SERKAN 19

6.8K 1.6K 104
                                    


"Atma, lo tahu jawaban yang sedang ditulis di papan tulis sama Pak Kusno?"
Aku langsung menoleh ke arah Ryan yang kali ini terlihat sangat frustasi.

Pelajaran Kimia. Dan Pak Kusno kasih pertanyaan tiap bangku. Sebentar lagi giliran Ryan yang harus maju ke depan. Aku menatap soal yang sedang ditulis oleh Pak Kusno dan langsung menganggukkan kepala.

"Bisa."
Mendengar jawabanku Ryan langsung menyeringai lebar.

"Ya udah lo yang duduk sini deh."
Dia menunjuk tempat duduknya. Kebiasaan.
Aku langsung beranjak berdiri dan bertukar tempat duduk dengan Ryan. Bertepatan dengan itu Pak Kusno berbalik menatapku.

"Loh kok kamu Atma? Tadi bapak lihat si Ryan yang di situ "
Aku hanya tersenyum kalem. Lalu menoleh ke arah sampingku dan bukan Ryan yang kutemukan tapi Doni teman sebelah mejaku. Dia menunjuk Ryan yang sekarang malah sudah berpindah di meja belakang sendiri. Oalah itu anak.

"Ya udah Atma kamu kerjakan. Kalau kamu benar, boleh kamu istirahat lebih awal."

Terdengar gumaman dari beberapa anak. Bahkan Ryan langsung membelalak mendengarnya. Padahal kan masih ada 2 jam lagi pelajaran Pak Kusno. Kalau aku diijinkan keluar lebih awal, rejeki buatku.

"Baik pak."

Segera aku melangkah maju dan menjawab soal di papan tulis. Aku memang suka dengan pelajaran ini jadi aku bisa dengan mudah mengerjakannya.

"Sudah pak."

Aku berbalik dan menunggu Pak Kusno meneliti.

"Bagus. Pinter kamu. Padahal bapak belum ajarkan soal ini. Ya sudah kamu boleh istirahat sana."

Suara sorak sorai dari teman-teman yang tampak kagum dengan hasil jawabanku tampak iri saat aku berpamit keluar. Alhamdulilah. Rejeki anak sholeh.

Aku akhirnya memutuskan untuk ke perpustakaan. Sekolah juga masih jam pelajaran jadi masih sepi juga.

"Pagi bu.."

Aku menyapa bu Wiwin penjaga perpustakaan. Beliau sedang sibuk mencatat buku yang ada di atas meja.

"Pagi Atma. Bisa ngerjain soal lagi ya?"
Bu Wiwin hafal karena seringnya aku keluar paling awal kalau pelajaran. Kuanggukan kepala dan tersenyum.

"Ini siapa yang pinjam bu? Tebel-tebel begini?"

Bu Wiwin menunjuk belakangku.
"Sofia. Dia lagi cari buku buat lomba nulis novel katanya."

Tentu saja mendengar nama itu aku langsung berbalik dan mendapati gadis berkerudung putih itu tengah naik ke atas kursi. Berdiri begitu saja di depan rak paling tinggi dan memilah-milah buku. Dia gak takut jatuh? Aku saja yang melihatnya sudah khawatir.

Akhirnya aku melangkah mendekatinya. Dia memakai celana panjang olahraga. Sepertinya dia baru saja jam pelajaran olahraga.

"Hussstt.."

"Ish apa sih? Berisik."

Aku mengernyit mendengar ucapannya. Kini aku bersedekap di bawah kursi dan Sofia masih terus mengobrak-abrik tatanan buku.

"Hussst.."

"Tak bilangin Bu Wiwin loh kalau gangguin."

Dia berkata dengan galak tapi matanya masih belum menatapku. Bisa galak juga dia? Padahal aku sudah kayak tomat matang kalau dia lagi gombalin aku. Astaghfirullah.

"Kakinya gak pegel gitu?"

Celetukanku tentu saja langsung membuat Sofia memekik terkejut. Nah sekarang siapa yang berisik?

"Astaghfirullah. Kak Atma segitunya kagum sama Pia ya? Sampai nungguin di bawah kursi?"

Tuh kan gombalnya mulai. Aku hanya berdecak dan kini melihat Sofia tengah duduk di atas kursi tinggi itu. Lalu perlahan dia menapak turun. Tapi kemudian dia bingung karena kakinya tak sampai.

"Kak.."

"Apa?"

"Pia turunnya gimana ya?"

Aku hela nafasku. Dia ini memang, lha tadi dia naiknya gimana coba? Aku aja bingung dia bisa naik kursi setinggi itu.

"Tadi naiknya lewat mana?"

Pia tampak bingung tapi kemudian menunjuk kursi yang ada di sebelahku.

"Naik ke situ terus baru naik ke sini."

Tapi kemudian dia celingukan karena kursi yang buat dia naik jauh dari jangkauan kakinya.

"Itu geserin ya kak."

Aku menghela nafas lalu mengulurkan tangan.

"Pegang tanganku aja."

Tapi Pia malah menggelengkan kepala.

"Eh bukan mahram. Gak boleh."

Aku menatap Sofia yang kini malah makin menggelengkan kepalanya. Pipinya merona saat ini, dia malu?

"Jadi maunya gimana?"

Sofia menunjuk-nunjuk kursi di sebelahku dan akhirnya aku turuti. Padahal dia susah payah untuk turun.

"Aahh akhirnya. Eh tapi Pia masih mau cari buku di atas. Jadi kenapa Pia turun coba?"

Dia menatapku meminta jawaban. Kuangkat bahuku.

"Lah gak tahu."
Sofia tampak berpikir lagi. Tapi kemudian menepuk tangannya sendiri.

"Owh iya kan mau nemuin Kak Atma. Kakak kangen sama Pia ya? Sampai segitunya ngikutin Pia ke Perpustakaan."

Ya Allah.

Kupejamkan mata mendengar ucapannya yang percaya diri itu. Tapi memang selalu kebetulan, aku sering bertemu dengan Sofia.

"Ahhh Bu Wiwin, jadi saksi ya hari ini Kak Atma kangen sama aku. Aih miss you too Kak Atma."

Aku langsung menoleh ke arah Bu wiwin yang malah tersenyum mendengar celetukan Sofia. Dia ini memang adorable.

Bersambung

Kangen ama Pia Atma nih..

SURAT CINTA UNTUK KETOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang