SERKAN 29

6.9K 1.7K 111
                                    

"Atma, ibu sudah mengurus semuanya, kenaikan kelas kamu bisa langsung pindah. Tapi sebenarnya ibu menyayangkan kamu akan pindah dari Bina Bangsa ini. Kamu itu murid teladan, pintar dan juga berprestasi. Padahal setelah lulus nanti, sekolah bisa menjamin kamu akan dapat beasiswa ke beberapa universitas negeri di sini."

Aku tersenyum tapi hati juga sedih. Ucapan Bu Widya, wali kelasku membuat aku ingin menarik semuanya. Aku masih ingin di sini, sudah nyaman dengan teman-teman dan semuanya. Apalagi akhir-akhir ini ada yang menahanku di sini.

"Terimakasih ibu atas semuanya, sebenarnya juga berat bu saya mau meninggalkan sekolah ini, dan juga Indonesia. Hati saya ada di sini. Tapi bagaimanapun juga saya harus ikut kedua orang tua. Karena ayah saya sepertinya akan lama berada di Mesir."

"Ke Mesir? Siapa?"
Tentu saja aku terkejut mendengar suara itu. Padahal aku sedang berada di ruang guru, dan hanya aku dan Bu Widya saja di sini. Tapi kemudian saat aku mendongak, Sofia sedang berdiri tak jauh dari kami. Dia persis berada di mejanya Pak Kunto dan meletakkan tumpukan buku yang dibawanya ke atas meja.

"Owh Sofia, ada apa nak?"
Bu Widya sudah beranjak dari duduknya dan kini melangkah mendekatinya.

"Ini bu disuruh Pak Kunto untuk mengumpulkan ulangan tadi."

Bu WIdya kini malah menepuk bahu SOfia lalu merangkul bahunya.

"Makasih ya sayang, kamu terus pertahankan prestasi kamu ya? Besok kamu yang bakalan gantiin Atma. Kamu juga pintar dan berprestasi. Calon ketua Osis berikutnya."

AKu langsung menundukkan kepala, takut akan reaksinya. Dia kan belum tahu aku akan pergi.

"Maksud ibu siapa yang akan pergi? Kok gantiin segala?"

"Atma besok kelas 12 tidak di sini, tapi mau pindah ke Mesir. Benar kan Atma?"
Seketika itu juga saat aku mengangkat wajahku yang terlihat wajah pucat Sofia. Aku tidak tega melihatnya.

*****

"Assalamualaikum. Sofia."

Kuhela nafasku, lalu menatap layar ponsel lagi. Kuketikkan salam itu kepada Sofia lewat pesan whatsapp. Aku resah, tadi siang hanya sebatas itu aku melihatnya. Karena dia sudah berpamit untuk ke kelas, setelahnya sampai sore aku disibukkan dengan kegiatan dan tidak melihatnya lagi.

Tapi saat ini tidak ada balasan apapun dan aku makin resah. Beranjak dari atas kasur, aku langsung melangkah menuju balkon kamarku. Apa yang kurasakan saat ini terasa begitu dalam. Entah kenapa, setiap kali menatap Sofia, atau secara tidak sengaja melihatnya perasaanku akan terasa nyaman. Seperti kemarin, tidak sengaja melihat dia selonjoran di atas lantai depan kelasnya. Dia terlihat menggemaskan, dan aku tidak bisa mengalihkan tatapanku. Atau pas aku benar-benar terkena flu berat, lalu langkah kakiku mengajak ke kelas Sofia. Hanya beralasan minta tisu kepadanya, itu sudah membuat sakit kepalaku terasa ringan.

"Waalaikumsalam. Kak Atma jahat."

Suara pesan dari Sofia mengagetkanku. Saat aku membuka layar jawaban itulah yang aku baca. Aku langsung mengetik jawaban secepat mungkin.

"Maaf."

Satu kata itu sudah aku kirimkan, tapi aku malah berjalan mondar-mandir di balkon kamar. Rasanya ingin sekali menenangkan perasaannya. Aku takut membuat Sofia menangis.

AKu duduk di selasar dinding dan bisa melihat dengan jelas pemandangan jalan raya di depan rumahku. Hatiku gundah untuk saat ini. Kutatap lagi layar ponsel yang belum memberikan jawaban dari SOfia. Lalu dengan cepat aku memencet tombol berwarna hijau.

Kutempelkan ponsel di telinga, suara berdengun nada tunggu membuat aku makin tidak sabar.

"Halo.."

Suara Sofia terdengar serak di ujung sana.

"Sof, kamu nangis?"

Ada jeda sebentar, tapi kemudian seperti suara langkah kaki.

"Ehm Pia pilek."

"Hah?"
Aku tentu saja tidak percaya, dia sehat tadi siang masa sore begini pilek.

"Sofia, maafin aku. Sebenarnya aku ingin memberitahumu tentang kepergianku yang mungkin masih 6 bulan lagi. Aku memang tidak bertanggung jawab untuk memberitahumu, tapi aku ingin. Hanya saja sudah kedahuluan Bu Widya. Maaf."

Suara isak tangis lagi, ingin rasanya aku ke rumah SOfia dan menenangkannya. Tapi tentu saja itu tidak membantu. Toh aku memang akan segera pergi.

"Please, jangan nangis. Please.. Aku janji selama 6 bulan ini aku akan ada untukmu."

Setelah mengatakan itu akupun terdiam, terkejut dengan pengakuanku sendiri.

"Ada buat Pia?"

"Yup."

Suara SOfia masih terdengar serak tapi dia sudah tidak terisak lagi.

"Gak apa-apa kak. Its ok kok Kak Atma mau pergi. Toh Pia juga bukan siapa-siapa Kak Atma. Cuma putri gombal yang suka gombalin Kak Atma. Tapi janji ya, besok pas Pia sudah cukup umur Kak Atma bakal ada buat jadi Imam Pia."

BERSAMBUNG

Ini tuh ketik di hotel, untung saja ada internet dan laptop dari hotel, wuuaaa langsung ketik. Makanya koment yaaakk yang rame.. biar author gak sia-sia bela-belain ketik.

SURAT CINTA UNTUK KETOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang