Halaman Kedua Puluh Delapan

1.1K 84 6
                                    

Ini udah masuk hari ke lima class meeting dan aku belum juga nemuin jawaban konkret dari teka-teki Kak Radit. Setiap kali aku ngulik kembali teka-teki itu selalu berakhir pada satu pertanyaan yang ambigu. Untuk Helen atau untuk aku? Meskipun dia bilang nggak pacaran ama Helen, tetep aja aku ngerasa dia bohong. Dia masih belum mau go public.

Andai aku mampu nanya langsung Kak Radit mungkin aku nggak akan sefrustrasi ini nyari-nyari jawaban. Masalahnya aku nggak punya cukup keberanian, lebih lagi aku nggak punya alesan, dan aku nggak tau gimana caranya ngelempar pertanyaan terkait teka-teki itu padanya. Aku nggak mungkin terang-terangan nanya tanpa ada sebab.

Hnn. Aku bingung.

Dari lantai dua, aku ngelirik ke lapangan basket di bawah sambil nopang dagu di pagar teras kelas. Sorakan dari pendukung Kak Radit dan pendukung Arjuna tabrak-tabrakan ketika dua cowok itu masuk ke area lapangan bersama timnya. Sebentar lagi mereka akan tanding futsal antar kelas.

Class meeting tahun ini, dari yang aku denger, osis ngadain banyak perlombaan. Ada lomba futsal, basket, tenis meja, voli, kaligrafi, desain poster, memasak, lawak, murottal, dan ada beberapa lagi aku lupa apaan. Dan aku nggak ikut partisipasi dalam lomba apa pun. Aku maunya jadi penonton aja.

Osis yang ngatur jalannya pertandingan mulai koar-koar. Nggak tau ngoceh apaan, aku males dengernya. Aku cuma fokus ke Kak Radit. Mata aku terus nyorot setiap pergerakannya.

Dia tuh cool banget. Aku sempet nggak nyangka dia bisa tumbuh jadi remaja yang se-perfect itu. Aku nggak percaya dengan ungkapan di dunia ini nggak ada manusia yang sempurna. Bagi aku, Kak Radit itu maha karya Tuhan yang sempurna. Ini aku lagi ngebahas fisik ya, kalo sifat beda lagi. Sifat dia juga baik, apalagi ke aku. Dia super  protect dan perhatian bingits.

"Lagi ngeliatin siapa, sih?"

Lirikan aku berpindah ke samping. "Oh ..." Aku ngelurusin posisi tubuh aku. Kiki ikut nimbrung di sebelah aku ngeliatin acara di bawah situ. Dia bawa dua botol minuman dingin di tangannya. Aku nggak nyangka dia nyodorin sebotol minuman dingin itu untuk aku. Aku terima sambil bilang makasih, lalu aku pelintir tutup botolnya dan aku minum isinya.

Apakah hubungan kami kembali membaik?

Dibilang baik, belum baik-baik banget. Kiki baru hari ini masuk setelah empat hari absen pasca kejadian yang nimpa aku itu. Mario juga absen hingga hari ini. Alasan absennya sakit. Maybe, gara-gara dibikin babak belur ama jurus-jurus taekwondo Kak Radit pas malem itu.

"Gimana kabar kamu, Sat?" tanya Kiki memulai percakapan dengan aku untuk pertama kalinya setelah cukup lama kami musuhan.

"Baik ...," jawab aku. "Kamu sendiri?"

"Sama baiknya ... maaf ya kemarin kiki jadi temen egois."

Aku natap dia, "Nggak apa-apa. Manusia nggak ada yang luput dari salah. Aku juga suka ngelakuin kesalahan kok."

"Makasih, Sat ..."

"You're welcome." Iih, sok inggris banget aku.

"Eum, boleh nggak kita temenan lagi?"

"Aku nggak pernah ngelarang siapa pun yang pingin temenan sama aku, bahkan ketika awalnya temen, terus musuhan, lalu mau baikan lagi. Aku pasti terima."

"Kamu emang temen yang baik. Makasih ya mau nerima kiki lagi." Aku bahagia liat senyum Kiki karena aku juga bahagia hubungan kami kembali kayak semula.

"Mario gimana kabarnya?"

"Udah agak baikan. Walaupun lebam-lebamnya belum gitu kempes. Kiki maklum sih, kakak kamu bisa sampe semurka itu. Kiki kalo jadi dia juga marah banget," ucap Kiki sambil, dari yang aku liat, matanya nyorot ke Kak Radit, "Beruntung, Sat, kamu punya kakak kayak Radit."

KSATRIA (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang