Halaman Kedelapan

2K 179 7
                                    

Aku buka mata kaget, dan aku ngerasain sesuatu di pinggang, dan belakang tengkuk aku kayak ada yang nyandar. Btw, ini tangan siapa?

"Loe kenapa, Sat, mimpi?" tanya seseorang lirih.

Kak Radit ngeratin pelukkannya di pinggang aku. Dia juga semakin dalam benamin wajahnya di tengkuk aku dan kembali tidur lagi.

"Tidur lagi gih, masih malem!" suruhnya.

Aku baru sadar kalo aku nggak mengenakan baju. Ya Tuhan, Kak Radit juga nggak pake baju. Dia tidur sambil meluk aku dari belakang. Jangan bilang Kak Radit ngambil kesempatan merenggut kesucian aku di saat aku tertidur nyenyak di tengah mati lampu ini.

"Nggak. Nggak mungkin."

Iya, emang nggak mungkinlah. Duuuh, ini pasti pikiran aneh dari mimpi itu. Di mimpi itu aku ngeliat jelas Arjuna telanjang bulat. Astaga, berkah melimpah banget ya, ups.

Aku baru kepikiran, sedikit hati-hati aku gerakin tangan ke bagian tengah celana aku, takut ada yang basah. Basah nggak, ya? Huuu, syukurlah nggak basah.

"Kak ..." Aku nyenggol pelan perut Kak Radit pake siku. "Kakak, aku mau pipis."

"Hmm ..."

"Aku mau pipis. Jauhan sana!" aku senggol lagi perutnya nyuruh dia menjauh.

Kak Radit nyingkirin tangannya yang melingkar di pinggang aku dan ngelurusin kepalanya yang dari kapan tenggelam di tengkuk aku, lalu dia bobok lagi dengan posisi lurus.

Aku nurunin ranjang, nguap lebar sambil ngolet cantik. Lampu udah nyala, suhu kamar udah dingin AC. Aku tidur nggak pake baju karena gerah AC mati, aku baru inget. Kalo Kak Radit tidur sambil melukin aku, itu sih perlakuan sayang dia dari kecil ke aku pada saat mati lampu malam-malam. Dia nenangin kegelisahan aku dengan cara meluk aku. Aku agak kaget, cos udah lama banget kami nggak tidur sekamar di saat mati lampu gini.

Dua menit dari kamar mandi aku keluar, ngecek iPhone sambil tiduran. Astaga, lima puluh pesan whatsapp dari nomor tanpa nama. Semua isinya "Ping". Aku tau Arjuna yang ngWA, aku inget empat nomor belakangnya. Aku bales Ping juga, selang lima detik iPhone aku berdering.

Udah jam tiga malam Arjuna belum bobok.

"Halo ..."

"Tembem," sahutnya lirih dan lembut bersamaan dengan aku bilang halo. Meski lirih dia nggak bisa nyembunyiin nada senang di suaranya. Apa dia kangen ya seharian ini nggak ketemu aku?

"Tembem ...," panggilnya kedua kali.

Kalo diinget-inget rasanya kayak lamaaa banget nggak denger seseorang manggil aku dengan sebutan itu. Sekarang, saat ada lagi untuk pertama kalinya sejak beberapa hari hilang, hati aku merekah seperti bunga tulip yang tumbuh subur di ladang di sebuah desa di sudut terpencil negeri Belanda. Cuma Arjuna yang manggil aku begitu. Panggilan sayang kali ya, hihi.

"Loe belum tidur?" tanyanya.

Aku menyambut dengan gumaman, "Belum. Kamu sendiri kenapa belum tidur? Nanti telat loh bangunnya."

"Gue nggak bisa tidur. Ada yang ganggu pikirian gue, Sat."

"Memangnya apa sih yang ganggu pikiran kamu sampe nggak bisa tidur?" tanya aku——dalam hati mikirnya pasti aku yang ganggu——sambil aku ngelintingin rambut pake telunjuk, sambil ngembungin pipi imut. Uke kayak aku tuh sah-sah aja ngelakuin apa yang sering dilakuin cewek. Aku kan cantik.

"Mbem ..."

"Hm, iya, kenapa?"

"Gue mau nanya boleh?"

KSATRIA (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang