Bakpia 14

6.3K 1.6K 80
                                    

"Makanya mulutnya itu dijaga Pia..."
Aku memberengut mendengar ucapan Mbak Anisa yang kini tersenyum saat masuk ke dalam kamar. Akibat celetukanku tadi tuh aku di suruh masuk ke dalam kamar dan entah apa yang terjadi dengan Kak Atma. Aku kan jadi merasa bersalah.

"Mbak tahu gak ayah ngapain Kak Atma?"

Mbak Anisa sekarang duduk di sebelahku. Lalu tersenyum lagi.

"Suruh hafalan surat Alquran."

Aku langsung melotot mendengar ucapan Mbak Anisa.

"Terus?"
Mbak Anisa tersenyum lagi.

"Siplah, dia emang calon imam masa depan."

Aku hanya bisa melongo. Ini apaan sih? Aku tuh penasaran Kak Atma di uleg pakai sambal kali sama ayah. Duh.

*****
Melangkah malas di koridor sekolah. Aku beneran gak semangat pagi ini. Habis tadi pagi dengar ayah bilang gini

'Pia, kamu harus dapat nilai sempurna. Jangan kebanyakan buat gombalin ketua osismu itu.'

Tuh ayah bilang gitu. Emang aku gombal? Aku kan ngomong sesuai kenyataan.

"Haluha Piaaaaaa."

Tiba-tiba ada yang merangkul bahuku. Dan aku tersenyum saat melihat Loly sudah menyeringai lebar menatapku.

"Udah ngerjain pr Biologi?"

Aku langsung menganggukkan kepala.

"Ah pinjem ya."

Kebiasaan. Tapi aku langsung membuka tas ranselku dan mengambil buku pr dan menyerahkan kepada Loly.

"Makasih Pia sayang. Aku mau ngerjain dulu."

Loly langsung berlari mendahuluiku untuk menuju kelas. Dasar.

Saat itulah dari arah berlawanan aku melihat Kak Atma melangkah ke arahku. Aduh. Aku harus sembunyi nih. Aku malu beneran.

Mending berbalik saja dan cari jalan memutar. Aku mulai berbalik dan melangkah cepat.

"Sop butut sapi. Morning."

Di depanku si Ridwan malah menyapaku dengan heboh. Yasalam. Alamat aku tertahan ini.

"Lo mau kemana? Kelas kita di sana loh?"
Ridwan malah menunjuk arah belakangku.

Aku langsung memegang perutku.

"Anu..mau ke toilet."

Ridwan mengernyit. "Dek Sopia yang pinter, perasaan toilet juga di sana loh. Ini ngapain mau ke arah aula? Di sana gak ada toilet. Kecuali lo mau pup di bawah pohon pisang nan rindang."

Iuuhh kok malah jado jorok sih.

"Heheheh mau beli obat deh. Di warungnya Mang Kosim. Sakit nih perut."

"Siapa yang sakit?"

Aduh. Perasaanku gak enak nih.

"Wah Pak Ketu.. pagi Kak Atma. Ini nih si sop daging sapi sakit perut kak."

Dasar bocor ini Ridwan. Awas aja entar.

"Tolong anggota osisnya di urus ya kak." Setelah mengatakan itu Ridwan malah melenggang pergi. Semprul kan jadinya.

Aku menoleh perlahan ke arah Kak Atma yang kini menatapku.

"Heheheh pagi Kak Atma."

Kak Atma kayaknya ngerti banget siapa aku. Dia langsung menghela nafas.

"Sakit apanya? Ke uks tuh ada obat."

Aku mengusap-usap perutku.

"Udah ilang kok. Udah kentut barusan."
Tuh kan aku keceplosan lagi. Ini mulut perlu di rukiyah kayaknya.

Kak Atma langsung menjauh sambil membenarkan ranselnya. Tapi sepertinya dia ingat sesuatu.

"Materi yang aku titipkan ke ayah kamu udah kamu pelajari?"

Aku menganggukkan kepala tapi jadi ingat Kak Atma semalam dibikin susah sama ayah.

"Maafin Pia ya Kak. Gara-gara Pia kakak jadi susah."

Kak Atma kembali mengernyit

"Susah kenapa?"

"Disidang sama ayah kan?"

Kali ini Kak Atma malah menatapku serius.

"Keren punya ayah kayak Om Kafka. Tegas, dan memang sangat berkompeten. Aku jadi pingin kayak ayah kamu itu."

"Ha?"

Tentu saja aku melongo mendengar ucapan Kak Atma. Ini gak salah dengar kan? Atau tadi pagi telingaku kemasukan kotoran?

"Pokoknya belajar. 2 hari lagi debatnya. Jangan di sia-siain waktunya buat hal yang gak penting. Contohnya buat gombalin aku."

Lah kok omongannya sama kayak ayah? Setelah mengatakan itu Kak Atma pergi gitu aja. Aku jadi menggigil nih, ayah pasti berpesan yang enggak-enggak nih sama Kak Atma. Waduh.

Bersambung

Udah dilanjut ya. Jangan protes dikit ah kan udah dikasih alasannya kenapa up dikit.

SURAT CINTA UNTUK KETOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang