keluar dari kamar anaknya.

"Pak'e! Kanaya kuwi kenopo to?"

Lingga yang ditanya oleh Istrinya akhirnya menghentikan kegiatannya. Di letakan paculnya lalu mencuci kaki dan tangannya. Lalu dia menghampiri istrinya.

"Buk'e, Kanaya kuwi ngeroso kuciwo karo keputusane Buk'e wingi."

Istrinya mengambil napas dalam-dalam. "Tapi semua itu demi kebaikan dia Pak'e. Kanaya itu anak kita satu-satunya. Aku tidak bisa melepasnya ke medan perang. Kalau nanti ada apa-apa bagaimana?!" ujar Istrinya berapi-api.

"Berdoa kepada Sang Hyang Widi Buk'e. Semoga tidak terjadi apa-apa kepada anak kita kalau dia pergi ke medan perang," ucap Lingga sambil mengusap pundak Istrinya.

Ibunya Kanaya hanya bisa mendesah sedih. Dia sebenarnya tidak menyangka bahwa penolakan dari dirinya dapat membuat anaknya menjadi seorang yang pemurung dan pendiam. Setelah mendapatkan nasehat dari Suaminya, dia pergi menuju kamar Kanaya.

Setelah memasuki kamar Kanaya, Ibunya Kanaya lalu menghampirinya. "Nduk, Ibu minta maaf kalau penolakan Ibu itu membuat kamu menjadi seperti ini. Kalau ijin dari Ibu bisa membuat kamu ceria seperti dulu, maka Ibu akan mengijinkan kamu ikut membantu Kangmas mu di medan perang. Permintaan Ibu hanya satu. Pulanglah dengan selamat."

Kanaya yang mendengar ucapan sang Ibu langsung bangun dari tidurnya dan memeluknya erat. Di ucapkan kata terima kasih kepada Ibunya.
***

"Baiklah." Sang Pangeran menatap lagi peta yang ada di depannya. Dia mengambil satu bidak catur dan meletakannya didepan gambar tembok. "Ini pasukan Kerajaan Gedawang." Diambilnya lagi satu bidak catur dan diletakkannya di sebelah bidak yang pertama. "Ini pasukan Kerajaan Blandareja." Diambilnya lagi satu bidak catur dan diletakkannya di sebelah bidak yang pertama. "Ini pasukan Kerajaan Danureta." Dan pasukan Kerajaan Kelocari, Kerajaan Laranjaya, Kerajaan Pringgading, Kerajaan Malwapati diletakkannya secara berurutan.

"Kamu membuat kami sebagai benteng?" ujar Ratu Kencana Mayang.

"Lalu ini," Pangeran Andra meletakkan satu bidak catur lagi. "Ini adalah pasukan pemanah berkuda."

"Kamu meletakkan pasukan jarak jauh di depan pasukan jarak dekat! Apa maksudnya?" tanya Raja Kumbaran.

Pangeran Andra mengambil satu lagi bidak catur dan diletakkannya di depan bidak catur yang menandakan pasukan pemanah. "Ini pasukan relawan dan juga para sesepuh."

"Pangeran, ini..." Patih Rawedeng menangkap rencana yang akan dilakukan oleh Pangeran Andra.

Para anggota dari kerajaan aliansi merasa terkejut melihat strategi yang akan digunakan untuk melawan pasukan Raja Jitendra. Mereka yang merasa berpengalaman pun merasa tak memiliki kemampuan untuk melawan strategi yang digunakan oleh Pangeran Andra.

Sang Pangeran yang telah memperlihatkan strategi yang akan digunakannya hanya menunggu apa yang dikatakan oleh para sekutunya. Sang Pangeran melihat kalau mereka hanya berbisik-bisik saja tanpa bisa memberikan perlawanan yang bisa menghadapi strategi miliknya.

"Paman Rawedeng, saya harap semua rencana yang sudah saya utarakan jangan sampai ada yang membocorkan kepada pihak lawan. Saya harap semua orang yang hadir di sini Paman selidiki. Jangan sampai mereka telah menjadi mata-mata dari Adipati Jitendra," bisik Pangeran.
***

"Pangeran Andra!" seru prajurit yang menjaga pintu tenda utama. Ia ingin memberitahu Sang Pangeran berita yang sangat penting.

Sang Pangeran yang mendengar namanya dipanggil keluar dari tenda. Saat di luar tenda Sang Pangeran melihat kegaduhan yang luar biasa. Dilihatnya prajurit-prajurit berlarian tidak jelas.

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang