-18-

311 56 1
                                    

Woojin mengelus lembut rambut adiknya. Menyingkirkan sedikit poninya yang mulai menutupi mata indahnya. Seungmin sudah tertidur, berkat tepukan halus di punggungnya, hal yang tak pernah alpa dari ingatan Woojin kala menidurkan sang adik. Woojin sudah lelah sebenarnya, tapi ia masih tetap bersikeras untuk menatap sang adik yang terlihat masih sama saat waktu kecil dulu.

Woojin memberikan kecupan-kecupan singkat pada pipi sang adik. Sedikit tak menyangka dapat bertemu dengan adiknya yang menggemaskan ini. Woojin mendekatkan keningnya untuk ditempelkan pada kepunyaan adiknya. Berniat membagi suhu hangat sang adik agar berpindah ke dirinya, sehingga sakit adiknya bisa sembuh berkatnya. Woojin memejamkan mata merasakan napas sang adik, membukanya dan menyadari bahwa matanya mengeluarkan setetes air.

Woojin tidak menangis saat memeluk adiknya untuk kali pertama setelah setahun lebih tak bertemu. Ia malah tersenyum demi menenangkan sang adik. Woojin memilih menahannya. Apa yang dirasakan sang adik masih lebih berat daripada dirinya. Oleh karena itu, ia tersenyum dan membalas pelukan hangat dan erat dari Seungmin.

Sesungguhnya saat Seungmin berlari padanya dan memeluknya, kenangannya dibawa pada saat Chan menemukan kertas kuning kecil itu, yang masih setia tergantung di belakang pintu kamar mereka di rumah. Woojin tidak menangis, dan tidak akan menangis mengingat itu, karena berkatnya, Chan, dan Appa, Seungmin bisa di sini, bertemu dan mengumpulkan mimpinya pelan-pelan.

Woojin akan bersedih apabila adiknya sedang tidur, atau bahkan saat Chan juga sudah pergi ke alam mimpi. Woojin akan mengeluarkan rasa lelahnya dalam diam dan berjanji pada dirinya untuk lebih kuat lagi dan lebih sehat lagi agar selalu membuat mereka tersenyum. Woojin mengusap lembut matanya yang basah dan ternyata membuat sang adik terbangun merasakan goncangan di tubuhnya. Seungmin yang sakit saat tidur memang lebih sensitif.

"Oh, kamu terbangun? Haus? Mau minum?" Seungmin menggeleng menjawab pertanyaan beruntun sang kakak. Tangannya menggapai pinggang Woojin dan kembali memeluknya erat.

"Hyung menangis? Apa Seungminie nakal?" Woojin menggeleng dan menyapa halus pipi adiknya.

"Tidak, hanya saja, hyung baru ingat kamu sudah kuliah. Sepertinya baru kemarin kamu berlarian di dalam rumah menggunakan celana dalammu dan berteriak kesana kemari," Seungmin tertawa kecil, Woojin dan ingatan hebatnya, yang membuatnya menjadi lulusan terbaik di kampusnya.

"Aku rindu padamu, Seungminie. Aku iri dengan Chan yang bisa menemuimu, sedangkan aku disuruh di rumah,"

"Apa hyung tidak senang menemani Appa?"

"Bukan begitu, adikku sayang. Padahal dia bisa membayar untuk kami bertiga, kenapa dia pelit sekali, dan hanya membeli tiket untuk dirinya?"

"Akan kuadukan pada Chan hyung besok pagi,"

"Bilang saja, aku sudah mendiamkannya saat ia pulang setelah mengantarmu,"

Woojin mengerucutkan bibirnya sukses membuat sang adik tertawa. Seungmin makin mengeratkan pelukannya pada Woojin. Ia mengakui, pelukan Hyunjin hangat, tapi kalah dengan kakak kandungnya yang selalu memeluk dan menepuk konstan punggungnya sebelum tidur. Bahkan, ia menyadari, Woojin langsung refleks memposisikan badan sesuai permintaan Seungmin dulu dan mengulang kebiasaannya. Woojin tak pernah lupa hal-hal kecil yang berhubungan dengan Seungmin.

"Hyunjin pemuda baik, kan? Dia baik padamu, kan?"

"Sangat, hyung. Aku beruntung mengenalnya, hyung dan memiliki hatinya."

Woojin mencubit pipi sang adik gemas.

"Kuliahmu, tak ada masalah, kan? Tidak ada yang jahat padamu, kan?"

"Mereka semua baik, hyung. Apalagi saat tahun pertama, mereka semua menyapa dan banyak berbincang bersamaku, mengajakku untuk ikut bergabung bersama mereka,"

"Aku senang kalau kamu menikmati suasana di sini, Seungminie,"

"Kalau hyung? Bagaimana di rumah? Apa Chan hyung tetap nakal?"

"Appa baik, ia menitipkan salam rindu padamu. Dirinya masih saja sibuk di restoran,"

"Hyung juga," Seungmin menyela.

"Chan tetap sama, tetap nakal dan jail," Seungmin tertawa, menampilkan deretan gigi putihnya.

Seungmin menguap. Sang kakak yang menyadari menutupnya dan mengeratkan pelukan pada sang adik. Membagi kehangatan bersama, membagi rasa rindu yang akhirnya terbalaskan. Woojin menepuk pelan punggung Seungmin dan menggumamkan selirih nada dari suara lembutnya. Diulas senyum bahagianya pada sang adik mengantar menuju mimpi indahnya.

-

-

Elusan di kepala Woojin membuatnya terbangun. Matanya melirik ke belakang menemukan mata suaminya yang menyipit sambil tangannya tetap berada pada pucuk kepalanya. Chan menunduk menggapai bibir Woojin, memberinya sedikit penyemangat pagi. Woojin menghadap depannya, Seungmin masih tidur dengan damai, tak terganggu sedikitpun. Tangannya menuju rambut sang adik dan menyempatkan sedikit ke dahinya untuk mengecek suhunya. Sudah normal, adiknya sudah lebih sehat.

Pintu terbuka dan mengalihkan perhatian sepasang yang lebih tua ke sana. Hyunjin masuk membawa empat gelas berisi susu. Pemuda tinggi itu mengucapkan selamat pagi dalam bisikannya dan menaruh nampan itu pada nakas di sebelah kiri tempat tidur.

Hyunjin berlalu ke samping Seungmin dan menidurkan badannya di belakang punggung Seungmin, kemudian memeluknya erat. Mengambil tangan Seungmin yang melingkar di pinggang sang kakak menjadi digenggamnya kuat. Woojin yang terbebas segera duduk dan menerima segelas susu dari Chan. Keduanya meminumnya sambil melihat adegan lucu sang adik yang masih enggan dibangunkan.

Seungmin tetap diam belum menunjukkan tanda mata indahnya itu akan terbuka. Tangan Hyunjin melepas genggamannya dan meraih dahi Seungmin, seperti halnya Woojin tadi. Suhunya sudah normal, Seungminnya sudah sembuh. Hyunjin memeluk erat pemuda di depannya dengan harapan agar dirinya terusik dan bangun. Ayolah, matahari sudah meninggi dan tak mungkin si bungsu meninggalkan kesempatan bersama kakak-kakaknya.

Percobaannya berhasil. Lenguhan tak suka keluar dari bibir mungilnya menandakan tidurnya terganggu oleh makhluk jail yang bersarang di hatinya itu. Perlahan Seungmin membuka matanya, mengerjapkan matanya sekali, dua kali. Tangan kanannya naik menuju mata dan hampir menggosoknya. Hyunjin sigap menahan, kebiasaan dari si bungsu yang tak ia suka.

Netra Seungmin akhirnya terbuka. Langsung melihat kedua kakaknya yang tertawa manis melihatnya. Ingin bergerak bangun, tapi tertahan dengan lengan yang melingkari perutnya. Bukannya bangun, ia malah makin melesakkan diri yang lebih tua, meminta jatah waktu tidurnya sedikit lagi. Woojin dan Chan menyuarakan terkejutnya lagi, berujar salut pada Hyunjin yang betul-betul bisa melahirkan kembali Seungmin yang suka manja saat akan maupun bangun tidur.

Hyunjin tak mengizinkan. Dicubit keras pipi yang lebih muda hingga mengaduh dan bangun dari tidurnya. Tangan Hyunjin meraih susu yang sudah disiapkan dan mendorongnya mendekati mulut Seungmin. Tak jadi marah, ia memilih menghabiskan minumannya. Hyunjin juga mengambil miliknya dan meminumnya.

Woojin dan Chan keluar dari kamar lebih dulu setelah Hyunjin meminta gelas susu yang telah kosong milik mereka. Hyunjin mengajak yang lebih muda untuk berdiri dari kasur dan memintanya untuk merapikan tempat tidur, selagi ia ke dapur, mencuci gelas. Di dapur, ia bertemu Woojin yang meneliti kulkas adiknya. Feeling seorang koki yang tak bisa jauh dari dapur.

"Penuh. Kalian baru berbelanja?"

"Iya, hyung. Sehari sebelum Seungmin sakit, kami pergi," Woojin manggut-manggut menanggapi sang adik.

"Hyunjin, ada tempat rekomendasi wisata yang bagus? Bagaimana kalau kita pergi bersama?" Chan tiba-tiba muncul dari arah kamar mandi.

"Setuju!" teriak Seungmin dari arah pintu kamar.

Hyunjin tergelak dan menganggukan kepalanya.

"Kalian yang pilih,ya. Biarkan chef  Woojin dan asistennya bekerja dulu," Woojin menunjuk Chan dan Hyunjin kemudian memanggil Seungmin untuk membantunya.

-

-

-

Favorite (hyunmin) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang