"Pia kamu kenapa guling-guling di kasur gitu? Sakit perut?"
Astaghfirullah. Itu suara ayah. Aku tentu saja langsung menghentikan aksi berguling-guling riaku. Bantal sudah berserakan di atas lantai, selimut yang membebat tubuhku kini terasa sangat berat. Kok ya pas ayah masuk dalam kamarku coba? Kan aku jadi ketangkap basah?
Aku langsung beranjak duduk dan membenarkan rambutku yang ikut acak-acakan karena sudah beberapa menit tadi aku berguling-guling tak jelas di atas kasur.
"Eh ayah... sore ayah.."
Aku mencoba menyapa ayah yang memang tumben sekali sore begini sudah ada di rumah. Biasanya juga habis maghrib baru nyampe rumah.
Ayah kini mengangkat alisnya dan bersedekap menatapku. Pria favoritku ini kini malah menatap sekeliling kamar. Ke arah bantal yang tergeletak begitu saja di atas lantai. Karena tadi tuh refleks itu bantal aku lempar begitu saja saat mendengar suara Kak Atma yang...MasyaAllah itu beneran Kak Atma kan?
Pipiku langsung memanas lagi begitu teringat ucapannya. Aih aku terbang ini.
"Kenapa pipinya merah gitu? Sakit?"
Ayah kini malah mendekat ke arahku dan meletakkan telapak tangannya di keningku.
"Iya nih anget. Bundaaaa..."
Eh loh anget apanya coba? Kan aku gak demam? Cuma iya lagi malarindu eh malacinta sama Kak Atma.
"Eh ayah...Pia gak..."
Tapi ayah kini malah sudah duduk di sampingku dan makin memeriksa keningku. Telapaknya yang terasa dingin masih menempel di jidatku yang lebar.
"Bundaaa.."
Ayah kembali memanggil bunda. Kok sampai bunda segala coba?
"Ayah Pia gak..."
"Husst. Kamu harus minum susu anget, terus bobok. Ini hawanya kan lagi dingin jadi kamu kecapekan pasti atau tertular demamnya si Ken. Kemarin kamu kan ngelonin Ken."
Ayah kini beranjak dari duduknya lalu menghelaku untuk berbaring. Ayah malah mengambil bantalku yang bertebaran di atas lantai lalu membenarkan dan membuatku tidur. Lalu menyelimutiku. Aduh aku kan gerah, belum mandi juga sejak pulang sekolah tadi.
"Udah kamu bobok ya. Nanti kalau bangun masih panas, ayah bawa ke Dokter Gunawan. Biar disuntik."
Eh kok suntik segala? Aku kan gak apa-apa?
Aku mengerjap saat ayah mengatakan itu. Takut kalau membantah. Ayah langsung membungkuk dan mengecup keningku. Lalu mengusap rambutku.
"Bobok ya."
Setelah mengatakan itu ayah melangkah keluar. Bisa aku mendengar suara ayah yang memanggil bunda untuk membuatkan aku susu. Ha aku padahal gak sakit.
Tapi baru saja aku akan beranjak bangun, Kenan tiba-tiba sudah masuk ke dalam kamar.
"Helo bakpia pathuk. Demam ya? Ok tenang saja Ken yang di sini jagain bakpia. Disuruh ayah, kalau ada nyamuk nanti Ken yang nimpuk."
Ealah itu krucil ngapain di sini? Bikin acaraku teleponan sama Kak Atma terganggu. Eh bentar aku sedang teleponan emang tadi dan...
"Astaghfirullah."
Aku langsung menyambar ponselku yang tergeletak di atas nakas dan menatap layarnya masih terhubung dengan Kak Atma. Waduh.
"Bakpia ada apo? Minta es krim?"
Tuh kan si krucil malah sudah melongok-longok tidak jelas. Dia selalu kepo dengan isi ponselku."Apa ih.. udah sana main game."
Kenan kini malah mengerjap menatapku.
"Ponsel gak boleh dipegang Ken selama ken dapat misi dari ayah jagain bakpia. Aih jadi kayak Men in black dapat misi... horeee.."
Dan tentu saja si bocah tengil kini malah berlari-lari keliling kamar dengan tangan digunakan sebagai pistol. Dasar.
Aku langsung menempelkan ponselku ke telinga. Bismilah.
"Halo...."
Ada suara krasak krusuk di ujung sana. Jantungku kok degup-degup kayak gini ya?
"Sofia? Owh kirain tadi tidur?"
Suara berat Kak Atma di ujung sana makin membuat pipiku panas. Aih ini kok pipi panas terus sih.
"Heheheh maaf kak tadi Pia..."
"Kamu sakit ya? Kok denger Om Kafka bilang kamu demam?"
Eh....berarti dia tadi denger pas aku teriak-teriak tak jelas karena denger dia mengakui imam masa depanku?
Aku langsung nyungsep di atas selimut. Aaahhh malu maaak.
"Bakpiaaa pingsan ya? Bakpiaaa.."
Kuhela nafasku dan langsung melotot ke arah Kenan yang kini sudah berkacak pinggang di depanku.
"Apa sih?"
"Lha itu tadi pake ambruk di atas selimut. Bilang ayah ah..."
Tentu saja aku langsung menarik kaos kenan untuk mencegahnya keluar."Eit... kok ayah lagi. Mbak gak papa. Mau bobok. Udah sana nonton tipi aja."
Aku menunjuk televisi yang ada di atas meja di samping lemari pakaian.
Kenan tentu saja langsung tergoda. Dia berlari dan sudah mengambil remote. Ah aman."Kak.."
Aku kembali menyapa kak Atma."Ya..."
Duh bilang apa coba? Aku kan malu aih.
"Ehmm jadi kakak gak suka ama Silvy?"
"Gak."
"Terus sukanya ama cewek yang duduk di samping kakak gitu?"
"Bakpiaaaaa ini sponsbobnya kok ilang....huwaaaa Ken mau nonton."
Aku terlonjak mendengar rengekan Kenan. Aduh itu anak ganggu deh. Padahal teriakannya dibarengin sama jawaban Kak Atma. Dan aku tidak bisa mendengar dengan jelas. Aduh dia jawab apa coba?
Bersambung
Heiyo dobel up ya diramein lagi. Eh mau bilang inu cerita ringan kok jadi jangan berharap ada konflik dan misal kemajuan aslan ama pia pacaran. Kagak ada.
Cerita ini mau author buat beda ya... gak melulu cerita remaja itu rasa cinta terus berujung ke pacaran. Rasa suka itu bisa diwujudkan sama yang lain kok. Misal buat penyemangat dan hal serupa. Ok ok.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK KETOS
Novela JuvenilIni bukan cerita tentang romansa.. Tapi cerita tentang secret admirer seorang gadis. Cerita tentangku, Sofia. Yang memendam cinta dengan kakak kelas dan ketua OSIS di sekolahan. Karena masa SMA itu masa paling indah, tapi tidak untukku. Secret Adm...