Chapter 20 | Kebenaran Yang Di Sembunyikan

560 24 2
                                    

Hari ini Baginda Raja, Baginda Ratu dan Adipati Jitendra sedang berkumpul di ruang makan untuk menyantap sarapan pagi.

"Silahkan dinikmati, Adipati Jitendra. Mohon maaf kalau makanan yang disajikan kurang berkenan," ujar Baginda Raja.

"Hahahaha... Baginda Raja terlalu merendah. Makanan yang disajikan sangatlah meriah dan benar-benar menggoda selera," jawab Adipati Jitendra.

Setelah menyantap sarapan pagi, Baginda Raja serta Adipati Jitendra ditemani oleh Patih Rawedeng dan Darendra berjalan menuju halaman Keraton. Selama berada dihalaman Keraton yang sejuk serta sambil bersantai, Adipati Jitendra banyak menanyakan tentang peristiwa pembunuhan yang sedang menimpa Kerajaan Manggala dan juga Kerajaan Acapali.

"Mohon maaf Baginda Raja, pada saat jasad para prajurit yang dibunuh itu apakah ditemukan barang-barang atau alat yang mencurigakan?" tanya Adipati Jitendra.

"Pada saat jasad para prajurit yang terbunuh diperiksa ditemukan lencana Kerajaan Acalapati begitupun juga sebaliknya," jawab Ayahanda.

"Hm... Sangat mencurigakan. Apakah ada barang lain selain lencana kerajaan?" tanya Adipati Jitendra sekali lagi.

"Kalau tentang barang lain, Adipati dapat menanyakan langsung kepada anakku Andra atau Patih Rawedeng. Karena merekalah yang aku berikan perintah untuk menyelidiki permasalahan ini," ujar Baginda Raja.

"Baiklah kalau begitu Baginda Raja. Saya akan bertanya kepada Pangeran Andra tentang masalah ini selanjutnya," ucap Adipati Jitendra.
***

Trang... Trang... Trang

Terdengar suara pedang saling beradu. Dua manusia terlihat sedang berlatih tanding. Yang satu seorang laki-laki dan yang satunya lagi adalah seorang gadis yang berambut panjang. Gerakan mereka sangat luwes. Saling menyerang menggunakan jurus-jurus andalan yang mereka miliki.

Trang... Trang... Trang...

"Ajian Pancawarna," ucap sang gadis.

Lalu munculah lima gadis yang berwajah sama dari tubuhnya. Yang membedakannya hanyalah aura dari pedang yang mereka pegang.

"Itu hanyalah ilusi. Tetapi aku tetap harus berhati-hati," ucap laki-laki itu sambil memejamkan matanya.

"Ajian Bedepati," batin laki

Wush... Wush... Wush...

Keenam gadis itu bergerak bersamaan menyerang laki-laki yang menjadi lawannya.

Tanpa disadari oleh gadis itu, laki-laki itu bergerak dengan cepat tanpa terlihat dan menangkap salah satu gadis yang menyerangnya.

"Kamu kalah Adinda," ujar laki-laki itu dengan tersenyum.

"Ish... Bagaimana Kangmas bisa bergerak secepat itu?" tanya gadis itu.

"Rahasia," jawabnya dengan wajah menahan tawa.

"Andra, Kayana. Berhentilah sejenak. Ini ada pisang goreng hangat dan teh manis untuk kalian," perintah seorang pria sepuh kepada mereka.

Pangeran Andra dan Kayana pun berjalan mendekati pria sepuh tersebut. Lalu mereka duduk bertiga sambil menyantap pisang goreng yang telah disiapkan.

"Pisang ini nikmat sekali Paman. Pasti yang membuat Bibi Lasmi kan?" tanya Andra.

"Sudah pasti. Kalau Paman yang buat pasti sudah gosong semua," jawab pria sepuh itu dengan tertawa.

"Paman Jenggala, saya berterima kasih atas segala ilmu yang telah Paman ajarkan kepada saya selama tiga tahun ini," ujar Andra kepada pria sepuh itu.

"Ah itu tidak seberapa jika dibandingkan kebaikan Ayahandamu kepada keluarga Pamanmu ini," jawabnya.

"Asal kamu tahu. Pamanmu ini dulu adalah seorang perampok sadis. Tetapi yang Paman rampok adalah saudagar-saudagar kaya. Apabila mereka tidak menyerahkan harta mereka maka dengan tanpa perasaan bersalah pasti Paman bunuh. Tetapi ada sebuah kejadian yang membuat Paman terpuruk, tidak ada satupun teman Paman yang mau peduli. Hingga datanglah Ayahandamu membantu Paman sekeluarga dengan tangan terbuka. Tanpa melihat masa lalu Paman yang terkenal sangat jahat," ujarnya lagi dengan bersedih.

"Paman tidak perlu seperti itu. Manusia itu layak untuk mendapatkan kesempatan kedua. Kita tidak boleh menilai seseorang itu dari masa lalunya," kata Andra.

"Hahahahaha.... Kamu memang seperti Ayahandamu. Bijaksana. Kayana, kamu harus mencontoh Andra ya," ucap Paman Jenggala kepada anak gadisnya.

"Ah, Paman Jenggala bisa saja."
***

Andra sedang beristirahat di kamarnya pada saat Ayahandanya memanggil dirinya.

"Bagaimana latihanmu hari ini Nak?" tanya Ayahanda.

"Perkembangannya sudah menunjukkan kemajuan. Begitupun dengan Kanaya," jawab Andra.

"Bagus. Pamanmu Jenggala adalah pendekar besar. Walaupun dia sempat salah jalan tapi dia sudah berubah dan memiliki jiwa yang besar," ujar Ayahanda.

"Oh iya nak, tadi pagi sewaktu Ayahanda dan Ibundamu menjamu Adipati Jitendra, Beliau banyak menanyakan tentang kasus pembunuhan yang sedang kita alami. Dan juga dia seperti mencurigai kalau kita menemukan benda yang sangat penting," ujar Ayahanda lagi.

"Hmmm... Kalau begitu biar saya dan Paman Rawedeng yang menemui Adipati Jitendra."
***

Hari ini Pangeran Andra bersama Patih Rawedeng sedang menemui Adipati Jitendra untuk membicarakan pembunuhan yang terjadi tiga minggu yang lalu.

"Selain ditemukannya lencana dari masing-masing kerajaan, apakah ada barang lain yang ditemukan oleh Pangeran?" tanya Adipati Jitendra.

"Mohon maaf Adipati. Hanyalah lencana-lencana itu yang didapatkan dan dijadikan barang bukti," jawab Pangeran Andra tegas.

"Apakah benar seperti itu Pangeran?" tanya Adipati Jitendra sekali lagi dengan nada selidik.

"Maksud Adipati apa!?" ujar Pangeran Andra dengan sedikit nada tinggi.

"Ah tidak ada Pangeran. Maafkan atas pertanyaanku yang tidak sopan ini," kata Adipati Jitendra.

Setelah tidak ada yang dibicarakan lagi, Pangeran Andra lalu mengantar Adipati Jitendra kembali ke istana untuk bertemu Ayahanda.

"Bagaimana Adipati? Sudah mendapatkan penjelasan dari anakku Andra?" tanya Ayahanda

"Sudah Baginda Raja. Aku sudah mendapatkan apa yang aku butuhkan. Mungkin setelah ini aku akan kembali ke Kerajaan Andraresta. Untuk melaporkan hasil penyelidikan ini kepada Yang Mulia Danureja," jawab Adipati Jitendra.

Saat ini Pangeran Andra dan Patih Rawedeng sedang membahas tentang langkah selanjutnya setelah kedatangan Adipati Jitendra.

"Paman, kita harus secepatnya mencari informasi lain yang berhubungan dengan permasalah yang sedang dialami oleh Kerajaan Manggala dan Kerajaan Acalapati," kata Pangeran Andra.

"Sendika dawuh Pangeran," jawab Patih Rawedeng.

Yang tidak diketahui oleh Pangeran Andra adalah rencana jahat yang sedang direncanakan oleh Adipati Jitendra.

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang