Halaman Kedua Puluh Tujuh

1.1K 95 13
                                    

Di rumah Arjuna nggak ada orang. Arjuna ngasih tau aku kalo mamanya, Rindu dan Bik Ipah pergi ngehadirin sebuah acara untuk peserta didik dan wali murid di TK-nya Rindu.

Arjuna langsung ngajak aku masuk kamarnya. Ini kali pertama aku masuk sana. Pas masuk, jelas dong, mata aku langsung berkeliaran merhatiin semua isinya. Nuansa kamar pacar aku jauh berbeda dengan ruang-ruang yang ada di rumahnya. Dinding di kamarnya warna hitam, ya walaupun masih ada sedikit sentuhan-sentuhan warna goldnya sih di beberapa bagian. Di dalem kamarnya ada lemari pakaian gede, ada komputer, ada bola basket yang ngegantung dalam ball holder, ada meja dengan beberapa sound sistem, dan ada ranjang yang agak berantakan. Namanya cowok kan ya nggak mesti selalu rapi. Iiih, ada gitar. Jadi inget Arjuna mau nyanyi buat aku.

Devin Booker adalah pemain NBA panutannya. Tuh, beberapa poster Beliau menghiasi dinding kamarnya. Posisi Beliau dalam tim basket sebagai shooting guard, ama kayak dia.

Arjuna ngelepas seragamnya yang agak basah gegara habis main basket tadi. Dibuangnya seragam itu ke keranjang. Dia nangkep bahu aku, aku didorong dan dijatuhinnya ke kasur. Badannya yang telanjang itu serta-merta nimpa badan aku. Dia mandangin wajah aku lekat-lekat dengan jarak sedekat ini. Meskipun abis keringetan, badannya sama sekali nggak nimbulin aroma asem. Wangi cologne masih menguar di tubuhnya.

Dia nempelin bibirnya ke bibir aku. Digigitnya kecil bibir bawah aku dengan lembut. Aku mejemin mata ngerasain tekanan bibirnya di bibir aku. Dia pun mulai ngebuka mulutnya, dan lidah aku nerobos masuk.

Katanya saat seseorang memberikan french kiss, tandanya seseorang itu ingin tidur dengan kita. Aku tau, Arjuna tuh kangen. Dia pasti pingin.

"Aku cuma lagi pengen nyium kamu, Yank," akunya saat aku akan ngebuka pengait celananya. Hihi, jadi malu aku. Jadi keliatan seakan-akan di sini aku yang kepingin. Haish.

Arjuna bergeser dari tubuh aku. Dia duduk di tepi ranjang, aku pun duduk di sebelahnya dengan bahu kami yang berdekatan.

"Entar aja ya, nunggu bekas di leher kamu ilang."

"Apa kamu belum sepenuhnya maafin aku?"

"Aku nggak tau kenapa bisa ngerasain perasaan aneh ini ..." Dia nengok dan matanya nyorot leher aku. "Aku cemburu sama bekas-bekas itu."

"Maaf ..."

"Aku udah maafin kamu, kamu nggak perlu ngerasa bersalah terus. Cuma, gara-gara itu aku makin dendem sama Mario."

"Kamu apa pernah cekcok sama dia?"

"Waktu esde kami pernah berantem." Arjuna senyum kecut, "salah aku juga sih, aku sering ngebully Kiki."

Oh, pacar aku kang bully juga.

"Cuma karena berantem kamu sampe dendem selama ini?"

"Bukan berantem, Sayang, alesannya. Dia mukul kaki aku. Ini nih, di sini," ungkapnya sambil nunjuk tulang kering kakinya. "Aku sampe nginep di rumah sakit dua minggu nggak bisa jalan."

"Cidera parah? Emang dipukulnya pake apa?"

"Kayu balok."

Aku meringis ngebayangin betapa sakitnya itu. Pantesan waktu itu Arjuna bilang ke Kiki, dia nggak akan maafin Mario kecuali cowok itu minta maaf sendiri atau nggak kakinya dia buat pincang. Baru impas. Jadi ini sebabnya.

"Seandainya waktu itu Mario minta maaf, apa kamu nerima Kiki?"

"Bentar ..." Dia garukin lehernya sambil nggak bisa nahan senyum curiga, "Kok kamu—"

"Sebenernya aku ada si sana juga waktu kamu sama Kiki nggak tau aku bahas apaan di belakang."

"Kamu nguping, ya?"

KSATRIA (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang