Bab 33 - Bagaimana Jika Jantung Itu Bukan Milikku

1.2K 45 0
                                    

Bab 33 – Bagaimana Jika Jantung Itu Bukan Milikku

Marianne menyeringai lebar ketika bayi itu dalam gendongannya. Dia terus menyahut agar aku melihatnya dan memberinya sedikit pujian. Dan, ya aku mengucapkannya. Kau harus melihat bagaimana wajah putriku begitu bahagia. Marianne sudah 18 tahun sekarang. Sekarang adalah tahun seniornya di SMA dan tahun depan dia akan kuliah, mungkin jurusan majemen hotel seperti ayahnya. Mungkin dia juga akan menikah dan aku percaya, Marianne mewarisi sifatku kemudian menemukan lelaki yang pantas.

"Ma, lihat! Lihat!" Anne kembali menjadi satu-satunya penyegar suasana di ruangan itu.

Nathan hanya berdiri di samping Marianne, melihat penasaran pada si bayi. Tony duduk di seberang, menemani Carly yang dibantu oleh alat pernapasan canggih di mulutnya. Ethan tidak banyak bicara sejak kami datang kemari, seolah ada pikiran berkecamuk di dalam kepalanya.

Aku tidak menyalahkannya, sudah dua bulan lebih Carly tidak sadarkan diri.

Jam jenguk itu kami habiskan dengan mengobrol dan menanyai kabar Carly. Tony menerangkan bahwa trauma kecelakaan mengerikan itu sangat mempengaruhi kemampuan Carly bernapas. Aku bisa mendengar betapa sedihnya Tony ketika menceritakannya, terutama melihat ada bayangan hitam di kantung matanya.

"Aku bingung bagaimana harus mengurus Gabby tanpa Carly," kata Tony ketika akhirnya Marianne mengembalikan bayinya.

***

Beberapa saat usai menjenguk Carly, Marianne dan Nathan izin pamit duluan. Ethan tidak mengantar mereka dan memesan taksi sebagai gantinya. Aku sudah menduga dari gerak-geriknya, Ethan seperti sangat ingin memberitahuku sesuatu dan jujur saja aku sungguh gelisah terhadap apa yang ingin dikatakannya.

"Ethan, kau sudah meminum obatmu, 'kan?" Aku mulai mencari-cari persediaan obat si pemuda yang sudah tua ini.

Ethan tertawa dan memeluk perut dari belakang. Hidungnya menelusuri tekukku seolah kami tak bertemu selama seabad. Mengirim listrik kejutan ke sekujur tubuhku dan membuatku berbalik, merenggut bibirnya sekali lagi. Seolah aku bernapas untuknya.

"Kita harusnya istirahat," kataku dan menyentuh sisi wajahnya, "aku punya jantung yang payah dan kau tekanan darah yang harus dikendalikan. Sudah cukup aku yang sakit, aku tidak ingin kau sakit juga."

"Lil," panggil Ethan mengembalikanku duduk di ranjang rumah sakit yang sudah seperti kamar pribadiku saja.

"Ya?" balasku ragu, "ada apa, Ethan?"

Senyum Ethan mengembang dan sekonyong-konyong dia mengecup punggung tanganku beberapa kali dengan penuh rasa syukur. "Aku mencintaimu, Lil. Aku akan bilang itu seumur hidupku kalau perlu," katanya dan membuatku bingung.

"Aku juga mencintaimu," ucapku lalu menyentuh sisi wajahnya, "tapi jangan buat aku curiga begini, Ethan kenapa, hm? Ada apa?"

Ethan lalu menerangkan kata-kata yang tak pernah kukira akan sampai akhirnya. "Lily, akhirnya donor jantung yang cocok untukmu sudah ada," katanya dengan suara bergetar.

Aku masih diam dalam kekagetanku sendiri. Maksudku, aku tidak terlalu banyak berharap untuk operasi transplantasi jantung. Kesempatanku begitu tipis sampai aku mengira mungkin sudah nasib.

Ethan meremas jemariku dan menampakkan senyum lebar di wajahnya. "Ini bukan mimpi," bisiknya seolah bisa membaca pikiranku.

Mataku memanas, bahkan sedikit basah. "Kau yakin?" desisku diantara isak yang tersembunyi.

Ethan mengangguk dengan bersemangat. "Dokter Alex ingin kau bersiap-siap," katanya mengecup punggung tanganku lagi lalu mendongak, memberiku tatapan kelabunya yang penuh makna, "jika operasi ini berhasil, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, sayang. Kau bisa bersama anak-anak lebih lama. Cukup lama sampai mereka menikah, punya cucu dan kita bisa tua bersama-sama."

Jantung Untuk Ethan | 0.5 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang