Selama diperjalanan aku lebih banyak milih diem. Mario sesekali ngebahas hal-hal remeh. Aku tanggapin sekedarnya aja. Sekali, dia kepo nanya kelanjutan hubungan aku sama Arjuna. Dan itu mendadak bikin aku semakin nggak nyaman. Aku nggak mau ngasih tau ke dia kalo aku sempet ngerasa bosen. Jadi, aku kasih tau hubungan kami lancar-lancar aja, semakin baik malah.
Sekitar pukul setengah sembilan malem kami sampe di tempat tujuan. Tempatnya nggak asing. Aku pernah diajak Mario ke sini. Tanah lapang milik papanya. Paling suasananya aja yang beda. Kalo kemarin kami ke sini siang hari, malem ini langit gelap. Penerangan hanya dari lampu-lampu bohlam kecil warna warni yang kabelnya melilit-lilit di tiang gazebo, dan cahaya bulan, dan bintang juga.
Aku pikir komunitas motor gede yang Mario ikutin anggotanya banyak, sepuluh, lima belas, ato nggak dua puluh orang. Eh, pas sampe di tempat yang nyambut kami masa iya cuma dua biji.
Aku tuh nggak tahan pingin ngakak, cuma demi norma kesopanan aku tahan. Ya kali kopdar geng motor bertiga. Mending sebut ini tuh threesome, eh. Aku nggak usah dihitung ya nanti jadinya foursome. Idih, idih, mauuu.
Mario dan kedua temennya high five ala-ala mereka. Aku nyaksiin aja dan nggak usahlah tos-tosan kek gitu, bukan gaya aku banget, itu terlalu kelaki-lakian. Aku berdiri aja di belakang Mario sampe dipersilahkan duduk di gazebo.
"Ngomong-ngomong, yang di belakang loe siapa, Bro?"
Salah satu temen Mario kepo sama aku. Aku perhatiin anaknya item manis. Model potongan rambutnya cepak. Kalo dia senyum timbul lesung pipi yang cukup dalem. Liat, dia senyum ke arah aku. Oke juga. Cuma aku nggak suka gaya anting di cuping telinganya kek anak-anak punk. "Gebetan yang loe ceritain kemaren? Gila, cantik juga!"
Kalian jangan pura-pura tutup kuping ya. Kalian denger kan, dia barusan muji aku. Hihi.
"Loe cowok, kan?" kali ini temennya yang lain ngajuin pertanyaan untuk aku. Temen Mario yang ini tampangnya B aja, nggak jelek nggak juga cakep, cuma aku suka bentuk badannya. Berisi dan berotot. Ugh. Tapi, kenapa mesti pake anting juga, hah?
Ya udah nggak papa, mereka bukan siapa-siapanya aku juga kok.
Aku ngangguk penuh keanggunan sambil senyum tipis ngejawab pertanyaan itu.
"Koplak loe." Mario ngegeplak kepala temennya itu, temennya ngumpat anjrit, sakit njing. Lalu bersungut-sungut. "Ya jelas lah dia cowok. Mukanya aja yang emang cantik. Gimana?" Mario narik pinggang aku ngerapet ke dia, "Cocok nggak kita?"
Kedua temennya ngacungin jempol, "Terasi banget."
"Serasi, dungu!"
Plak.
Plak.
Enak banget Mario ngegeplak kepala mereka.
"Maksud gue itu."
"Maksud gue juga itu."
Aku ketawa cantik dong ngerespon senda gurau absurd mereka. Sejenak, buat aku ngelupain masalah-masalah yang ada.
Mario telah bertindak sejauh ini. Dia bahkan udah nyeritain tentang aku ke temen-temennya. Pake bilang-bilang aku ini gebetannya segala lagi. Ish. Namun, apakah ini bagian dari rencana mereka juga? Atau bagian berbeda di luar rencana itu. Maksud aku, ini murni, bukan sandiwara.
Aaaa, aku bingung. Cius.
"Nah, Sat, kenalin. Ini Luki." Tunjuk Mario ke cowok lesung pipi itu. Si Luki ini dari tadi matanya mandangin aku aja. Duuh, jadi berasa makin cantik deh dipandangin kek gitu. "Anaknya pak Haji. Kang coli." Sambung Mario cekikikan.
"Ksatria," ucap aku nyebutin nama aku sambil nggak bisa nahan senyum. Bayangin loh anaknya Pak Haji tukang coli. Ini gimana maksudnya? Anaknya yang tukang coli apa Pak Hajinya, btw?
KAMU SEDANG MEMBACA
KSATRIA (CERBUNG)
JugendliteraturIni cerita Ksatria. Bukan Ksatria baja hitam, ya, bukan. Apalagi Ksatria bertopeng, iyuuuhh bukan banget. Ini kisah Ksatria Danadyaksa. Cowok ngondek yang harus kembali ke kota asal setelah musibah buruk menimpa keluarganya. Di kota asal itu, dia me...