"Lain kali kalo mau masuk ngetuk dulu, Dek!"
Aku nyengir, "Sorry deh ngagetin Kakak ... Aku cuma mau bilang makasih," kata aku tulus sambil nunjukin pigura di tangan aku.
"Iya, sama-sama. Ya udah, sana balik kamar. Kakak mau mandi."
Aku micingin mata, berupaya menelisik sesuatu di balik punggungnya itu. Aku cuma bisa ngeliat sedikit warna biru. "Kakak nyembunyiin apaan, sih?"
"Nggak. Nggak ada. Udah balik ke kamar loe sana. Kakak mau mandi."
Oh iya, Kak Radit telanjang dada, cuma pake handuk yang melilit di pinggang seksinya.
"Hayooo, nyembunyiin apa, sih?"
Bukannya matuhin perintahnya untuk kembali ke kamar aku, aku justru masuk makin ke dalam kamarnya. Aku tuh penasaran orangnya. Kalo belum tau, aku nggak mau beranjak dari sini.
Aku semakin deket dia. Dia malah yang mundur-mundur gitu.
"Stop nggak? Kalo nggak Kakak tendang!" ancamnya. Aku tau kok dia nggak serius. Dia mana tega berbuat kasar ke aku.
"Liat dulu. Liat nggak."
Aku berusaha ngerebut dengan cara ngegapai sesuatu itu dengan tangan aku. Kak Radit berusaha ngejaga sesuatu yang dia sembunyiin agar nggak ketauan aku.
Iiih, emangnya apaan sih itu sampe aku nggak boleh tau?
Aku semakin maju dan Kak Radit mundur-mundur, sampe pada akhirnya dia terjatuh di atas kasur dengan kedua tangan telentang karena terdesak oleh aku dan terhalang ranjang di belakangnya. Dan aku ikut jatuh di atasnya. Wajah kami bertemu. Pandangan mata kami bertabrakan.
Deg.
Apa yang terjadi sama detak jantung aku? Kayak yang sempet berhenti gitu pas kami tatap-tatapan.
Aku nggak kuat dan segera narik diri dari atas Kak Radit. Sementara dia seperti sedang ngatur napasnya yang memburu.
Sekarang aku tau sesuatu yang tadi disembunyiin sama dia. Sesuatu itu kini tergeletak di kasur.
"Kakak beli boneka Doraemon ini buat aku?!" girang aku ngeraih Boneka itu. Kak Radit tegak dari ranjang dan ngeratin handuknya yang kendur karena jatuh tadi.
Aku perhatiin boneka ini mirip-mirip ama yang dibeliin pacar aku. Cuma kayaknya yang ini lebih kecil. Terus tuh ya, lonceng Doraemonnya dicat ungu bukan kuning cem biasanya. Yakinlah aku nih Kak Radit beli boneka ini untuk aku.
"Siniin bonekanya!" pinta Kak Radit.
Kok gitu, ya?
"Lah, kan buat aku?" aku peluk bonekanya, nggak mau aku kasihin dia. Boneka ini kan sekarang punya aku.
"Nggak usah kegeeran, itu bukan buat loe. Siniin!" tangannya masih ngejulur minta boneka ini aku balikin. Kenapa nggak direbut aja sendiri kalo emang bukan buat aku? Takut yaaa kalo pas rebutan handuknya melorot, hihi. "Cepetan siniin!"
"Yakin bukan buat aku?" aku mandangin wajahnya dengan dahi berkerut. "Aku tuh seneng Doraemon loh Kak. Mana bandul kalungnya ungu lagi. Kakak kan tau aku paling paporit warna ungu ... Buat aku, kan?"
Dia diem bentar, lalu pengakuan itu meluncur mulus kayak pantat aku. "Buat Helen."
Seketika rasa seneng di hati aku yang sempet timbul runtuh denger kenyataan bahwa boneka ini bukan buat aku. Padahal aku sempet yakin, cos loncengnya warna ungu, jarang-jarang kan ada. Emangnya Helen suka ya warna ungu? Ish, cewe itu ikut-ikut aja. Ngeselin, dasar ngeseliiin.
Kak Radit emang ngeseliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
KSATRIA (CERBUNG)
Dla nastolatkówIni cerita Ksatria. Bukan Ksatria baja hitam, ya, bukan. Apalagi Ksatria bertopeng, iyuuuhh bukan banget. Ini kisah Ksatria Danadyaksa. Cowok ngondek yang harus kembali ke kota asal setelah musibah buruk menimpa keluarganya. Di kota asal itu, dia me...