Kak Radit nggak ingin kehilangan aku. Dia takut aku ingkar janji untuk kedua kalinya. Semalem, waktu dia minjemin dadanya untuk tempat aku ngeluapin tangis, dia ngutarain rasa yang bikin gelisah hatinya ...
"Dek, loe nggak akan pergi dan ngingkarin janji kita, kan?" tanyanya. Kepala aku masih didekap diperutnya.
Sebebasnya ayah dari penjara dia pikir aku akan milih pulang dan tinggal sama ayah daripada tetap berada di sini. Nggak kok. Aku akan tetap tinggal di sini, bahkan jika ayah nggak kasih izin. Bagi aku sekarang, ada buat Kak Radit dan Arjuna adalah hal utama. Berkat mereka aku bisa tau banyak rasa dalam hidup.
"Maaf, Kak, tapi aku harus sama ayah."
Mungkin, kalo aku nggak bercanda kayak gitu, aku nggak akan pernah ngerasain ending percakapan kami se-sweet malam itu.
Kalian mau tau apa yang dilakuin Kak Radit?
Dia ngangkat wajah aku. Kedua tangannya bingkai pipi tembem aku. Matanya beradu dengan mata aku. Tatapannya malam itu tajem dan daleeem banget. Aku seakan bisa ngerasain ada cinta yang amat gede dibalik matanya itu. Lalu aku kejang-kejang, hidung aku mimisan, mungkin kalo kelamaan aku bisa meninggal saking bahagianya. Bibir aku dikecup Kak Radit. Dia yang ngecup, dia loh, bukan aku. Ya ampun, happy ending banget.
"Jangan pergi!" Pintanya, ngarep banget, seudah mengecap lembutnya bibir aku. Dia nggak ngomong apa-apa selain itu. Nggak ngomong "Jadilah pacar kakak." Nggak. Jadi aku artikan ciuman darinya itu tanda dia takut kehilangan aku.
Of course, aku nggak ada niat ninggalin dia kok, dari awal kami bikin janji yang kedua itu di kamarnya.
Kalian nggak akan bisa ngerasain bahagia seperti yang aku rasain. Gimana nggak? Dua orang cowok cakep, badannya tinggi, yang satu kapten basket, yang satu ketua club taekwondo, duduk manis di antara aku, nemenin aku ketemu calon mertua mereka. Ehehe, ayah aku maksudnya.
Setelah dapet boarding tiket, kembali melalui security check, kami berakhir masuk waiting room. Kami duduk bersebelahan-Kak Radit di kanan aku, Arjuna di kiri aku-di bangku sambil nunggu giliran dipersilahkan masuk pesawat, sambil nikmatin minuman dan makanan ringan.
Masuk kabin, Kak Radit milih duduk di window seat, aku di kursi tengah, Arjuna duduk di sebelah lorong. Eh, pas aku baru masuk ya, ada seorang cabin crew nyapa aku ramah. Orangnya ganteng, senyuman bibir lebarnya manis banget kayak sirup markisa cap pohon pinang. Dia minta nomor telepon aku pake isyarat jari, tapi aku respons dengan ngibasin rambut aku ke kiri dengan sombong.
Hihi, nggak kok, aku bohong aja.
Arjuna nyodorin sebelah earphone-nya. "Mau denger lagu nggak, Yank?" tanyanya.
Eh! Nggak ada orang denger kan, Arjuna manggil yank?
Aku terima earphone itu. Aku sumpelin eartips-nya ke telinga aku sebelum ngelirik Kak Radit. Pandangan mata Kak Radit dilemparnya jauh keluar jendela. Ya udah, jangan diganggu. Dia sedang menikmati masa-masa melamunnya.
Lagunya asik, aku dibawa ikutan nyanyi meski nggak hafal. "Judulnya apa lagunya?" tanya aku berbisik
"Shy ..."
"Apa?"
"Shy, budek." Dia ketawa.
"Oo, shy budek."
Dia makin keras ketawa. Orang-orang di seat sebelah ngerasa terusik. Kami pun diem nggak mau ngomong lagi.
Pesawat landing setelah terbang satu jam lebih lima menit, maybe. Ketika pesawat parkir dan berhenti dengan sempurna awak kabin mempersilahkan penumpang ngelepas sabuk pengaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
KSATRIA (CERBUNG)
Teen FictionIni cerita Ksatria. Bukan Ksatria baja hitam, ya, bukan. Apalagi Ksatria bertopeng, iyuuuhh bukan banget. Ini kisah Ksatria Danadyaksa. Cowok ngondek yang harus kembali ke kota asal setelah musibah buruk menimpa keluarganya. Di kota asal itu, dia me...