Bab 8 – Bagaimana Jika Aku Menginginkanmu
Sesuatu dari dalam perutku seolah ingin ke luar ketika baru saja aku sampai di kamar 296. Kakiku langsung melesat ke kamar mandi dan memuntahkan semua makan siangku ke dalam toilet. Tubuhku merosot ke lantai dan pandangan mataku kabur. Seolah ada yang menusuk kepalaku dan mengguncang dunia.
Masih dalam kabut lemas, aku mamaksakan tubuh ini berdiri dan menggapai wastafel. Tanganku yang berkedut meraih keran dan menyapukan air ke wajahku. Berkumur sebentar dan membersihkan semua jejak muntahan tadi.
Sejujurnya aku tak mempunyai tenaga lagi untuk memikirkan apakah ada racun di burger yang kumakan siang tadi. Kepalaku pusing sekali. Beberapa saat aku hanya menatap diriku di cermin dan mengatur napas. Apa mungkin ini efek samping obat yang kukonsumsi?
Tapi, aku tidak pernah muntah sebelumnya.
Tangan kananku menyentuh dada ini dan kudengarkan gema lemah itu berdegup. Tidak ada komplikasi atau apapun, detaknya normal.
Aku baik-baik saja. Jantungku pun masih bisa berdetak. Aku hanya perlu istirahat. Ya, itu saja. Istirahat.
Kuseret diriku ke luar dari kamar mandi dan menjatuhkan tubuhku ke ranjang. Akhirnya aku bisa bernapas lega dan menghirup aroma yang tertinggal di spreinya. Mengingatkanku pada lelaki itu. Tatapan kelabunya. Rambut hitam pendeknya yang halus. Sentuhan lembutnya. Samar-samar dalam ingatanku, dalam cahaya bulan yang bisu.
Entah berapa kali aku berakhir di ranjang putih ini. Entah Ethan yang menginginkanku atau aku yang menginginkannya. Kami sama-sama menikmati apa yang kami punya sekarang. Tanpa adanya label pasti akan hubungan kami.
Meski aku ingat Ethan bilang, dia ingin "berteman". Namun, aku juga tidak bisa memungkiri perasaanku ikut terlibat. Terlebih setelah kami "melakukannya", Ethan banyak menanyaiku tentangku dan keluargaku. Bagaimana dulu aku diadopsi dan semacam itu.
Kami memang hanya bercinta di ranjang ini, tetapi aku tahu Ethan masih memiliki kepedulian padaku bahkan setelah momen itu berakhir.
Atau perasaan yang tertinggal setiap ciumannya menyapa bibirku.
Sejak berpisah dari Luke, aku tidak tertarik lagi menjalin hubungan serius dengan lelaki mana pun. Terutama setelah berbagai macam masalah dengan keluarga Smith dan pertemuan dengan dokter pribadiku. Aku tidak punya waktu untuk menjalin asmara.
Bertemu dengan Ethan adalah jalan keluarku. Dia juga awalnya tidak ingin serius. Sedikit yang kutahu pertunangannya dulu berakhir kacau. Ya setidaknya itu persamaan kami yang paling jelas.
Sama-sama patah hati, namun perbedaannya, dibanding aku, Ethan mempunyai kesempatan hidup yang lebih baik.
Aku dan jantung ini, hanya berusaha bertahan hidup. Namun, beberapa hari ini ...setelah bersamanya ... tidur dengannya ... perasaanku campur aduk.
Jam berapa sekarang? Sudah hampir jam enam senja. Ethan belum datang. Aneh sekali. Biasanya sore pun dia sudah datang. Kenapa dia lama? Apa aku hubungi saja. Sejujurnya aku pun masih kelelahan entah kenapa. Batalkan saja sekali, juga tak apa.
Pusing masih menghantuiku ketika aku mengambil tas dan berjalan menuju pintu. Tanganku merogoh ponsel dan bersiap mengirim pesan pada Ethan kalau aku akan pulang saja. Namun, belum sempat aku melakukan itu semua, pintu kamar ini dibuka.
Sosok Ethan barulah muncul.
"Ethan?" panggilku.
Lelaki itu nampak berbeda. Dia masih mengenakan pakaian kantornya, namun jasnya ia biarkan tersampir di bahu. Iris kelabu miliknya tak secerah yang kutemui tadi siang. Dia nampak begitu kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jantung Untuk Ethan | 0.5 (TAMAT)
RomanceMemangnya kamu mau menghabiskan hidupmu dengan orang yang cacat dan sekarat sepertiku? -Lily Aldren Smith- Sebuah prekuel jauh sebelum dunia First dimulai. Melihat mantan nikah sama adiknya sendiri? Siapa yang sanggup? Begitu pun Lily yang terpaksa...