Chapter 21 | Meminta Izin

530 23 6
                                    

Dalam perjalanan menuju Kerajaan Andraresta, Adipati Jitendra memerintahkan Darendra untuk membunuh Pangeran Andra. Adipati Jitendra tidak bisa menerima perlakuan yang didapatkannya pada saat menanyakan tentang 'barang lain' yang ditemukan selain lencana kerajaan kepada Pangeran Andra.

"Huh. Sombong sekali dia. Berani-beraninya dia menatapku seperti," batin Adipati Jitendra.

"Darendra, kamu harus berhasil melaksanakan tugasmu! Bunuh anak brengsek itu dan cari dimana gulungan yang berisi sandi rahasia itu berada. Aku tahu kalau anak itu telah menemukannya," perintah Adipati.

"Sendika dawuh Ndoro," jawab Darendra.

Setelah memberi perintah kepada Darendra, Adipati Jitendra kemudian memerintah kusir untuk bergerak cepat menuju Kerajaan Andraresta.
***

Disebuah rumah kayu, ada empat orang yang sedang berbincang-bincang sambil memakan gorengan yang sudah disiapkan. Mereka adalah Pangeran Andra, Paman Jenggala, Bibi Lasmi dan Kayana.

"Andra, semua ilmu yang Paman miliki sudah Paman ajarkan kepadamu. Paman berharap dengan ilmu yang kamu miliki sekarang kamu bisa menjadi manusia yang tidak sombong," ucap Paman Jenggala kepada Andra tanpa melihat status Sang Pangeran.

"Paman Jenggala tidak usah kuatir. Semua ilmu yang Paman ajarkan akan saya gunakan untuk hal-hal yang baik," jawab Sang Pangeran dengan lugas.

"Oh iya Paman. Ada yang ingin saya sampaikan kepada Paman dan juga Bibi. Kalau diizinkan, saya akan mengajak Kanaya saat berpetualang nanti," kata Andra lagi.

"Kalau Paman sendiri mengizinkannya. Tapi entah dengan Bibimu," ucap Paman Jenggala sambil menolehkan kepalanya ke arah istrinya.

Andra pun menunggu jawaban dari Bibi Lasmini dengan cemas.

"Kalau Bibi sebenarnya tidak setuju. Dikarenakan Kanaya adalah anak perempuan. Bibi takut nanti..."

"Ibu... aku kan sudah besar. Dari kecil aku kan belum pernah keluar dari rumah. Boleh ya Bu?" ujar Kanaya sambil memperlihatkan wajah memelas.

Bibi Lasmini masih mencari cara agar Kanaya tidak mengikuti Pangeran Andra untuk berpetualang. Dia merasa takut kehilangan Kanaya yang merupakan anak satu-satunya. Memperbolehkan Kanaya berlatih silat sudah termasuk hal yang berat buatnya. Tetapi untuk berpetualang terasa sangat lebih berat. Saat melihat wajah Kanaya, akhirnya Bibi Lasmini mengizinkannya.

"Hore... Terima kasih Bu. Terima kasih Pak," kata Kanaya sambil memeluk Ibu dan Bapaknya.

"Terima kasih atas izinnya Bi. Saya berjanji akan menjaga Kanaya dengan sebaik-baiknya selama berpetualang nanti," ujar Sang Pangeran.

"Nah, keputusan sudah diambil. Saatnya kita untuk makan siang. Paman sudah lapar ini," ucap Paman Jenggala dengan memperlihatkan wajah seperti orang kelaparan.

Setelah makan siang. Paman Jenggala mengajak Sang Pangeran ke halaman depan rumahnya. Sedangkan Kanaya dan Ibunya membersihkan piring-piring yang digunakan untuk makan siang barusan.

"Andra, Paman ingin melihat kamu menggunakan Ajian Api Suci yang telah kamu kuasai," perintahnya.

"Baik Paman," jawab Sang Pangeran dengan tegas.

Sang Pangeran lalu bersila dan memejamkan matanya sambil menangkupkan kedua tangannya. Lalu Sang Pangeran mengucapkan sebuah mantra, "Niat Ingsun Nyenyuwun Abange Geni."

Tiba-tiba saja munculah api dari tangan yang ditangkupkannya. Lalu api itu diarahkannya ke sebuah pohon besar yang berjarak sepuluh tombak. Dan Sang Pangeran pun berteriak, "Ajian Api Suci!"

Duar... Buk...

Terdengarlah sebuah ledakkan dan jatuhnya pohon yang terkena oleh ajian itu. Paman Jenggala hanya bisa berdiri terdiam ketika melihat kejadian itu. Sedangkan Kanaya dan Bibi Lasmini langsung berlari ketika mendengar suara itu.

"Hebat!" ucap Paman Jenggala dengan bangga sambil menghampiri Sang Pangeran, "Dengan begini Paman merasa yakin untuk mengizinkan Kanaya ikut berpetualang bersamamu," ujarnya.

Andra tersenyum malu ketika Paman Jenggala mengatakan itu. Sedangkan Kanaya dan Bibi Lasmini yang tadi berlari akhirnya ikut menghampiri Andra.

"Kangmas, kapan kita akan berangkat?" tanya Kanaya tidak sabar.

"Sabar dulu Dinda, jangan terburu-buru. Kangmas harus mempersiapkan segalanya dengan baik," jawab Sang Pangeran.

"Kamu ini kok tidak sabaran sekali Nduk. Tunggu Kangmasmu mengabari lagi," timpal Paman Jenggala dan Bibi Lasmini bersamaan.

Kanaya hanya memanyunkan bibirnya ketika Ayah dan Ibunya mengatakan hal itu.
***

Saat ini Darendra sedang berada di Kerajaan Manggala. Setelah mendapatkan perintah dari Adipati Jitendra, Dia langsung pergi dan mencari cara untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh tuannya. Sebenarnya dia ingin menolak tugas ini. Tetapi dia tidak bisa. Karena Adipati Jitendra telah menyandera penyelamat hidupnya.

Di saat Darendra sedang berpikir, tiba-tiba tanpa sengaja dia melihat Sang Pangeran melewati tempat Darendra sedang beristirahat dengan menaiki kuda. Dengan secepat kilat Darendra bergerak mengikutinya. Tetapi tanpa disadari oleh Darendra, sebenarnya apa yang dilakukannya telah diketahui oleh Sang Pangeran. Hanya saja Sang Pangeran berpura-pura tidak mengetahuinya. Karena dia ingin tahu apa maksud dari Darendra mengikutinya.

Darendra berhenti mengikutinya saat dia melihat Sang Pangeran berhenti di sebuah kedai. Disaat Darendra ingin menuju kedai itu secara tiba-tiba langkahnya terhenti, Darendra melihat ada seorang gadis menghampiri Sang Pangeran. Mereka sedang berbicara serius. Karena rasa penasaran akhirnya Darendra tetap menuju kedai tersebut. Dia memilih meja agak terdekat serta menggunakan topeng untuk menutupi wajahnya.

"Jadi bagaimana Kangmas? Kalau aku sendiri inginnya Kangmas menemani aku dalam perjalananku nanti," ujar gadis itu.

"Maaf sekali Dinda. Aku sudah ada janji dengan seseorang. Jadi aku tidak bisa menemanimu," kata Sang Pangeran.

"Ya sudah kalau begitu. Tapi kalau suatu saat aku mengajak pergi lagi, Kangmas tidak boleh menolak," ujar gadis itu sekali lagi.

Andra hanya membalas dengan anggukan dan senyuman. Setelah di rasa sudah selesai urusannya dengan si gadis, Sang Pangeran pun berpamitan untuk kembali ke Keraton. Di saat Sang Pangeran pergi, Darendra memilih tetap berada di tempatnya. Karena dia masih ingin tahu siapa gadis itu sebenarnya. Lalu Darendra melihat gadis itu pergi dengan tergesa-gesa. Darendra pun mengikutinya. Tanpa disadari oleh Darendra ternyata gadis itu telah menghilang dengan cepat.

"Kemana gadis itu? Kenapa cepat sekali menghilangnya?" batin Darendra.

Karena merasa kehilangan jejak. Akhirnya Darendra kembali menuju penginapan. Disaat bersamaan ternyata gadis yang diikutinya berada diatap kedai tadi. Darendra tidak menyadari kalau gerakannya sudah diketahui oleh gadis itu juga. Gadis itu pun mengikuti Darendra hingga penginapan. Sesampainya dipenginapan Darendra langsung menuju kamar yang disewanya. Dia langsung berbaring dan pikirannya langsung kembali kepada gadis yang diikutinya tadi. Dia merasa penasaran dengan gerakannya. Begitu cepat. Selama perjalanan menuju ke penginapannya Darendra teringat masa lalunya saat sebelum menjadi anak buah Adipati Jitendra.

Sang Fajar (Tersedia E-Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang