Bab 2 – Bagaimana Si Sombong Itu Datang Ke Kehidupanku
Setahun kemudian.
Panas menusuk kulitku bagai lava yang mengalir. Ingin rasanya aku menjerit dan mencekik gadis di depanku yang memasang wajah tak berdosa itu. Kaos putih favoritku kini seperti habis dikencingi anjing walau aroma yang menguar darinya adalah arang kopi. Juga jangan lupa, itu adalah kopi panas yang "tak sengaja" jatuh dari jemari Mia, adikku.
Oh, koreksi. Adik tiriku!
"Maaf, aku tidak melihatmu lewat," kata Mia membuat suaranya selembut mungkin.
Andai keadaannya berbeda, aku sungguh ingin menjengkal wanita sialan ini dan menghantamkan kepalanya ke lantai. Hingga nyawanya melayang. Well, itu khayalan yang mengerikan, tapi sebesar itulah kemarahanku sekarang!
"Sebaiknya kau pergi sebelum Luke melihat betapa kotornya baju kakakku, iya 'kan?" lanjut Mia dan membalikkan badannya.
Aku hampir seperti orang paling idiot hanya karena langsung membisu kala Mia menyebut nama Luke di depanku. Aku tahu seharusnya tidak bersikap bagai ratu drama, tetapi sungguh Tuhan ini tidak adil. Kau memberiku pilihan sulit hingga aku kehilangan lelaki yang dulu pernah singgah di hati.
Ah, benar-benar pagi yang memuakkan. Jika Mia tidak ingin aku muncul ketika sarapan bersama, baiklah aku terima.
***
Suara jemari yang menari di atas keyboard memenuhi ruangan. Kata-kata yang melayang bagai embusan angin dari jendela. Rambut pirangku bergemulai bersama kala cahaya mentari pagi mengintip samar-samar. Harum deterjen baru menguap dari tirai jendela putih yang berayun lembut. Empat dinding vanilla yang menemani tahun-tahun hidupku. Semua seolah menyatu. Itu adalah momenku. Milikku. Hal yang tidak bisa orang lain rebut.
Namun, itu tidak berlangsung lama sampai sebuah ketukan pintu kamar menginterupsi waktu, "Lily, ini Mama," ujar seorang wanita memanggilku.
Kuhela napas, meninggalkan laptop di meja dan menyeret diri ke pintu. Menemui wanita paruh baya yang sudah mengadopsiku selama 20 tahun lebih kehidupanku.
"Pagi, Ma," kataku menyambutnya masuk.
Wanita bernama Julie itu tersenyum dan mendekapku sebentar. Memberiku sapaan pagi seperti biasa. Kukira hanya itu urusannya sampai kemudian Julie menghampiri lemari pakaian dan memilih salah satu gaun merah yang sudah lama tak kupakai.
"Ini masih bagus," komentarnya menambah kecurigaanku.
"Ada apa, Ma?" tanyaku memilih duduk di ranjang putih.
Julie memandangku lembut, "Kenapa tadi tidak ikut sarapan?" tanyanya lalu mendekatiku, menempelkan gaun itu ke tubuhku, memastikan jika itu cocok.
Ugh! Jangan buat aku mengingat apa yang terjadi sebelumnya!
Aku mengangkat bahu akan pertanyaannya, "Tidak apa-apa, aku sedang mengerjakan tulisanku," jawabku mengangguk ke arah laptop yang masih menyala.
Julie ikut memandang ke mana mataku tertuju, "Lily memang suka menulis ya?" katanya lalu mengusap pundakku, "tadi Luke menanyakan kabarmu pas sarapan."
Mataku terbelalak, mengingat memori yang tak seharusnya kuingat. Memori yang masih saja dengan nakalnya memutar film adegan romantis di sebuah restoran. Musik klasik ala Bethoven menggema jauh. Kilauan cahaya lampu bak kunang-kunang yang mengelilingi kami. Kemudian yang paling bersinar di antara semua itu, adalah cincin yang ia bawa.
"Kenapa memangnya, toh Luke sudah punya Mia?" kataku dan berusaha mengatakannya sepedas mungkin agar Julie tidak menghakimiku.
Sebuah helaan napas nan lembut, mengecup keningku dalam satu detik yang singkat, "Ya, tidak terasa sebentar lagi Mia sudah mau menikah," katanya lalu membelai pipiku, "kapan kakaknya menikah juga, hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jantung Untuk Ethan | 0.5 (TAMAT)
RomanceMemangnya kamu mau menghabiskan hidupmu dengan orang yang cacat dan sekarat sepertiku? -Lily Aldren Smith- Sebuah prekuel jauh sebelum dunia First dimulai. Melihat mantan nikah sama adiknya sendiri? Siapa yang sanggup? Begitu pun Lily yang terpaksa...