Halaman Kedua Puluh Sembilan

1.1K 98 5
                                    

"Papa kamu kerja di mana kalo boleh saya tau?"

Aku nyebutin perusahaan tempat ayah aku bekerja.

"Loh, kamu kok nggak ngasih tau aku kalo ayah kamu kerja di sana!" Arjuna protes. Sedangkan reaksi Mama Arjuna tampak sedang berusaha nyembunyiin ke-syok-annya.

"Kamu nggak nanya. Emangnya kenapa?"

"Mungkin ayah kamu kenal sama Papa."

Aku jadi teringat selembar foto di balik kaca lemari yang ada di rumah ini. Berarti bener, Papa Arjuna dan ayah aku bekerja di satu perusahaan yang sama dan mereka pasti saling kenal.

"Papa kamu siapa namanya?"

Reaksi berusaha menutup-nutupi ke-syok-annya lebih kentara lagi ketika Mama Arjuna tau siapa nama ayah aku.

"Wisnu Wardhana, Tante," ucap aku ngejawab pertanyaannya.

Suasana pun tiba-tiba diam lagi sampe akhirnya mama Arjuna ngutarain hal yang dia tau.

"Jadi, kamu anaknya pak wisnu."

"Mama kenal ayah, Satria?" pungkas Arjuna. Sama halnya dengan dia, aku juga kaget.

Meskipun aku udah nebak-nebak sejak nemuin foto itu, tetap aja aku nggak nyangka. Lebih nggak nyangka mama Arjuna pun sepertinya tau ayah aku. Apa dia tau kabar mengenai kasus ayah? gimana ini, aku nggak mau dipisahin lagi sama Arjuna. Aku takut mamanya gunain kasus ayah buat ngelarang Arjuna pacaran sama aku.

"Dia rekan kerja papa,"

"Bisa kebetulan gini, ya."

"Dunia emang sempit, ya, Tante," ucap aku sebisa mungkin untuk tetap tenang, walau dalam hati aku takut mama Arjuna memulai percakapan terkait ayah. Aku nyembunyiin itu dari Arjuna dan aku belum siap untuk dia tau. Dipenjara karena kasus korupsi, rasanya seperti aib.

Tapi, apa pengaruhnya dia tau atau nggak? Toh, mamanya mungkin lebih dulu tau aib itu. Buat apa harus aku sembunyiin lagi.

"Ayo, dimakan lagi, kita kebanyakan ngobrol. Keburu dingin masakannya."

"I-iya, Tante ..."

Satu menit berjalan nggak ada obrolan, kami sibuk nikmatin hidangan. Kalo Rindu ada di sini, dia pasti ngerecokin aku. Sayang, dia nggak diizinin mamanya ikutan untuk sedikit nyairin suasana. Bik Ipah ngajak dia ke kamarnya di atas.

"Gimana kabar Papa kamu?"

Aku paham, seseorang akan lebih cenderung penasaran, dan akan lebih banyak nanya perihal kabar seseorang yang mereka kenal. Apalagi lama nggak jumpa.

"Sampe saat ini baik, Tante."

"Saya sempet denger kabar, katanya papa kamu dipenjara karena kasus korupsi?"

Deg!

"Ma. Mama ngomong apa?"

"Tanya aja pacar kamu!"

"Maaa. Pliss. Papa, Satria, nggak mungkin berbuat kayak gitu."

"Saya jadi inget sebuah pepatah. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya."

Aku nggak mampu ngangkat wajah aku. Aku terlalu malu natap mata mereka. Aku salah, dari awal harusnya aku nggak maksa-maksa Arjuna ngenalin aku ke keluarganya. Harusnya hubungan kami biarlah cuma kami yang tau. Harusnya begitu. Harusnya waktu itu aku sudahi aja hubungan ini.

Aku berdiri dari kursi dan masih nggak punya keberanian ngangkat wajah aku. "Aku permisi, Te. Juna. Makasih makan malemnya."

"Sat, kamu mau ke mana? Jangan pergi!"

KSATRIA (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang