Chapter 36 | Serangan Kedua

334 18 0
                                    

Darendra merapalkan sebuah mantra dan hasilnya adalah dirinya terbalut cahaya kuning, lalu membuat tubuhnya membesar menjadi raksasa. Dia mengangkat Kakek Arnawama dan meletakkannya di telapak tangannya dan melesat dengan kecepatan tinggi.

Dengan kecepatan seperti itu, tidak butuh lama bagi Darendra menuju tempat yang di kiranya cukup untuk melakukan serangan yang kedua.

"Aku rasa di sini cukup cah Bagus," ujar Kakek Arnawama sambil menatap medan perang.

Saat ini mereka sedang berada di puncak gunung yang rimbun. Darendra pun telah kembali ke ukurannya semula. Darendra berdiri di samping Kakek Arnawama.

"Baiklah, kita akan mulai." Kakek Arnawama mengatupkan kedua tangannya dan mulai membaca sebuah mantra. "Nyuwun Kekuwatan Saka Alam Kanggo Nyingkirake Kadurjanan Kajahatan Kudu Di Ilangke Saka Ing Bumi." Aura berwarna merah darah muncul dan menyatu dengan aura biru dan hijau. Setelah semua aura menjadi satu, Kakek Arnawama mulai membaca mantra utamanya. "Nyuwun Panguwasa Kanggo Ngilangi Kadurjanan Saka Jagad Iki."

Muncul bola energi berwarna biru raksasa yang sangat padat di depan Kakek Arnawama.

Dengan satu ayunan, bola energi itu dilepaskan menuju barisan pasukan musuh.

Bagaikan meteor, bola energi itu melesat dengan kecepatan luar biasa, siap akan menghantam pasukan musuh.

Tetapi ternyata serangan itu gagal, karena perisai gaib melindungi pasukan Kerajaan Andraresta.

Ternyata perisai gaib yang melindungi itu lebih kuat dari yang diperkirakan.

Sepertinya Kakek Arnawama sudah menduga hal itu akan terjadi, maka dari itu dia merapal mantera yang sama untuk yang kedua kali. "Nyuwun Panguwasa Kanggo Ngilangi Kadurjanan Saka Jagad Iki."

Bola energi yang kedua kembali melesat, meluncur dan menghantam kembali perisai gaib itu.

Duaar....

Kembali ledakan terdengar. Tetapi yang tidak mereka duga bahwa ledakan yang kedua membuat sebuah lubang yang besar dan memunculkan ribuan anak panah yang dilapisi oleh api. Dan ribuan anak panah itu melesat dan mengenai semua barisan musuh yang tidak siap dengan kemunculannya.

Jleb... Jleb...

Aah... Aah..

Aaarrrrgh.... Aaarrrrgh....

Terdengar suara teriakan dan juga rintihan dari para pasukan musuh. Mereka tidak menduga bahwa perisai gaib yang dibuat untuk melindungi mereka bisa hancur dan membuat pasukan aliansi dapat menyerang dengan menggunakan ribuan anak panah. Terlebih lagi ribuan anak panah itu terbalut api dan langsung membakar raga para prajurit musuh hingga menjadi abu.

Kakek Arnawama berdiri dengan tubuh lemas di sebelah Darendra.

"Bagus Kek. Aku yakin Pangeran Andra bangga kepada kita." Darendra lalu membawa Kakek Arnawama yang kemudian pingsan kembali dan menuju tenda tabib untuk di obati.

Raja Jitendra yang melihat hal itu tidak dapat menahan amarahnya. Dia langsung memanggil Patih Ganda.

"Kenapa bisa begini Patih?!!"

"Maafkan kesalahan hamba, Yang Mulia."

"Hmph... Sekarang hancurkan pasukan aliansi sampai tak tersisa! Bawa kepala Andra kepadaku."

"Sendika dawuh, Yang Mulia."

Patih Ganda akhirnya pergi dari tenda utama milik Raja Jitendra. Dia lalu menuju tenda yang berisikan para Panglima Kerajaan Andraresta. Dengan amarah dia memerintahkan agar mereka semua memimpin semua pasukan yang ada untuk menyerang pasukan gabungan. Tetapi yang tidak mereka sadari ternyata pasukan aliansi sudah melakukan secara diam-diam untuk melumpuhkan sisa-sisa pasukan musuh.
***

Teriakan-teriakan para pasukan musuh yang mati, membuat para pemimpin pasukan aliansi tercengang. Tidak akan ada yang menyangkan jika ada serangan dari jarak ratusan tombak seperti ini.

"Apa diantara kalian ada yang masih tidak percaya dengan kemampuan saya?" kata Sang Pangeran dingin. Tidak jelas kalimat itu tertuju kepada siapa. Tetapi semua pemimpin pasukan aliansi terdiam mendengarnya.

Mereka semua hanya terdiam menatap wajah Pangeran Andra. Wajah pemuda itu tersenyum penuh kemenangan.

Semua pemimpin pasukan utusan, akan menyimpan kejadian ini untuk dilaporkan kepada raja mereka.

Darendra juga terkejut ketika melihat dampak dari ilmu milik Kakek Arnawama. Dengan cepat dia menghampiri Pangeran Andra di posisinya.

Bau dari daging yang terbakar hingga tercium jauh jaraknya. Mengguncang semua raga yang menyaksikan.

Selain itu, mereka juga dapat menyaksikan banyaknya abu yang berterbangan, hasil dari terbakarnya para prajurit musuh.
***

Pangeran Andra dan pasukannya sedang menunggu perkembangan pasukan lawan. Debu dan asap itu sangat mengganggu pemandangan mereka.

Darendra meletakkan Kakek Arnawama di tenda tabib. Seketika para tabib langsung menghampiri Kakek Arnawama untuk diobati.

Pangeran Andra sebenarnya tidak tega melihat keadaan Kakek Arnawama. Dia tidak menyangka kalau Kakek Arnawama akan memaksakan dirinya. Tapi ini adalah perang. Apapun resikonya, harus dia tanggung.

Tidak sengaja, Patih Rawedeng melihat pergerakan kecil yang menyebabkan riak pada debu yang berterbangan.

"Pangeran, mereka yang tersisa mulai menyerang," ujar Patih Rawedeng.

"Baiklah," jawab Pangeran Andra. Dia berbalik ke arah para kelompok yang telah dipersiapkannya. "Semuanya, siapkan diri kalian!"

"Baik," seru semuanya.

Para anggota kelompok sudah tahu yang akan dilakukan.

"Maju!" seru Pangeran Andra.

Dengan aba-aba ini, para pemanah berkuda melesat sambil mengarahkan panahnya ke pasukan lawan.

Debu dan asap pembakaran masih bertebaran memenuhi medan perang, namun tidak setebal sebelumnya. Mereka masih bisa melihat di mana posisi musuh dengan jarak pandang jauh sekarang.

Seperti yang diperkirakan Pangeran Andra, cukup banyak pasukan lawan yang berhasil lolos dari serangan panah api itu, oleh karena itulah pasukan pemanah berkuda menyerang. Mereka akan mengurangi jumlah pasukan lawan.

Hanya pemanah berkuda saja, tidak dengan pasukan yang lain. Sisa pasukan dan pemimpinnya hanya memantau perkembangan dari hasil serangan.

Pada saat melesat bergerak, para pasukan pemanah berkuda membentuk pola berbentum puluhan anak panah. Formasi ini sangat berguna untuk mengurangi jumlah pasukan lawan dari berbagai posisi.

Tetapi, tidak semua pasukan lawan itu lemah. Patih Rawedeng dapat melihat beberapa pemanah berkuda yang tewas oleh pasukan lawan.

"Pangeran. Sepertinya hampir semua pemanah berkuda sudah dikalahkan," ujar Patih Rawedeng kecewa.

"Baiklah. Tidak apa-apa Patih. Terima kasih," ujar Pangeran Andra, hal ini mengagetkan Patih Rawedeng.

Dia berpikiran kalau Sang Pangeran akan marah atau kecewa dengan hasil yang didapatnya.

"Anda berterima kasih? Anda terlalu baik, Pangeran," ujar Panglima Driyakarya.

"Sudahlah. Kembali lah ke barisan. Sekarang kita masuk ke rencana selanjutnya." Bagi Sang Pangeran saat ini, mengurangi jumlah pasukan lawan sebanyak-banyaknya adalah tujuan utama. Dia akan melakukan apa pun untuk mencapai target tersebut.

Setidaknya sekarang, perkiraan musuh tinggal seperempatnya saja. Serangan pasukan pemanah berkuda membunuh banyak sekali pasukan musuh.

"Oh tidak. Pangeran, lihat!" tunjuk Panglima Driyakarya ke arah seberang.

"Pasukan berkuda kah?" gumam Sang Pangeran.

"Apakah ini di luar perhitunganmu?" tanya Raja Kumbaran dengan nada mengejek.

Apa jawaban Pangeran Andra atas pertanyaan Raja Kumbaran?

Bersambung....

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang