Halaman Kesembilan

2K 160 15
                                    

"Ka-kalo gue, emm ... Kalo gue nyium bibir loe rasanya kayak apa, ya?"

Aku merhatiin bibir seksi Arjuna yang basah saliva itu. Dia nggak berhenti neguk ludah tanda gugup. Aku juga bisa ngerasain detak jantungnya menyepat di kulit lengan aku. Tubuhnya mulai menegang. Kalo benda di tengah celananya aku nggak tau udah tegang apa belum. Aku nggak ada keberanian ngebuka celananya. Aku juga gugup tauk.

Aku perlahan-lahan nurunin wajah aku ke wajahnya. Arjuna semakin tegang kelihatan dari raut wajahnya, aku pun gitu juga. Tapi aku cukup berani——entah dapet keberanian dari mana——nyentuhin bibir aku ke bibirnya. Arjuna menerimanya. Aku mejemin mata ngerasain rasa manis serupa madu dari ciuman kami.

Arjuna membingkai kedua sisi kepala aku dengan tangannya, ciuman pun belum berhenti. Kali ini terasa lebih ditekan, lebih dalam. Aku aja rasanya kayak melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi, kayak lirik lagu tante Anggun. Mungkin ngabisin waktu kurang dari semenit ngerasain ciuman yang pertama ini, Arjuna dorong muka aku lembut dan bibir aku mau nggak mau ngejauh dari bibirnya yang kenyal.

Napas kami berdua tersengal, tapi kami nggak berhenti saling natap dalam kelembutan.

"Tembem ..."

Aku nggak jawab, mata aku terpaku pada sesosok wajah tampan di hadapan aku. Wajah itu yang bibirnya barusan aku kecup. Wajah itu yang saat ini lagi tersenyum. Wajah itu yang mungkin mulai dari sekarang akan menuhin isi kepala aku. Akan selalu ada di dekat aku dan akan aku kangenin kalo tiba-tiba nggak ada kabar.

"Thanks, buat ciumannya, ya. Tapiiii ... Mau nggak sekali lagi?" tanyanya meminta dengan mengulum senyum.

Aku senyumin permintaan Arjuna dengan manis. Lalu kedua tangannya yang masih di kepala aku, menariknya untuk menautkan bibir kami sekali lagi.

Astaga, aku nggak bisa ngomong apa-apa. Gitu amat ya rasanya ciuman. Bikin jantung kayak kena ledakan-ledakan. Bikin tubuh lemes dan syaraf kayak kena setruman-setruman kenikmatan yang HQQ.

"Mmmppphhh ..."

Itu tuh suara aku. Aku mendesah karena udah nggak tahan bingits, celana aku mulai sempit. Aku pun penasaran ama sesuatu di balik celana Arjuna. Jadi, aku beraniin diri——meskipun nggak bener-bener berani——nurunin pelan-pelan jemari aku yang gemeteran kecil menuju tengah celananya. Denyut jantung aku semakin cepat. Suhu tubuh aku mulai kerasa panas gitu. Ya ampyun, gini banget ya. Ngasih sensasi menggila, tapi deg deg ser bahagia.

Ketika jari aku udah sampe ke tengah celana Arjuna, jantung aku rasanya kehilangan detaknya. Jujuran Aku nggak sanggup. Aku naikin lagi deh tangan aku ke dadanya setelah sebentar ngerasain tonjolan keras itu. Oh Tuhan, ini yang pertama, aku gemeteran.

"Kenapa, Mbem?" tanya Arjuna pelan. Dia ngelirik ke celananya lalu natap aku lagi. Aku tau dia heran aku naikin tangan aku, padahal mungkin dipikirnya aku akan nurunin resleting celananya dan ngeluarin adeknya terus aku kocok-kocok. Hehe.

Aku geleng-geleng kepala. Sumpah, nervous banget aku tuh. Aku secara nafsu udah siap, siap banget. Cuma mental aku masih kacangan.

"Kalo loe belum siap nggak papa, kok. Kita bisa ngelakuinnya kapan-kapan," kata Arjuna sambil senyum pengertian.

Aku ngangguk.

"Gue juga gugup, Sat. Serius!"

"Keliatan kok, hehe."

Kami pun ketawa.

"First time, kan?" kata aku. Dan kami ketawa lagi.

Raditya baru aja markirin motor satrianya di depan teras rumah. Dia baru pulang sekolah. Mendadak dia kaget dengan kening berkerut. Matanya ngeliat ke bawah, ke sebuah sepatu hitam yang tergeletak dekat keset.

KSATRIA (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang