Chapter 19 | Tamu Yang Tak Di Duga

559 24 11
                                    

"Saya sangat berterima kasih atas informasi yang telah Kakek berikan," ujar Pangeran Andra kepada Kakek Wama.

"Sama-sama cah Bagus. Itu tidak seberapa. Mudah-mudahan masalah yang menimpa Kerajaan Manggala dan Kerajaan Acalapati dapat kamu selesaikan," jawab Kakek Wama.

Selepas berbicara, Kakek Wama berpamitan untuk kembali ke Kerajaan Pramasta.

"Bagaimana dengan rencana dari Paman?" tanya Pangeran Andra.

"Hamba akan segera memerintahkan para Kajineman untuk melaksanakan tugas ini," jawab Paman Rawedeng.

"Kalau begitu laksanakan dengan cepat Paman. Jangan sampai kita kehilangan informasi yang kita butuhkan."

"Sendika dawuh Pangeran. Hamba permisi dulu."

Patih Rawedeng langsung meninggalkan kediaman Pangeran Andra menuju Kedaton Kajineman.

Keesokan harinya. Patih Rawedeng dengan Pangeran Andra menghadap Baginda Raja.

"Begitulah rencana yang akan kami jalankan. Sekiranya mungkin ada masukkan dari Ayahanda?"

"Rencana yang kalian buat sudah sangat bagus. Masukkan dari Ayahanda, jagalah keamanan para Kajineman yang bertugas. Karena bagaimanapun mereka juga bagian dari Kerajaan Manggala. Tugas ini Ayahanda serahkan sepenuhnya kepadamu anakku."
***

Sementara itu di Kerajaan Andraresta, Adipati Jitendra sedang mengadakan pertemuan dengan salah satu anak buahnya.

"Dasar Indrayana goblok! Bisa-bisanya dia menjatuhkan gulungan rahasia itu! Sekarang dimana Indrayana berada?!" tanya Adipati Jitendra sambil menahan emosinya.

"Mohon maaf, Senopati Indrayana sedang pergi mencari gulungan tersebut," jawab prajurit itu.

"Goblok! Hal itu bisa membuat Patih Bramanty dan Raja Danureja tambah curiga dengan diriku! Sekarang kamu pergi dan cari Indrayana. Suruh dia datang menghadapku!" perintah Adipati Jitendra.

"Sendika dawuh."

"Aku harus mencari cara agar Patih Bramanty dan Raja Danureja tidak mencurigaiku," batin Adipati Jitendra.
***

Keesokan harinya Raja Danureja memanggil Adipati Jitendra ke Keraton.

"Wah gawat. Apakah Raja Danureja sudah sudah mengetahui rencanaku?" batin Adipati Jitendra.

Setibanya di Keraton, Adipati Jitendra langsung menghadap Raja Danureja. Yang ternyata disana sudah ada Patih Bramanty.

"Mohon maaf Yang Mulia. Ada apa gerangan Yang Mulia memanggil hamba?" ucap Adipati Jitendra dengan gemetar.

"Tidak usah sungkan Adipati. Aku memanggilmu karena ada tugas untukmu," ujar Raja Danureja.

"Mohon maaf Yang Mulia, tugas apakah itu?" tanya Adipati Jitendra.

"Tugasmu adalah membantu mencari pelaku pembunuhan," perintah Raja Danureja.

"Baik, perintah Yang Mulia hamba laksanakan," jawab Adipati Jitendra.

Setelah menerima perintah dari Raja Danureja, Adipati Jitendra pun kembali ke kediamannya. Sesampainya di kediamannya, Adipati Jitendra memanggil salah satu orang kepercayaannya.

"Hormat hamba Ndoro. Ada apa gerangan Ndoro memanggil hamba," ucap Darendra.

"Darendra, aku mendapat perintah dari Raja Danureja untuk pergi ke Kerajaan Manggala dan Kerajaan Acalapati. Aku ingin kamu menemaniku kesana. Persiapkan kebutuhan kita selama perjalanan. Karena kita akan berangkat besok pagi," ucap Adipati Jitendra.

"Baik Ndoro. Hamba akan mempersiapkan segala kebutuhan kita untuk perjalanan esok," jawab Darendra.

Setelah Darendra pergi, Adipati Jitendra tenggelam dalam pemikirannya.

"Aku harus mencari cara agar keluarga Kerajaan Manggala dan Kerajaan Acalapati tidak mencurigai aku sebagai pihak ketiga yang membunuh para prajurit penjaga perbatasan mereka," batin Adipati Jitendra.

Perjalanan dari Kerajaan Andraresta menuju Kerajaan Manggala membutuhkan waktu dua hari menggunakan kereta kuda. Selama perjalanan Adipati Jitendra dan Darendra saling bertukar pikiran untuk mencari cara agar rencana adu domba antara Kerajaan Manggala dan Kerajaan Acalapati tidak sampai diketahui oleh kedua Kerajaan itu. Tetapi yang tidak disadari oleh Adipati Jitendra adalah bahwa rencana kejahatannya telah diketahui oleh Kerajaan Manggala.

Sementara itu di Kerajaan Manggala sedang ada persiapan untuk menyambut kedatangan Adipati Jitendra. Berita tentang kedatangannya telah diterima oleh Raja Bayu Anggadya Parmesta. Dan Beliau memerintahkan Patih Rawedeng dan Pangeran Andra untuk mempersiapkan upacara penyambutannya.

"Bagaimana dengan persiapannya Paman?" tanya Pangeran Andra kepada Patih Rawedeng

"Segala persiapannya sudah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Baginda Raja, Pangeran," jawab Patih Rawedeng.

"Aku tidak menyangka kalau Raja Danureja akan mengirim Patih Jitendra untuk membantu mencari pelaku pembunuhan para prajurit penjaga perbatasan," ujar Pangeran Andra.

"Hamba pun berpikir seperti itu Pangeran," jawab Paman.

"Kita harus hati-hati dengan dia Paman. Kita tidak tahu apakah dia merupakan orang yang namanya ada di gulungan tersebut. Kalau ternyata memang benar, maka kita harus hati-hati dengan tipu muslihat apa yang akan dia bawa nanti".

"Hamba mengerti Pangeran. Kalau begitu hamba mohon izin untuk mengabari Kerajaan Acalapati tentang hal ini".

"Silahkan Paman. Oh iya, bagaimana dengan keadaan perbatasan?" tanyaku.

"Selama beberapa hari tak terjadi lagi pembunuhan terhadap para prajurit penjaga. Sedangkan para Kajineman yang telah disebarkan belum memberikan kabar berita," jawab Paman Rawedeng.
***

Patih Jitendra beserta rombongan telah sampai di Kerajaan Manggala tepat waktu. Baginda Raja menyambutnya dengan upacara kerajaan. Sedangkan Pangeran Andra memilih berjaga di perbatasan.

"Selamat datang di Kerajaan Manggala," ucap Ayahanda.

"Terima kasih atas sambutan yang meriah ini Baginda Raja," kata Adipati Jitendra.

Baginda Raja Bayu dan Adipati Jitendra banyak membicarakan tentang politik kerajaan. Hal yang biasa dibicarakan apabila ada kunjungan dari kerajaan lain. Hingga Adipati Jitendra memberitahukan pesan dari Raja Danureja.

"Aku sangat berterima kasih dengan perhatian dan bantuan yang diberikan oleh Raja Danureja," ujar Baginda Raja.

"Terima kasih Baginda Raja sudah berkenan menerima bantuan dari Kerajaan Andraresta," balas Adipati Jitendra.

"Kalau begitu, silahkan Adipati Jitendra beserta rombongan untuk beristirahat dahulu," kata Ayahanda.

Adipati Jitendra dan rombongan diantar oleh Paman Rawedeng menuju ruangan yang telah disiapkan untuk beristirahat.

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang