Chapter 37 | Patih Rawedeng Dan Darendra

421 16 3
                                    

Bonus chapter untuk kalian yang merayakan Natal. Love u guys.

Merry Christmas 2019
Joy To The World
*******

"Tidak juga, Yang Mulia. Sudah saya persiapkan bagian ini untuk orang kepercayaan saya supaya bisa mengamuk. Hahahaha." Sang Pangeran menoleh ke sisi lain barisan. "Patih Rawedeng, tugas Paman sudah menanti."

Patih Rawedeng yang ditunjuk oleh Sang Pangeran maju dan berkata. "Sendika dawuh. Tawaran yang menarik, Pangeran." Paman Rawedeng yang berbadan tinggi dan berotot tersenyum di wajahnya. "Hamba akan sangat puas dengan tugas ini, Gusti Pangeran. Ayo cah Bagus!"

"Kenapa saya harus ikut denganmu, Paman?" tanya Darendra.

"Amargo ono wong sing tak pengeni kowe pateni ning pasukan kuwi," jawab Patih Rawedeng. Senyum mengerikan terlihat di wajahnya.

Lalu Patih Rawedeng membaca mantera. Tiba-tiba tubuh Patih Rawedeng tiba-tiba terbalut cahaya merah. Darendra mengikutinya. Dia membaca mantera dan tubuhnya pun terbalut cahaya biru.

Kedua orang itu langsung bergerak secara kilat meninggalkan pasukan. Walau hanya berdua, tetapi Patih Rawedeng yakin mereka mampu menumbangkan pasukan musuh.

Tiba-tiba sebuah panah yang terbalut api meluncur dari arah pasukan lawan dan...

Duuaar....

Serangan secepat kilat itu mengenai Patih Rawedeng. Namun sayang, serangan seperti itu sama sekali tidak berpengaruh apapun kepadanya.

Sang Pangeran yang melihat ini tampak berterima kasih, karena pihak musuh menunjukkan posisinya di mana. Menurut perkiraannya, para Panglima musuh masih berbaris di barisan belakang belakang pasukan.

Debu masih berterbangan di mana-mana. Dan hal ini membuat membuat Pangeran jengkel. "Apakah ada yang dapat mengatasi debu ini?"

"Hamba akan mencoba sesuatu," Panglima Driyakarya maju dan mulai mengambil posisi.

Panglima itu mengatupkan kedua tangannya lalu mengucapkan sebuah mantera. Lalu kemudian membuka kedua kakinya menjadi kuda-kuda dan kedua tangannya seperti mendorong.

"Bayu Angkara!" Dari telapak tangannya keluar energi yang mendorong ke debu yang berterbangan.

Energi yang di keluarkan oleh Panglima Driyarkarya membuat debu yang ada di medan perang hilang secara teratur. Sehingga, semua orang dapat melihat apa saja yang terjadi di tengah area tersebut.

Tetapi ternyata energi yang dikeluarkan oleh Panglima Driyakarya masih saja meluncur. Dan arahnya adalah ke arah pusat pasukan lawan.

Seorang pria berdiri kokoh menebas energi yang di keluarkan oleh Panglima Drikarya menggunakan sebuah keris.

"Jalatundra," ujar Panglima Driyakarya.

"Panglima tahu siapa dia?" tanya Pangeran Andra.

"Dia adalah seorang penghianat, Pangeran," jawab Panglima Driyakarya lagi.

"Oooh, jadi begitu,"

Medan perang sekarang terlihat jelas sekarang. Ada banyak tubuh-tubuh tumbang terkena panah dan hancur terkena tebasan senjata.

Dengan melihat banyaknya jasad-jasad yang berserakan, Sang Pangeran dapat memperkirakan seberapa banyak lagi pasukan musuh yang harus dikalahkan.

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang