"Assalamualaikum Atma."
"Waalaikumsalam."
Aku menatap Ningrum, teman satu kelasku yang kini melangkah menghampiriku yang masih duduk di bangkuku. Hari sudah beranjak siang, dan kelas juga sudah kosong. Tapi aku masih duduk di tempatku karena harus mencatat tugas dari Pak Anton, guru Fisika. Tadi aku sempat ikut rapat OSIS, jadi tertinggal mengikuti pelajaran."Boleh duduk sini ya?"
Ningrum menunjuk bangku di sebelahku. Tempat duduknya Ardi, teman sebangkuku. Tapi aku langsung menggelengkan kepala."Mau ngapain?"
Pertanyaanku itu tentu saja langsung membuat Ningrum tampak pucat. Dia pasti tidak mengira dengan pertanyaanku itu. Biarlah, tapi aku memang tidak suka.Aku melihat, Tia teman sebangkunya Ningrum kini mengintip dari balik pintu kelas. Kami memang hanya tinggal berdua dan aku tidak nyaman.
"Ehm anu...ada yang mau aku omongin."
Ningrum kini mengatakan itu dengan perlahan dan ragu. Sekali lagi aku menggelengkan kepala."Maaf. Gak ada waktu."
Aku kembali menulis di buku dan menatap depan. Mencoba untuk menyelesaikan tugasku lebih cepat. Tapi sesaat kemudian aku bisa melihat Ningrum tetap berdiri di sana dan menatapku.
"Ada apa lagi?"
Ningrum tiba-tiba mengulurkan sesuatu ke arahku. Yang sepertinya kertas dilipat. Aku mengernyit lagi."Aku cuma mau kasih ini."
Kupandangi kertas itu yang diletakkan di sebelah tanganku. Lalu Ningrum tampak merona. Sudah bisa kutebak apa itu. Selalu saja ada surat untukku. Padahal zaman juga sudah beralih ke era digital.
"Assalamualaikum Kak Atma."
Suara cempreng yang aku hafal. Aku mengalihkan tatapanku ke ambang pintu kelas dan si Putri Upil sudah berdiri di sana. Lengkap dengan senyum khasnya. Itu anak kembali ceria setelah mengatakan menjadikanku imam potensialnya.Astaghfirullah.
Aku hanya menggelengkan kepala lagi.
"Kak aku di suruh Bu Nina buat nemuin kakak. Suruh jadi mentorku lagi. Mau ikut kejuaraan nasional."
Penjelasannya membuatku menganggukkan kepala, aku memang sudah tahu itu.
"Duduklah di sana."
Aku menunjuk bangku di sebelah kananku.
Si Putri Upil menganggukkan kepala dan menurut. Satu yang aku suka darinya, dia tidak pernah membantah."Atma."
Aku hampir lupa kalau masih ada Ningrum di sini. Aku menoleh ke arah Ningrum yang kini mengamati gadis dari kelas 10 itu.
"Kamu mau berduaan sama dia?"
Tentu saja aku mengernyit mendengar pertanyaan Ningrum.
"Eh mbak, kita lagi mau belajar bukannya pacaran. Lagian ni ya pacaran itu hukumnya haram. Dosa tahu. Pikirannya sih kemana-mana."
Itu celetukan si gadis kelas 10 ratu debat bahasa Inggris. Aku tentu saja tersenyum kecil mendengar jawabannya. Pantas saja dia menang lomba debat, lah orangnya berani gitu.Ningrum langsung tampak memberengut.
"Tapi kalau berduaan saja kan yang ketiganya setan."
Ningrum tidak mau kalah. Aku hanya mengamati perdebatan mereka sambil menyelesaikan tugasku.
"Ha mbaknya dong yang ke tiga wah setan."
Si Putri upil kini malah cekikikan dan membuat Ningrum menghentakkan kakinya.
"Pokoknya dibaca ya. Aku pulang."
Ningrum berpamitan kepadaku lalu langsung keluar dari kelas yang disambut Tia dengan antusias di ambang pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK KETOS
Novela JuvenilIni bukan cerita tentang romansa.. Tapi cerita tentang secret admirer seorang gadis. Cerita tentangku, Sofia. Yang memendam cinta dengan kakak kelas dan ketua OSIS di sekolahan. Karena masa SMA itu masa paling indah, tapi tidak untukku. Secret Adm...