-7-

507 85 4
                                    

Hyunjin terjaga. Posisi mereka masih sama persis tak berubah sedikit pun. Hyunjin mengangkat tangan kirinya dari pinggang Seungmin menuju ke belakang kepala yang lebih muda. Mengangkat sedikit dan mengganti tangan kanan dengan bantal di bawahnya. Seungmin terusik sedikit. Namun, terlelap kembali setelah tangan kiri Hyunjin mengelus pelan surainya. Perlahan Hyunjin menolehkan kepalanya tembok seberang melihat jam dinding. Waktu menunjukkan pukul delapan tepat, pantas matahari sudah masuk di celah tirai kamar.

Hyunjin bangun dan merentangkan tangannya. Badannya lelah setelah kemarin puas bermain di luar. Dirinya menengok Seungmin dan menyadari Seungmin sama lelahnya. Beruntung kelas mereka kosong hari ini, kalau tidak, Hyunjin sudah kalang kabut memikirkannya. Kaki jenjangnya berjalan perlahan membuka kenop pintu cokelat itu, melangkahkan kaki ke kamar mandi. Setelah selesai dengan urusan kamar mandi, ia menuju ke dapur, membuka kulkas, menuang susu di gelas tinggi.

Langkah pelannya berlalu ke tirai yang menutupi jendela, membukanya, membiarkan sinar matahari pagi menembus dinding kaca menyilaukan dirinya yang membawa segelas susu di tangan kirinya. Hyunjin terdiam memandang danau yang terguyur cahaya mentari di hadapannya.

Hyunjin tersenyum sambil meneguk susunya. Mengucap syukur bertemu Seungmin di kampus barunya dan dalam waktu singkat berhasil masuk ke dalam kehidupan pemuda bersurai cokelat itu. Lama terdiam membiarkan sinar mentari menghangatkan tubuhnya, ia sedikit tersentak saat terdengar suara gaduh dari arah dapur dan menghampirinya.

"Sakit, Hyunjin," di hadapannya Seungmin berdiri mengelus keningnya dengan tangan kanan memegang kardus susu.

Ah, Seungminnya terantuk pintu kulkas. Hyunjin mendekat dan mengganti tangan Seungmin yang mengelus keningnya sambil tertawa. Seungmin masih sedikit mengantuk dan tanpa kacamata bulatnya, wajar bila tak awas saat membuka kulkas. Setelah mencium kening yang lebih muda dengan alasan menyembuhkan, Hyunjin berlari menuju ruang tengah dengan Seungmin yang sudah memerah telinganya.

"Hyunjin mau sarapan apa?" Seungmin bertanya sambil melirik bahan-bahan di kulkas, sudah hampir habis persediaannya, "nasi goreng?"

"Boleh,"

Seungmin bergegas menyiapkan bahan-bahan. Sudah terlampau sering Hyunjin berada di apartemen saat waktu sarapan, bahkan hampir setiap hari. Itu tak masalah baginya, kehadiran Hyunjin membuat kulkasnya tidak pernah kosong. Setidaknya Seungmin tidak akan terus memberikan sarapan roti ataupun sereal setiap hari. Hyunjin juga tidak lepas tangan masalah isi kulkas, dirinya membantu Seungmin mengisi bila sudah dalam waktu bahan-bahan itu harus dipenuhi.

Hyunjin memilih menyalakan televisi dan larut dalam kegiatannya sendiri. Tidak lama menunggu, dua piring nasi goreng dengan tambahan omelette menegapkan badan Hyunjin. Seungmin kembali setelah membawa dua sendok dan menyerahkan yang satu kepada yang lebih tua. Seungmin duduk dan dihadiahi kecupan di pipi tanda terima kasih dari yang berambut hitam di kanannya. Beruntung Seungmin dalam suasana yang baik, sehingga sendok tidak melayang gratis ke pemuda di sebelahnya.

"Hari ini mau pergi lagi?"

"Aku belum menemukan tempat yang pas."

"Nanti belanja, ya, bahan-bahan hampir habis," Seungmin menengok menanyakan persetujuan dari yang lebih tua.

"Ya, nanti kita pergi,"

Seungmin membuat nasi goreng terlalu nikmat dan memang Hyunjinnya yang lapar berat membuat dirinya menghabiskan sarapan dalam sekejap. Hyunjin menyandarkan punggungnya ke sofa menunggu pemuda satunya menghabiskan sarapan. Tangannya mengutak-atik smartphone hitamnya, entah apa yang dicari pemuda tinggi itu. Fokusnya beralih pada piring putihnya yang bergeser oleh jemari kecil Seungmin. Hyunjin menghentikan aksinya.

Favorite (hyunmin) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang