Chapter 22 | Masa Lalu Darendra

577 20 4
                                    

"Cepat tangkap orang itu! Dia pemimpinnya!"

Seorang laki-laki bertubuh kekar sedang berlari dari kejaran prajurit yang ingin menangkapnya. Perutnya terluka. Luka yang didapatnya pada saat melawan beberapa penjaga yang rumahnya dia rampok.

"Hah... Hah..."

"Aku harus mencari tempat bersembunyi. Luka diperutku membuatku kehilangan banyak darah," batin laki-laki itu.

"Ayo cepat kejar! Dia pasti tidak jauh! Lihat, ada bercak darah. Ini pasti darah orang itu. Ikuti bercak darah ini!"

Disaat pemimpin rampok itu terus berlari tanpa disadarinya ada sesosok manusia yang sedang mengamatinya kejadian itu dari kejauhan.

"Itu dia! Dia sudah tidak bisa apa-apa! Tangkap orang itu hidup-hidup! Tetapi kalau melawan bunuh saja dan bawa kepalanya kepada Ndoro Karnata!" ujar seorang pendekar yang mengejarnya.

"Apakah harus sampai disini hidupku?" batin pemimpin rampok itu.

Pada saat pemimpin rampok itu ingin maju melawan tiba-tiba saja dia melihat anak buah pendekar yang mengejarnya sudah berjatuhan satu per satu dengan luka tusukan tepat dijantungnya.

Pendekar yang memimpin pengejaran terkejut dengan kematian anak buahnya yang begitu cepat. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Tetapi tidak terlihat ada orang lain selain pemimpin rampok yang ada di depannya. Dengan lantang dia berkata.

"Siapa itu! Tunjukkan dirimu!"

"Hahaha..."

Munculah seorang laki-laki berambut panjang. Wajahnya tidak kelihatan karena tertutupi topeng yang digunakannya.

"Kalian beraninya main keroyokan. Lawan kalian sudah tidak berdaya tetapi untuk menangkapnya kalian harus maju bersama-sama? Sangat memalukan!" ucap pria bertopeng itu dengan lantang.

"Jangan ikut campur! Dia adalah perampok! Dia layak mati!" jawab pendekar itu tidak kalah lantangnya.

"Hahaha..."

Wush...

Pemimpin perampok itu hanya bisa melihat dengan mata terbelalak. Ketika laki-laki bertopeng itu menghabisi sisa prajurit dan pendekar yang mengelilinginya dengan sekali gerakan. Dan di saat itu juga kesadaran pemimpin perampok mulai hilang dan jatuh pingsan.
***

"Eh dimana aku?"

Seorang laki-laki terbangun dari tidurnya. Dia memegang kepalanya yang sakit. Lalu memeriksa perutnya yang tadinya terluka. Ternyata lukanya sudah ditutupi dengan kain. Lalu dia menoleh ketika mendengar pintu terbuka dan ada seorang gadis yang tiba-tiba masuk.

"Oh... Ndoro sudah bangun? Tolong jangan bergerak dulu. Lukanya belum kering," ujar gadis itu.

"Aku berada dimana? Siapa kamu?" tanya laki-laki yang sedang terluka itu.

"Ndoro berada di kediaman orang tua saya. Nama saya Radmila," jawab gadis itu sambil mengobati luka laki-laki itu.

"Tolong jangan panggil aku Ndoro. Panggil saja Darendra. Siapa nama orang tuamu?" ujar Darendra.

"Baiklah kalau begitu. Nama Bapakku bernama Sentana sedangkan Ibuku bernama Gayatri. Tetapi dia sudah meninggal tujuh tahun yang lalu," jawab Radmila dengan wajah sedih.

"Maaf kalau pertanyaanku jadi membuatmu sedih," ucap Darendra.

"Tidak apa-apa. Aku memang sedang teringat akan Ibuku," jawab Radmila.

Kriek...

Terdengar suara pintu terbuka. Dan masuklah seorang pria tua membawa ikan hasil memancing.

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang