Tepukan meriah terdengar, dan ucapan selamat langsung membuatku tenggelam di antara kerumunan orang. Aku memenangkan lomba debat ini, tatapan Ayah yang juga hadir bersama bunda langsung membuatku terharu. Saat menerima piala, piagam bahkan sampai mendapatkan pelukan dari guru aku rasanya ingin menangis. Sudah bisa membuktikan kepada semua orang kalau aku bisa.
"Kamu memang pantas mendapatkan ini."
Aku langsung memeluk ayah begitu turun dari podium. Bunda sudah mengusap kepalaku dengan sayang, sedangkan ayah memang memelukku erat.
"Semua berkat doa ayah sama bunda juga."
Aku menggelendot di pelukan ayah dan beliau tersenyum.
"Karena kamu pinter juga."
Bunda sudah memelukku dengan ayah, saat itulah Mbak Anis melihat kami. Dia kadang masih suka canggung kalau seperti ini, padahal kami sudah memperlakukannya layaknya saudara sendiri.
"Nisa ke sini."
Panggilan ayah membuat Mbak Anis mendatangi kami, untuk sesaat dia hanya tersenyum tapi kemudian bunda menariknya untuk masuk dalam lingkaran pelukan kami. Dan alhasil kami berempat berpelukan. Setelah beberapa saat mbak Anisa menarikku menjauh dari ayah dan bunda.
"Pia, ada yang cariin sejak tadi."
Aku mengernyit tapi kemudian menatap arah telunjuk mbak Anis yang membuat tatapanku menangkap sosok pria yang berdiri bersedekap tak jauh dari kami. Dia bersandar di dinding aula ini. Tempat diadakannya debat bahasa inggris. Tentu saja senyumku langsung lebar. Dia hanya melambaikan tangan untuk sesaat tapi kemudian mengalihkan tatapannya ke arah adik-adik kelas yang tampak mengagumi kehadirannya.
"Udah ucapin makasih sama Atma. Dia tadi tampak gelisah saat kamu naik ke podium, lalu pas pengumuman juga tampak berdoa terus."
Mataku langsung melebar mendengar ucapan Mbak Nisa. "Beneran mbak?"
Anggukan mantap langsung terlihat dari mbak Nisa. Aih calon imamku memang tidak pernah mengecewakan.
****
Setelah berpamitan kepada ayah dan bunda sebentar aku akhirnya mendekati Kak Atma. Dia sudah duduk di kursi taman yang ada di depan aula. Sekolah memang masih sangat rame saat ini. Kak Atma tampak sedang sibuk memberi arahan kepada pengurus OSIS yang sedang duduk di sekitarnya. Langkah kakiku terhenti saat akhirnya dia melihatku.
"Baik, semuanya bubar. Laksanakan semuanya ya."
"Siap."
Kerumunan kecil itu langsung menghilang, dan hanya tinggal aku dan Kak Atma yang masih duduk dan kini tersenyum kecil melihatku.
"Selamat ya."
Aku langsung tersenyum lebar dan kini mendekat ke arahnya. Tapi tidak duduk di sampingnya. Gak boleh nanti menimbulkan dosa. Aku hanya berdiri tak jauh dari Kak Atma.
"Makasih juga kakak. Udah doain Pia."
Kali ini Kak Atma tampak salah tingkah, dia menyugar rambutnya dan menyipitkan matanya ke arahku.
"Kamu yang berusaha kok.'
Aku terkekeh melihat sikapnya yang tampak canggung denganku. Dia ini lucu loh kalau gak lagi kaku kayak gitu.
"Tapi kan ya didoain sama calon imamku juga pasti langsung terkabul doanya kakak. Makasih banget ya kak."
Tentu saja Kak Atma langsung melongo mendengar omonganku? Eh bentar aku memang ngomong apa coba? Bukankah aku cuma bilang didoain kakak pasti terkabul gitu kan ya? Lha kok wajah Kak Atma sekarang memerah? Emang aku salah ngomong ya? Apa aku keceplosan lagi? Astaghfirullah.
BERSAMBUNG
PIA NYEMPIL SEDIKIT YA... HABIS CAPEK KETIK 5 CERITA SEKALIGUS NIH DUDUDUDDUDU
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK KETOS
Fiksi RemajaIni bukan cerita tentang romansa.. Tapi cerita tentang secret admirer seorang gadis. Cerita tentangku, Sofia. Yang memendam cinta dengan kakak kelas dan ketua OSIS di sekolahan. Karena masa SMA itu masa paling indah, tapi tidak untukku. Secret Adm...