Serkan 33

7.4K 1.6K 106
                                    

"Lo beneran mau ke Mesir?"
Pertanyaan itu datang dari orang yang tak pernah kuduga. Aku baru saja duduk di bangku kelas.

"Bukan urusan lo juga."
Jawaban ketusku membuat Jono yang sudah nangkring di kursi sebelahku kini menegakkan kerah seragamnya. Dia mengusap hidungnya dengan gaya berlebihan.

"Urusan buat gue karena lo bakal buat princess Sofia gue terluka."

Tentu saja kali ini aku langsung menatap Jono yang tampak menatapku tajam. Bagaimana dia bisa?
Jono kini bersedekap dan menatapku dengan serius.

"Gue cemburu iya, gue iri iya sama lo. Tapi gue sayang sama Sofia itu tulus. Gue pingin lihat dia bahagia. Gue tahu kalau sofia suka sama lo dan hanya lo. Sebesar apapun gue menarik perhatian Sofia, baginya gue nol. Tapi lo itu udah dapat nilai 100. Gue ikhlasin dia buat lo, hanya saja kayaknya lo gak peka juga. Awas aja lo nyakitin Sofia."
Setelah mengatakan itu Jono langsung beranjak dari duduknya dan meninggalkanku begitu saja.

Kuhela nafasku, ini makin rumit.

*****
Seharian ini aku memang tidak ke lantai satu. Ulangan yang berturut-turut membuatku tertahan di kelas. Istirahat saja makan bekal yang dibawakan mama jadi aku belum bisa menemui Sofia.

Aku tahu kemarin aku kejem mengatakan hal itu kepada Sofia. Bagaimanapun juga dia sudah menaruh semangat kepadaku.

Kelas biologi berakhir saat bel pulang berbunyi. Semua anak-anak di kelas langsung menghambur keluar. Ingin segera pulang ke rumah. Lelahnya pelajaran hari ini memang sangat terasa.

"Bro.. nitip tas. Kebelet nih gue."
Ryan menunjuk tasnya yang ada di sebelahku lalu langsung ngacir keluar. Kebiasaan dia itu selalu nahan pipis.

Aku memasukkan buku-buku ke dalam tas. Rasanya ada yang kurang kalau tidak melihat Sofia.

Aku membawa tas Ryan saat keluar kelas. Melangkah ke toilet cowok yang ada di lantai dua ini. Saat itulah Ryan keluar dari toilet dan langsung tersenyum lebar.

"Woaaa sampai segitunya lo sama gue? Makasih sayang."

Ryan langsung mengambil tasnya yang membuatku mundur.

"Najis."
Jawabanku membuat Ryan tergelak.

"Bercanda bro.. eh lo di cariin Alvian."

Ryan menepuk bahuku setelah mengatakan itu dan langsung pergi. Ada apa Alvian mencariku?

Aku langsung melangkah ke kelas Alvian yang juga satu kelas dengan Anisa kakaknya Sofia.

Kebetulan orang yang aku cari sedang melangkah ke arahku juga. Tentu saja dia notice dan langsung menghampiriku.

"Atma."

"Katanya lo cariin gue?"

Alvian menganggukkan kepala.

"Mau kasih tahu, Sofia tadi pagi kecelakaan."

Deg

Tentu saja mataku membelalak saat mendengar ucapan Alvian. Jantungku berdegup kencang.

"Kecelakaan dimana? Kenapa lo gak kasih tahu gue tadi pagi?"

Alvian kini menepuk bahuku.

"Sabar. Gue juga baru tahu dari Nisa yang gak masuk karena nganterin Pia ke rumah sakit. Jadi mereka berdua tuh berangkat sekolah tadi. Sofia keserempet motor karena nyelametin Nisa."

Nafasku memburu. Aku khawatir dengan Sofia. Pantas saja perasaanku tidak enak sejak tadi.

"Sekarang dia gimana?"

Alvian tersenyum "katanya cuma luka-luka kaki dan tangannya. Masih di rumah sakit. Kita ke sana aja sekarang."
Kuanggukan kepala.

"Pakai mobil gue aja. Hari ini gue bawa mobil."

Alvian tentu saja langsung menganggukkan kepala.

*****
"Pia lagi tidur."

Bau obat menyengat langsung menguar di sekitarku. Kami sudah sampai di rumah sakit tempat Sofia dirawat. Ada Anisa dan juga bundanya Sofia yang langsung menyambut kami.

"Tungguin aja dulu, paling habis ini bangun. Nak Alvian sama nak Atma duduk sini ya."

Aku menganggukkan kepala saat tante Rahma menunjuk sofa yang ada di ruangan ini. Bisa terlihat Sofia terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tangan terbebat infus dan juga perban.

Aku khawatir, sungguh.

"Baik tante."

Aku dan Alvian langsung duduk. Anisa sendiri tampak sedih dan terus menunduk.

"Bukan salah kamu Nis."

Alvian kini mencoba menenangkan Anisa yang duduk tak jauh dari kami. Tante Rahma berpamit untuk membeli sesuatu di kantin.

"Salah aku. Tadi tuh Pia udah males aku ajakin nak trans jakarta. Tapi aku maksain eh dijalan malah harusnya aku yang..."

Anisa kembali menangis. Aku tahu bagaimana perasaan Anisa. Dia pasti sangat menyayangi Sofia. Seperti aku juga yang sayang sama Sofia.

Alvian masih terus menenangkan Anisa. Mereka memang bersahabat dan satu kelas. Aku memilih untuk beranjak dari sofa dan kini melangkah mendekati ranjang. Sofia tampak pulas dalam tidurnya. Tapi aku tidak tega melihatnya seperti ini.

Aku hanya berdiri diam di samping ranjang. Wajah Sofia terlihat pucat. Aku kangen senyumnya yang ceria. Dia tidak pernah terlihat sedih.

"Sofia."

Aku memanggilnya hanya karena aku ingin. Tapi tiba-tiba bulu matanya bergetar. Dan mata indah itu terbuka.

Sofia langsung menatapku.

"MasyaAllah. Malaikat. Eh Pia gak mati kan? Astaghfirullah. Masa cuma kebentur aspal pia huwaaa..."

Eh kok dia nangis? Tentu saja aku bingung dan kini menoleh ke arah Anisa dan Alvian yang langsung melangkah mendekati kami. Anisa yang langsung menggenggam jemari Sofia.

"Hei.. kamu itu cuma tidur. Tadi abis diperban katanya ngantuk."
Tentu saja ucapan Anisa membuat tangis Sofia reda. Tapi dia masih terisak. Dia menatapku sebentar lalu beralih ke Anisa. Alvian di sampingku malah tertawa.

"Lah kalau gak mati kenapa ada malaikat di sini?"

Tangan Sofia terarah kepadaku. Tentu saja pipiku memanas. Dia ini, terbaring sakit begini masih bisa menggodaku? Sungguh adorable.

"Husst. Ngawur. Piaaaa.."

Kali ini Sofia terkikik lalu menatapku.

"Hai Kak Atma. Ahh aku udah sembuh pas lihat kakak."

Tuh kan... dia itu sakit loh.. padahal aku udah khawatir banget.

"Piaaa jangan godain Atma. Kamu ini kaki terbebat gini kok."
Alvian menepuk bahuku dan mengatakan itu kepada Sofia. Tapi Sofia malah menjulurkan lidah kepada Alvian.

"Ya kan gak apa-apa. Kak Atma itu obat buat Pia. Jadi kalau Pia sakit langsung sembuh deh liat wajahnya. Makasih ya kak."

Hatiku tersentuh. Bagaimana bisa aku pergi meninggalkan dia yang seperti ini?

Bersambung


SURAT CINTA UNTUK KETOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang